13. Plot Twist Paling Plot Twist

31 4 36
                                        

Aimara memasukkan sebuah kamera lama ke dalam tas dengan hati-hati. Gadis itu terlihat bersemangat pagi ini. Bagaimana tidak, setelah UTS berakhir, klub fotografi akhirnya memilki kegiatan. Apa lagi Aimara dapat info dari grup chat klub, bahwa mereka akan berpartisipasi di salah satu kompetisi fotografi yang diadakan oleh komunitas fotografi sebuah universitas terkenal.

Gadis itu beranjak berdiri dan menatap wajahnya dari cermin. Kemudian, ia berjalan menuju meja belajar dan meraih sebuah pigura yang menampakkan foto seorang wanita muda menggendong bayi.

“Bunda, hari ini aku pinjem kamera Bunda buat ngambil foto yang mau aku ikutin ke kompetisi fotografi,” bisik Aimara sembari menyentuh potret wanita yang merupakan ibunya.

“Aimara, ayo sarapan, Nak! Nanti kamu terlambat!” teriak sang nenek tiba-tiba dari ruang makan.

“Iya, Nek,” jawab Aimara dari kamar.

Ia buru-buru meletakkan kembali pigura foto ke tempat semula dan berlari keluar kamar menuju ruang makan. Di sana, sudah ada sang kakek dan sang nenek yang menunggu.

“Ayo dimakan! Udah Nenek ambilin sesuai porsi kamu.” Sang nenek berujar sambil mengambilkan nasi untuk suaminya.

“Makasih, Nek!”

Aimara lantas melahap sarapannya dengan cepat. Setelah menyelesaikan kegiatan sarapan, murid perempuan itu mengeluarkan sepeda dan menaikinya. Tak lupa, Aimara berpamitan pada kakek dan neneknya sebelum meluncur menuju rumah Saga dan Zavi.

Pagi ini tampak begitu cerah seperti biasa. Banyak orang berlalu-lalang di jalan. Aimara menyapa siapa saja yang dikenalnya. Dara 17 tahun itu memang cukup akrab dengan para tetangga.

Sesampainya ke tempat tujuan, Aimara menghentikan sepeda. Gadis itu mengeluarkan kamera dari tas dan mengambil foto beberapa tanaman hias yang ada di halaman rumah sang teman. Karena terlalu sibuk dengan kegiatannya, Aimara sampai tidak sadar, kalau saat ini ada seorang pemuda berdiri di belakangnya. Ketika Aimara membalikkan badan, ia tanpa sengaja memotret wajah pemuda tadi.

“Astaganaga! Ngagetin aja lo, Vi,” ucap Aimara.

Zavi tersenyum. Ekspresi Aimara saat terkejut terlihat menggemaskan baginya.

“Woi, ayo berangkat! Entar telat,” teriak Saga dari garasi selepas mengeluarkan sepedanya dan sepeda Zavi.

Dalam hati, Aimara ingin mengumpati Saga, sebab sudah mengganggu momen kebersamaannya dengan Zavi. Aimara kembali memasukkan kamera ke dalam tas. Kemudian menaiki sepeda keluar dari halaman dengan Zavi dan Saga di belakangnya.

Dalam waktu lima menit, tiga remaja beda gender itu sudah sampai di sekolah. Aimara yang melajukan sepeda menuju tempat parkir sudah dicegat oleh Raya. Murid perempuan itu lantas menghentikan sepeda, sedangkan Zavi dan Saga tetap melajukan sepeda menuju tempat parkir.

“Ra, lo hari ini bawa kamera, 'kan?” tanya Raya penuh semangat.

“Kenapa? Lo mau pinjem buat mengabadikan wajah tampan Kak Ariel?”

Aimara menyipitkan mata. Ia tahu apa yang ada di otak sang sahabat. Raya memang terdeteksi bucin akut pada seorang Gabriel Yudhistira. Sejak masuk SMA Tunas Bangsa, Raya sudah mendedikasikan diri menjadi penggemar Ariel nomer satu.

“Lo tahu aja, Ra,” balas Raya malu-malu.

Aimara mengeluarkan kamera dari tas dan memberikannya pada Raya. “Hati-hati! Jangan sampe lecet!”

“Siap, Komandan,” kata Raya penuh semangat dan meletakkan tangannya di pelipis. Sesudah itu melangkah pergi sambil sesekali tersenyum.

***

Better DaysWhere stories live. Discover now