13. Plot Twist Paling Plot Twist

Comenzar desde el principio
                                        

“Jian lagi?” kata Raya setelah membaca isi grup chat kelas.

“Gue jadi penasaran. Nonton, yuk!” ajak Lala antusias.

“Yuk!” Aimara beranjak berdiri. Ia lantas mengalungkan tali kamera pada leher, berniat menjadi fansite dadakan.

Tiga murid perempuan itu berjalan bersama keluar dari ruangan. Mereka semakin mempercepat langkah saat melihat halaman sekolah sudah sangat ramai. Suara musik pembukaan yang didalangi oleh sang keyboardis sudah terdengar dan disambut oleh sorakan murid lain yang menonton. Suasana halaman saat ini sudah seperti tempat konser saja.

Aimara, Raya, dan Lala membelah kerumunan untuk mendapat tempat paling depan, agar bisa melihat aksi anggota band sekolah yang setengahnya merupakan teman sekelasnya. Aimara mulai memotret dan sesekali ikut bernyanyi.

“Lho? Itu Zhafran, 'kan?” tanya Lala seraya menunjuk sosok yang bermain gitar.

“Lah? Gue baru tahu kalo Zhafran bisa main gitar,” tambah Raya.

“Ini namanya plot twist, nggak, sih? Zhafran yang dari kelas unggulan mau gabung sama band yang pernah dibubarin karena bikin nilai rata-rata kelas menurun?” Aimara menyahut, tetapi masih fokus mengambil foto.

“Ter-plot twist, sih!” balas Raya dan Lala bersamaan.

Suara sorakan semakin heboh dan keras tatkala Zavi menunjukkan bakat rappnya. Semua penonton tidak menyangka, ternyata sosok pendiam seperti Zavi bisa ngerapp. Benar-benar semakin gawat, sebab para murid perempuan semakin kagum saja pada pemuda itu.

“Gila! Zavi ngerapp, Ra,” komentar Raya yang ikut heboh seperti murid lain.

“Bahaya, nih. Gue kayaknya udah kena peletnya Zavi,” timpal Lala.

“Ternyata ini yang paling plot twist,” ucap Raya.

Raya menyenggol pundak Aimara. Namun, Aimara tidak mempedulikan ocehan Raya dan Lala. Ia terlalu sibuk menjadi fansite dadakan Zavi. Ah sial, semua foto yang berhasil Aimara jepret terlihat bagus, bahkan meski agak blur.

Dari tempatnya berada, Zavi memandang Aimara. Bibir tipisnya tersenyum, melihat betapa bersemangatnya Aimara mengambil foto.

***

Suasana ramai salah satu restoran seafood menyambut Jian dan teman-temannya. Rombongan yang terdiri dari Jian, Harlan, Zavi, Lingga, Aimara, Raya, Lala, dan Saga, memasuki bangunan dua lantai yang penuh dengan pelanggan. Ada banyak pekerja yang wara-wiri melayani pelanggan yang datang. Padahal belum masuk jam makan malam, tetapi restoran milik keluarga Permana itu sudah sangat ramai.

“Gue baru tahu, kalo restoran ini milik keluarganya Jian,” bisik Lala di dekat telinga Aimara dan Raya.

Melihat rombongan Jian, seorang pria tua langsung menghampiri. Sosok itu tersenyum ramah memandang para remaja yang berdiri di belakang sang putra.

“Pak Tua, rooftop-nya udah selesai dipake arisan, 'kan?” tanya Jian pada pria tua tersebut.

“Coba ngomong sekali lagi! Kamu tadi manggil apa?” balas si pria tua, menatap Jian tajam, tetapi dengan bibir tersenyum.

“Pak Tua! P-A-K  T-U-A!” Jian memperjelas ucapannya.

Sebuah pukulan langsung mendarat ke puncak kepala Jian. Mereka yang tidak tahu siapa pria tadi dibuat heran dan kaget akan keberaniannya pada Jian.

“Dasar anak durhaka! Minta dipotong uang jajan kamu, hah?” sungut pria tua itu.

Harlan, Aimara, dan Raya yang sudah tahu siapa pria tua tersebut hanya tersenyum melihat apa yang terjadi. Mereka seolah sudah hafal, seperti apa hubungan Jian dengan pria bernama lengkap Baron Permana, yang tak lain adalah ayahnya Jian.

Better DaysDonde viven las historias. Descúbrelo ahora