19. Bertemu

295 177 7
                                        

Heloww i'm back!
Jangan lupa vote nya!💋

‎Pagi itu, supermarket masih sepi. Raga menenteng keranjang belanjanya, masih dengan sisa kantuk di mata. Ia baru saja selesai jaga malam dan memilih mampir untuk belanja kebutuhan dapur seperti telur, susu, roti gandum, dan kopi sachet favoritnya.

‎Ia menyusuri lorong dengan santai, mencoba mengingat daftar di kepalanya. ‎Langkahnya terhenti di depan rak makanan bayi. Mata Raga sempat tertuju pada satu toples kecil berisi bubur instan rasa pisang. Tanpa sadar, ia meraihnya dan memutar botol itu di tangan. Lalu ia tersenyum samar, pahit. Dulu. Ia gagal menjadi seorang Ayah.

‎"Raga?"

‎Suara itu memecah sunyi lorong. Pelan, tapi cukup untuk membuatnya kaku, Raga cukup kenal dengan suara itu. Ia menoleh.

‎Di ujung rak, berdiri seorang perempuan dengan dress biru dan rambut yang ditata rapi. Di tangannya, keranjang belanja setengah terisi. Dan di sebelahnya, seorang anak laki-laki menggenggam erat tangan ibunya.

‎"Imelda" ucap Raga, nyaris tak terdengar.

‎Mereka saling tatap beberapa detik. Lalu Imelda melangkah maju, senyum canggung mengembang di wajahnya.

‎"Aku nggak nyangka ketemu kamu di sini. Pagi-pagi banget lagi."

‎Raga mencoba sedikit tersenyum, tapi yang muncul hanya garis datar di wajahnya. "Belanja sebelum pulang. Abis jaga malam."

‎"Masih kayak dulu ya. Nggak pernah punya waktu buat diri sendiri," jawab Imelda, sedikit tawa hambar menyusul. Lalu ia menoleh ke anak kecil di sampingnya. "Kamu masih inget Elan?"

"Salim dulu sama om" Imelda menyuruh anaknya.

Membuat Raga tersenyum kecil. Memberikan tangannya lalu mengacak pelan rambut anak itu. Dia terlihat pendiam.

Anak itu, yang ia bantu lahirkan dari rahim istrinya dulu sebelum akhirnya mereka memilih untuk bercerai, mengingat bagaimana caranya memeluk Elan kecil untuk pertama kali, dengan tangannya yang rapuh. Antara tak rela dan benci, berharap anak itu adalah darah dagingnnya sendiri.

‎Raga memandang anak laki-laki itu "Udah besar kamu"

‎"Dia mau masuk TK tahun ini," ujar Imelda, bangga "Raga, bisa kita ngobrol sebentar?"

Raga hanya diam, hingga suasana terasa ganjil, terang tapi berat.

‎"Raga" Imelda memulai, pelan "Aku mau minta maaf soal dulu, aku tau aku egois"

‎Raga masih diam.

‎Imelda menunduk, menggenggam tangan Elan lebih erat. Anak itu masih diam, terilhat tak perduli pada dua orang dewasa di dekatnya.

‎"Aku nggak minta dimaafin, Ga. Aku cuma pengen kamu tahu aku menyesal. Dan aku nggak pernah benar-benar bahagia setelah ninggalin kamu"

‎Raga menghela napas panjang. "Lebih baik jangan di bahas lagi, kita udah saling memaafkan. Saya juga salah dulu"

‎Hening sejenak. Imelda kembali berucap.

‎"Kalau suatu saat kamu butuh ngobrol aku nggak akan menutup pintu" ucapnya pelan meski pada akhirnya ia tak mendapat respon dari mantan suami ya itu.

‎Wanita itu akhirnya memutuskan berpamitan lalu menggandeng Elan dan pergi, meninggalkan Raga dengan luka yang belum pernah benar-benar sembuh.

Raga cukup terkejut dengan bisa melihat kembali Imelda dalam jarak dekat, karena yang ia tau bahwa mantan istrinya itu telah menikah kembali dan tinggal di luar negeri. Tak ada perasaan yang mengganjal sebenarnya, tapi ketika saat sendiri Raga kerap kali merasakan hal yang sama seperti yang Imelda ucapkan tadi, menyesal.

Dan soal mantan istrinya yang bahagia atau tidak setelah berpisah dengannya, Raga tidak perduli soal itu, toh saat bersamanya pun Imelda tidak terlihat bahagia.

Pria itu menghela nafas lelah sebelum akhirnya, matanya melihat seorang gadis di antara rak bahan kue.

....

‎Kinan memeluk tote bag kainnya erat, menyeberangi parkiran supermarket dengan langkah tergesa. Di dalamnya, sudah ada catatan pesanan seperti tepung terigu, cokelat batang, mentega, dan susu kental manis. Ia dapat pesanan mendadak dari tetangga yang ingin kue cokelat untuk acara arisan nanti sore.

Once Again Where stories live. Discover now