Part 2

48K 4K 104
                                    

Helaan nafas terdengar berulang kali dari mulutku untuk kesekian kali. Kesal, sedih dan marah bercampur aduk. Terlepas dari sikap Gaharu yang super menyebalkan, aku lebih menyalahkan kecerobohanku yang teledor melihat jadwal mata kuliah yang akan di ujiankan.

Menenangkan diri di perpustakaan hanya membuat kepala semakin pusing. Rasanya mual melihat tumpukan buku tebal yang terkesan meremehkan daya pikirku. Kantinpun bukan pilihan mengingat Gaharu pasti berada di sana. Tempat paling nyaman hanya tinggal taman kampus.

Priya dan Meta menghampiriku yang duduk bersila sambil bersandar di pohon, merenungi nasib yang fi rundung masalah. "Udahlah Dubidubidam. Masa lalu biar berlalu, semua sudah terlambat. Bagaimanpun E tidak akan pernah berubah jadi A," sahut Priya dengan enteng.

Pipiku mengembung, mengingat aksi sahabatku yang satu ini saat ujian tadi. "Berisik!"

Meta tertawa melihat wajahku merengut. "Ayolah Dama. Jangan terlalu pesimis, setidaknya kamu bisa berdoa setidaknya usahamu menghasilkan nilai C."

"Hah C? percuma dong usahaku semalam begadang suntuk."

"Ya memang percuma, apa yang mau ditulis kalau yang di baca sama yang di ujiankan berbeda," jawab Priya kalem.

Mataku mendelik, menyodorkan tangan padanya. Ugh dasar ingin rasanya kutusuk matanya dengan tusuk sate. "Mana traktirannya?" tanyaku ketus.

Priya bergegas bangkit, laki-laki yang hobi memakai pakaian hitam itu berlalu ke arah kantin. Tidak berapa lama dia muncul dengan sepiring nasi goreng di tangannya.

Aku kebingungan saat melihatnya duduk dan dengan lahap menyantap nasi goreng tanpa menawariku. "Oh ya lupa, ini traktirannya." Priya mengeluarkan sesuatu dari balik saku jaketnya ke arahku.

Meta tergelak sambil memeluk perutnya sementara aku hanya bisa mengusap dada melihat benda yang berada di tanganku. Satu plastik kecil berisi asam jawa.

"Kamu butuh sesuatu yang asam biar ujian kedua nanti matamu melek," seloroh Priya kembali melanjutkan melahap makanannya dengan wajah tanpa dosa. Aku hanya bisa merengut, memaki dalam hati sahabat sekaligus playboy

Ujian kedua berjalan sedikit lebih baik. Aku mulai pasrah dan menyerahkan semua pada takdir. Setidaknya semua usaha sudah kulalukan.

Sebelum masuk kelas aku memperingatkan Priya untuk tidak seratus persen mempercayai jawaban yang Gahar berikan. Aku tau kebiasaan sahabatku ini yang rajin menegok hasil usaha teman-teman yang duduk di dekatnya. Kebetulan saat ujian kedua posisinya berada tepat di belakang laki-laki menyebalkan itu. Perasaanku menjadi tidak enak saat dengan mudah si Tuan Pelit memberitau setiap jawaban yang yang di minta Priya. Sahabatku itu tersenyum lebar, puas dan percaya diri dengan hasil jawabannya.

Menjelang akhir wakti ujian, mataku tidal sengaja melihat Gaharu menaruh kertas jawabannya di meja. Dia menatapku yang mulai curiga dengan sikap tenang. Isi kepalaku mulai mengingat dan merangkai apa saja yang dia lakukan tadi. Rupanya dia sudah membuat dua jawaban yang berbeda. Kulirik Priya yang tengah tersenyum sendiri sambil terus menulis. Ah mungkin lebih membutuhkan asam jawa itu.

Waktu ujianpun selesai, Priya bangkit sambil bersiul-siul menuju pengawas. Aku menatap nanar meja yang di tinggalkan Gaharu lalu beralih pada sahabatku yang sudah meninggalkan kelas. Dia tidak tau bencana apa yang akan dihadapinya nanti.

"Pry jawaban kamu salah semua tadi," tegurku saat kami berjalan menuju gerbang kampus. Meta menjajari langkahku tanpa berniat menyela pembicaraan.

Priya mendengus, bahunya terangkat. "Salah gimana? Jangan bilang kamu iri karena tidak di beri jawaban sama Si Gahar."

Kepalaku menggeleng. "Justru itu, tadi Haru buat jawaban yang benar di kertas lain. Jawaban yang salah dia taruh di meja. Masa tadi kamu nggak lihat sih."

Jika (completed)Kde žijí příběhy. Začni objevovat