"Tentu saja tidak, Profesor," jawab Octavia buru-buru.

"Bagus. Maka saya sarankan Anda lebih fokus pada kuali Anda daripada pada dasi saya," balas Draco dengan nada tajam, meskipun sudut bibirnya sedikit melengkung.

Namun, seorang murid Gryffindor, Ruby Jones, tidak bisa menahan diri. "Tapi, Profesor, kami benar-benar penasaran. Apa ini semacam taruhan?"

Draco berjalan perlahan ke arah Ruby, langkahnya tenang namun mengintimidasi. "Jones, Anda tahu apa yang terjadi pada kucing yang terlalu penasaran, bukan?"

Ruby menelan ludah, pipinya memerah, dan ia segera menunduk, kembali mengaduk ramuannya.

Saat kelas berlangsung, suara ketukan sepatu mendekat ke ruangan. Hermione yang mengamati dari pintu masuk kelas, hampir tertawa mendengar tanggapan Draco. Ia melangkah masuk dengan wajah yang tenang, ada kilatan rasa puas di matanya. Lalu memutuskan untuk menambah sedikit bumbu pada situasi.

"Profesor Malfoy," ucapnya, menghentikan langkah Draco.

Draco menoleh, matanya menyipit sedikit. "Profesor Granger. Kehormatan apa yang membuat Anda mengunjungi kelas saya?"

Hermione berjalan mendekat, senyuman kecil terukir di wajahnya. "Saya hanya ingin memastikan murid-murid tidak terlalu terganggu oleh... aksesori Anda."

Beberapa murid tertawa kecil, tetapi langsung diam ketika Draco melirik mereka. Ia mendekati Hermione, berdiri cukup dekat sehingga hanya mereka berdua yang bisa mendengar percakapan mereka.

"Anda tahu, ini semua salah Anda," bisiknya.

Hermione hanya tersenyum. "Dan kau melakukannya dengan sangat baik, Malfoy. Tapi jangan lupa, aku akan menepati bagianku juga."

Mata Draco berkilat penuh arti. "Saya akan memastikan Anda melakukannya, Profesor."

.


Draco berdiri di depan Hermione, matanya menatap lurus ke dalam mata madu wanita itu. Dalam keheningan malam yang dipenuhi suara api yang berderak di perapian, kehadiran mereka memenuhi ruangan dengan intensitas yang sulit dijelaskan.

Pria itu tidak menyangka wanita yang telah mengajari subjek mantra dikelas sejak ia masuk ke Hogwarts, berhasil ia dapatkan. Saat pertama kali perasaan itu hanya sekedar kagum beranjak menjadi sebuah perasaan antara pria dan wanita.

Siapa yang bisa menolak kagum atas wanita dengan manik madu yang panas membara, aura memikat, dan tubuh begitu menggoda. Begitulah mereka-pikiran pria, yang tumbuh saat masa remaja.

Tetapi tidak bagi anak tunggal Malfoy. Itu bukan sekedar sementara seperti murid lelaki Hogwarts, itu menunjukan dia mulai menjadi seorang pria karena debaran dan pikiran yang memenuhi wanita dewasa itu begitu berbeda. Dia berani mempertaruhkan semua hal untuk wanita itu.

"Kau benar-benar menikmati permainan ini, Granger," ucap Draco, sudut bibirnya terangkat dalam seringai kecil yang licik.

Hermione bersandar ke sandaran kursinya, menyilangkan tangan di depan dada. "Aku menikmati melihatmu mematuhi sesuatu yang bukan dalam kendalimu, Malfoy. Itu... memuaskan."

Draco mengangkat alis, menatapnya dengan intensitas yang semakin dalam.

"Oh, ya? Kau pikir kau memiliki kendali penuh atas ini?" Ia meraih dasi hijau Slytherin secara nyata yang tergantung longgar di leher Hermione-sudah memudar mantra glamornya, jari panjang ramping menyentuh kain lembut itu dengan lembut.

Some With YouМесто, где живут истории. Откройте их для себя