{14}: Daftar Nama Diperbaharui

45.2K 5.9K 203
                                    

Sudah satu minggu setelah Gina pergi, dan tidak banyak hal yang terjadi--hanya Pak Jamal yang tiba-tiba menghilang dari sekolah. Namun selain itu, Luna bahkan tidak berteriak-teriak dan merasakan datangnya kematian lagi.

Luna masih belum bisa memaafkan Raga. Sementara itu, Raga terus saja mengikutinya ke mana-mana dan mencecarnya dengan permintaan maaf. Seperti sekarang.

"Luna," panggil Raga sambil berjalan menghampiri Luna yang sedang berdiri di depan lokernya.

Luna menoleh dan menatap Raga sambil menaikkan alis kanannya.

"Gue minta maaf," kata Raga begitu ia sampai di sebelah Luna. "Gue bener-bener nyesel. Lo tau itu kan?"

Luna hanya mengangkat bahunya lalu berjalan pergi meninggalkan Raga.

Hal ini sudah sering terjadi. Arga yang menyaksikan semua ini hanya bisa menggelengkan kepalanya. Arga tahu Raga memang salah dan kesalahannya membuat nyawa seseorang melayang, namun, walaupun masih merasa kecewa, bisa dibilang Arga sudah memaafkan Raga.

Jadi, saat jam makan siang di kantin, seperti biasa, Arga duduk bersama Luna. Arga memerhatikan Luna sebentar sebelum berkata, "Sampai kapan lo mau marah sama Raga?"

Luna mengangkat bahunya. "Gue kecewa sama dia. Dia terlalu percaya sama perkataan Pak Jamal. Walaupun--"

"Walaupun apa?" tanya Arga.

Luna menggigit bibirnya. Ia menatap Arga lalu membuang muka--gerakan yang langsung disesali Luna detik berikutnya, karena itu membuat Arga yakin bahwa ada sesuatu yang Luna sembunyikan.

"Kenapa, sih, Lun?" tanya Arga heran.

Alih-alih menjawab, Luna merogoh sakunya dan menyerahkan sesuatu ke pada Arga. Ponsel lamanya yang layarnya sekarang menampakkan daftar nama-nama sasaran Pak Jamal.

Arga menatap Luna dengan heran, kemudian ia mengambil ponsel itu lalu bertanya, "Kenapa sih? Jangan sok misterius gitu. Ketawa dong kayak gue HAHAHA. Hidup aja dibawa serius."

"Daftarnya diperbaharui tadi pagi," jawab Luna singkat.

"Serius lo?!" seru Arga dengan mata membulat. Ia buru-buru memerhatikan daftar itu. Beberapa saat kemudian, ia terkesiap. "Daneira Tirtawijaya," katanya, membaca salah satu nama yang ada di daftar itu. Arga mengangkat wajahnya dan menatap Luna, "Orang sinting. Masukkin nama anaknya sendiri. G I L A!"

Luna mendesah. "Gue rasa Pak Jamal nggak bener-bener mau bunuh Eira. Lo tau, mungkin dia cuman pengen nakut-nakutin Raga."

"Biar Raga bantuin dia lagi," gumam Arga. "Dasar. Setan kutuan."

"Menurut lo, lebih baik Raga tau soal hal ini atau enggak?" tanya Luna, menanyakan pertanyaan yang sejak tadi pagi menghantui pikirannya.

Arga tampak berpikir. "Gue rasa nggak usah. Pak Jamal nambahin nama itu ke ponsel lo dengan harapan lo bakal ngasih tau ke Raga. Dan menurut gue, betapapun Raga bilang dia udah nyesel, dia nggak mungkin udah nggak punya perasaan apa-apa lagi ke Eira."

"Gue harus ketemu Eira," kata Luna tiba-tiba.

Arga menatap Luna dengan bingung. "Mau ngapain emang?"

"Gue pengen tau apa yang gue rasain di deket Eira. Lo tau--perasaan Banshee," jawab Luna.

"Oke gue tau," balas Arga sambil mengangguk. "Nanti pulang sekolah, kita langsung ke sekolahnya Eira."

"Eira nggak sekolah di sini?" tanya Luna dengan heran. "Maksud gue, dulu kan Pak Jamal ngajar di sini--"

"Eira satu tahun lebih muda dari kita. Dia sekarang masih kelas sembilan," sela Arga.

BansheeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang