13. Plot Twist Paling Plot Twist

Mulai dari awal
                                        

Sinar matahari yang berwarna keorenan memasuki jendela ruang klub fotografi. Pembimbing klub beranjak berdiri setelah memberikan materi tentang bagaimana cara mengambil foto agar terlihat indah dan estetik. Pada kompetisi fotografi kali ini, semua anggota klub fotografi diharapkan ikut berpartisipasi untuk mengukur kemampuan masing-masing.

Aimara mengotak-atik kamera untuk melihat hasil foto yang diambilnya dan Raya. Jika Aimara hitung, ternyata ada puluhan foto Ariel yang merupakan hasil jepretan Raya. Sementara hasil jepretannya sendiri hanya ada beberapa aja. Meski hanya beberapa, ada satu foto yang membuat gadis itu terkejut. Ya, di antara banyaknya foto, ada foto Zavi yang agak blur, tetapi tetap terlihat tampan.

Aimara tersenyum, sebab tidak menyangka, kalau tadi pagi ia tidak sengaja mengambil foto Zavi. Dengan begini, Aimara bisa menyimpan foto itu dan mengaguminya setiap saat.

“Ra, lo kenapa senyum-senyum gitu? Jangan-jangan, lo senyum begitu karena terpesona sama foto Kak Ariel, ya?” tebak Raya selepas memasukkan alat tulis ke dalam tas.

“Enak aja! Sorry, Kak Ariel bukan tipe gue!” bantah Aimara.

Lalu, ia menyodorkan kamera pada Raya dan menunjukkan foto Zavi. “Ganteng, 'kan?”

Raya melihat apa yang Aimara tunjukkan. Ia lantas menyipitkan mata, memandang sang sahabat yang mulai bertingkah tidak seperti biasa.

“Lo ... beneran suka sama Zavi?” tanya Raya.

“Ngaco!”

Aimara segera menjauhkan kamera dari Raya. Wajahnya mendadak memerah semerah tomat. Melihat gelagat Aimara, Raya tertawa sembari menyenggol pundak sang sahabat.

“Ngaku, nggak?” dengus Raya.

“Apaan, sih, anjir? Lo begini bikin gue merinding, tahu.” Aimara mendorong tubuh Raya agar menjauh.

Tak lama kemudian, seorang murid perempuan menghampiri dua sahabat yang tengah saling menggoda itu. Sosok yang merupakan anggota klub fotografi itu duduk di kursi kosong dekat Aimara dan Raya untuk ikut bergabung.

“Eh, kalian udah punya kandidat foto yang bakal kalian kirim, belum?” tanya gadis yang biasa disapa Lala tersebut.

“Belum. Gue masih bingung sebenernya, mau ngambil tema apa,” jawab Aimara.

“Samaan. Gue juga masih bingung mau pake tema yang mana. Nggak menang, nggak apa-apa. Tapi Seenggaknya harus ngirim foto yang layak, 'kan, biar nggak malu-maluin klub kita?” Lala menimpali.

“Kalo misal ngirim foto Kak Ariel yang ini, gimana? Bukannya ini masuk tema keindahan?” Raya menunjukkan layar ponselnya yang menampakkan foto sang kakak kelas tengah berpidato menyambut kedatangan murid kelas 10 beberapa waktu lalu.

Aimara dan Lala hanya bisa menghela napas. Jika saat ini mereka ingin menampol wajah Raya, tentu wajar, 'kan? Sejak kelas 10, Raya sudah sangat mengagumi sosok Gabriel Yudhistira yang tampan dan populer. Jika sebelumnya Raya adalah penggemar berat para oppa negeri ginseng, kini posisi para oppa menjadi yang kedua, sebab Ariel yang menempati takhta tertinggi.

“Dasar bucin!” gumam Aimara dan Lala bersamaan.

Ketika menoleh ke arah jendela, tiga murid perempuan itu melihat para murid berlari, seolah ada sesuatu yang menarik di luar sana. Beberapa anggota klub juga berlari keluar hingga hanya menyisakan Aimara, Raya, dan Lala saja.

“Ada apaan, sih?” tanya Lala heran.

Aimara dan Raya menggeleng, sebab mereka tidak tahu dan tidak bisa menebak apa yang membuat para murid berlari keluar secara tiba-tiba. Raya memeriksa grup chat kelas untuk memastikan, karena jika ada sesuatu, grup chat kelas pasti ramai membahasnya. Aimara dan Lala ikut melihat layar ponsel Raya.

Better DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang