PROLOG

8.3K 261 11
                                        

Sudah tersedia sampai tamat di Karyakarsa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sudah tersedia sampai tamat di Karyakarsa

2700+ kata hanya untuk prolog

****

Gianna sangat tidak suka berada di posisi ini. Sebagai perempuan yang mandiri, bisa melakukan apa-apa sendiri, Gianna benci kala dirinya harus bersujud di kaki seseorang. Apalagi jika seseorang itu adalah laki-laki yang sudah mengacaukan segala kesenangannya. Namun, Gianna tidak punya pilihan lain selain bersimpuh di depan pintu, menanti laki-laki yang sudah menjabat menjadi suaminya sejak 6 bulan yang lalu.

Gianna melakukan ini tanpa alasan. Dia rela merendahkan dirinya di depan laki-laki angkuh itu demi meminta bantuan. Tanpa bantuan dari laki-laki itu, hidup Gianna akan jauh lebih hancur lagi. Dia tidak punya pilihan. Hanya seorang Rafka Dipta Adithama yang bisa membantunya. Hanya laki-laki yang memiliki kuasa untuk menyelesaikan semuanya masalahnya.

Gianna berdecak sebal. Sudah hampir setengah jam lamanya dia bersimpuh di depan pintu, orang yang di tunggu tak kunjung menampakkan diri. Lututnya sudah terasa sakit. Bantal yang dia gunakan sebagai alas sudah tidak berguna lagi. Kram mulai menyerang kakinya.

“Ini dia kapan pulangnya, sih?” tanya Gianna sedikit jengkel sembari memutar kepalanya ke samping. Gianna menatap ke arah Theo, asisten pribadinya, seorang laki-laki yang kelebihan kromosom X. Laki-laki yang memiliki tubuh lemah gemulai dengan pakaian identik dengan merah muda itu berdiri tidak jauh darinya. Di bagian tubuh Theo, pasti ada saja yang berwarna merah muda. Karena menurut Theo, merah muda adalah warna yang menggambarkan dirinya.

Eike mana tahu, Mbak. Orang dia bukan suami eike. Harusnya yey yang lebih tahu,” jawab Theo dengan gaya bicaranya yang khas seperti waria pada umumnya. Tidak hanya gaya bicaranya, jari jemari lentik yang terpasang nail art bercorak merah muda itu ikut bergerak lemah gemulai. Satu tangannya terlipat di dada, sementara satunya lagi terangkat.

Gianna mendengus kasar. Apa yang dia harapkan dari Theo? Laki-laki itu hanya mengurusnya, bukan mengurus Rafka. “Gue boleh berdiri dulu gak, sih?” Gianna mulai menggerutu. “Kaki gue udah sakit ini. Gimana kalau nanti kaki gue lecet? Sekujur tubuh gue ini aset yang paling berharga.”

Gianna bekerja dengan mengandalkan tubuhnya. Perempuan itu bekerja sebagai model papan atas yang tengah naik daunnya semenjak menikah dengan Rafka, keturunan Adithama yang angkuh itu. Gianna bersyukur dengan popularitasnya yang melejit karena pengaruh Rafka, tapi Gianna tidak suka dengan situasi yang dia alami saat ini. Pantang bagi Gianna untuk bersujud di kaki seorang laki-laki.

“Tunggu lagi, Mbak. Biasanya suami yey kan pulang jam segini,” ucap Theo, meminta Gianna untuk lebih sabar. “Ini demi menyelamatkan karier yey. Yey harus usaha lebih keras lagi.”

Gianna menatap sinis ke arah Theo. Andai saja Theo bisa merasakan apa yang saat ini Gianna rasakan, maka Theo tidak akan bisa berbicara demikian. “Udah jam berapa, sih?”

UnromanticWhere stories live. Discover now