"Gakpapa, urusan saya juga udah selesai mau pulang juga, sekalian"
Kinan ragu sejenak, lalu mengangguk perlahan. "Boleh"
Mereka berjalan berdampingan, tak banyak bicara. Hanya langkah-langkah pelan dan angin siang yang membawa rasa lega samar.
Sedangkan di lain tempat, langkah Julian sempat melambat saat melihat sosok yang sangat ia kenali Kinan berdiri di bawah tangga fakultas yang sedang berbincang dengan seorang pria. Ia memicingkan mata, berusaha memastikan bahwa ia tak salah lihat.
Benar. Itu Kinan. Dengan jaket besar yang masih membungkus tubuhnya meski matahari sudah meninggi.
Dan pria itu.
Julian tidak mengenali sosok tersebut. Pria dengan kemeja putih dan celana bahan hitam, penampilan yang terlalu tua untuk ukuran teman kampus.
Julian menghentikan langkahnya, menyandarkan diri ke tiang koridor, cukup jauh agar tak terlihat, tapi cukup dekat untuk melihat.
Ada sesuatu dalam bahasa tubuh Kinan yang membuat alis Julian bertaut. Kinan terlihat ragu, seperti sedang menimbang untuk jujur atau menyimpan sesuatu. Sementara Pria itu terlihat sangat tenang, tapi memperhatikan Kinan seolah ia penting. Terlalu penting.
Julian mengepalkan tangannya diam-diam. Ia tak tahu kenapa dadanya terasa sesak. Entah karena apa, bukan karena cemburu, ia menolak menyebutnya begitu.
Meski begitu, hatinya tetap saja bertanya dan mulai membuat sebuah dugaan-dugaan tak mengenakan hati. Apa itu Prianya? Pria yang membuat Kinan mengandung?
Julian menghela napas, kemudian mundur beberapa langkah. Ia memilih tak menyapa. Ia merasa, jika ia menghampiri sekarang, ia hanya akan membuat Kinan makin tak nyaman.
....
Mobil berhenti perlahan di depan rumah kecil bercat putih pucat itu. Kinan membuka sabuk pengaman, menoleh pada Raga yang masih memegang kemudi.
“Mau mampir sebentar Pak?" tawarnya, setengah ragu.
Raga menatap wajah Kinan sebentar, lalu tersenyum tipis. “Boleh, kalau kamu nggak keberatan”
Kinan cukup terkejut dengan jawaban Raga yang menyetujui namun ia mengangguk, lalu keluar dari mobil. Raga mengikutinya setelah menutup pintu mobil dan berjalan ke arah rumah.
Begitu pintu rumah dibuka, Gisel sudah berdiri di ambang, mengenakan kaus bergambar boyband Korea dan celana pendek rumah.
Begitu melihat Raga berdiri di belakang kakaknya, mata Gisel membelalak.
“Eh! Ini kan Dokter yang pernah seminar di sekolah Icel!” serunya sambil menunjuk dengan ekspresi penuh ingatan.
Raga tertawa kecil. “Kamu sekolah di SMP 7 ya?” karna memang hanya itu satu-satunya seminar di sekolah yang ia datangi.
Gisel mengangguk cepat. “Iya! Wah di liat dari deket ternyata lebih ganteng”
Kinan melirik Gisel, geli tapi juga agak canggung. “Icel, di suruh masuk dulu atuh” tegurnya.
Gisel tak menggubris. Ia langsung membuka pintu lebih lebar. “Masuk Dokter. Maaf ya, rumahnya kecil”
Raga melangkah masuk, senyumnya ramah. “Nggak apa-apa, malah hangat begini lebih enak”
Kinan masuk terakhir lalu menuntun pria itu untuk mempersilakan duduk “Silakan Dok, mau minum apa?" ujarnya.
"Teh aja kalau ada, terimakasih" Raga menatapnya. Lalu Kinan berlalu ke arah dapur untuk membuatkan.
Raga duduk di kursi sofa usang depan televisi tentu dengan Gisel yang sedar tadi tak bisa berhenti menatapnya.
“Dokter kenal kakak aku?" Suara cempreng itu kembali terdengar.
Mendengar itu Raga sontak tertawa kecil
"Kakak kamu pasien saya, saya kesini cuma mampir"
"Oh gitu, Dokter kapan adain seminar kayak kemarin lagi, aku suka, aku catet semuanya di binder tau"
Raga tertawa renyah. “Gitu?, kamu serius banget ya. Pinter kamu, bagus itu”
Gisel bangga. “Aku juga pengen jadi Dokter nanti. Tapi belum tahu, sih” Gisel cengengesan setelahnya, membuat Raga yang melihat itu menggeleng gemas.
Kinan datang membawa dua cangkir teh hangat. “Icel, udah jangan gangguin, duduknya yang bener” ucapnya membuat Gisel menurunkan kedua kaki yang tadinya berada di atas sofa.
“Gapapa kok, terimakasih Kinan” sela Raga sambil menerima teh dari Kinan
Kinan hanya tersenyum kecil sambil duduk di ujung sofa.
Untuk beberapa menit ke depan, ruang tamu kecil itu diisi dengan obrolan ringan dan tawa pelan tentang seminar sekolah, cita-cita, hingga tips agar tidak bosan belajar. Yang jelas pembahasan itu berawal dari Gisel.
Tiga orang itu asik mengobrol hingga sore, sesekali tertawa dengan Kinan yang kadang malu karna tingkah centil adiknya.
Ngomong-ngomong soal sore. Hari ini Kinan tidak membuat donat, Bu Wiwi–pemilik toko kue di pasar subuh itu bilang kalau dia akan keluar kota hingga malam dan kembali besok pagi. Jadi dia akan santai saat malam, dan Julian juga sepertinya sibuk akhir-akhir ini.
Meski begitu Kinan merasa sedikit nyaman dengan Raga yang sama sekali tidak menyinggung pembahasan soal keluarganya pada Gisel dan juga, keadaannya sekarang.
....
Please comment to imporeve it!
Thank you chéri 🧡
YOU ARE READING
Once Again
RomanceKejadian di satu malam mengubah segalanya dalam hidup Kinan, hingga ia harus menerima kehamilannya yang di luar rencana. Namun dunia seakan tak berpihak, masalah baru justru datang ketika ia bertemu dengan Raga, Dokter kandungannya. WARNING⚠️ Cer...
16. Pak Dokter
Start from the beginning
