Jesko Jardin merupakan anak satu-satunya dari pasangan Jeremy Jardin dan Lariette Jardin. JJ Grup dibangun sudah lebih dari 50 tahun. Jesko merupakan generasi ketiga, setelah ayahnya lengser, ia yang melanjutkan bisnis milik keluarganya. Dari kecil terkenal sangat pintar, tidak pernah kalah dalam hal apapun, membuat Jesko sudah terkenal semenjak jaman ia sekolah. Tujuan hidupnya adalah terus menjadi nomor satu.
Wanita? Banyak sekali yang menginginkannya. Jesko lebih menyukai hal bisnis dibandingkan wanita. Apalagi kalau ia bisa mendapatkan sesuatu yang ia inginkan, seperti merebut para investor AJ Grup, misalnya. Jesko menjabat tangan tiga investor besar di depannya dengan senyum merekah. "Terimakasih sudah memilik JJ Grup sebagai partner selanjutnya."
"Kami juga senang bisa bekerjasama dengan pebisnis handal seperti anda." Balas mereka sambil tersenyum.
Pebisnis handal. Terasa sangat menyenangkan di telinga Jesko saat mendengarnya. Jesko tertawa pelan. "Mari, biar saya antar sampai depan." Tawarnya. Mereka beranjak dari duduknya dan Jesko mengantarkan ketiga investor sampai masuk ke dalam mobil. Jesko menunduk sebentar, menunjukkan penghormatan untuk ketiganya. Setelah itu, Jesko mendekati Romario dan berjalan menuju ruang kerjanya bersama.
Ia sedang berada di tempat pusat perbelanjaan megah miliknya. Di perjalanan menuju ruang kerjanya, Jesko berhenti sebentar melihat-lihat sekitar. Beberapa pengunjung berhenti dan tersenyum padanya. Jesko membalasnya dengan senyum manis dan kembali melangkah menuju ruang kerjanya.
Sampai di ruang kerjanya, ia segera duduk di sofa, menunggu laporan dari Romario. "Bagaimana bulan ini?"
Romario menunjukkan tablet hitam berisi statistik penjualan pusat perbelanjaan miliknya. "Naik lima persen, Pak."
"Tidak. Aku tidak peduli naik atau tidaknya, tapi apakah kita bisa mengalahkan laporan milik AJ Grup bulan ini?"
"Masih belum diketahui pasti statistik milik mereka. Tetapi mendengar laporan dari orang suruhan bapak yang bekerja di sana, pengunjung kita jauh lebih banyak bulan ini."
Jesko menoleh pada Romario. "Seberapa banyak?"
"Sekitar seribu orang, Pak."
Jesko tersenyum senang. Ia menyilangkan kakinya dan membaca laporan di tablet secara seksama. "Kerja bagus." Jesko mengembalikan tabletnya pada Romario. "Jangan lupa segera untuk memberikanku statistik yang lengkap secepatnya."
"Baik." Romario mengambil tablet dari tangan Jesko dan menunduk. Ia kemudian melangkah keluar dari ruang kerja Jesko, meninggalkannya sendirian.
Jesko tersenyum senang sambil menautkan kedua tangannya. "Selangkah lebih dekat untuk mengambil alih AJ Grup." Ucapnya sambil terkekeh pelan dan beranjak dari duduknya, mengambil whiskey serta gelas, lalu ia melangkah menuju kulkas besar dua pintu, mengambil es untuk ia isi di gelasnya. Kembali menuju sofa, Jesko menuangkan whiskey ke dalam gelas dingin itu. Ia meminumnya sambil bersenandung ria, senang karena taktiknya berhasil.
-
"Nona, apa nona yakin dengan hal ini? Mata-mata milik JJ Grup itu sudah mengirimkan laporan bulanan milik kita pada Jesko Jardin. Tidakkah kita harus memecatnya saat kita tahu bahwa ada pengkhianat di sini?" Tanya Anne dengan nada sedikit khawatir melihat Amara yang terus tersenyum.
Amara hanya menatap Anne singkat lalu mengangguk. "Kau tahu quote yang mengatakan bahwa kita harus menjaga musuh kita lebih dekat?" Anne mengangguk. "Jadi ya, biarkan saja." Amara menaikkan kedua bahunya acuh saat melihat gerak-gerik mata-mata milik JJ Grup dari tablet yang terhubung dengan cctv. Amara kemudian terkekeh geli, membuat Anne bingung melihatnya. "Kau tahu, aku sudah mengacaukan semua laporan yang ada. Yang mereka dapatkan sekarang itu laporan palsu." Amara mengedipkan matanya.
Anne memandang wajah Amara tak percaya. "Jadi...Nona..."
"Kita tidak boleh lengah. Harus selalu selangkah lebih dulu dari si bodoh itu." Amara tersenyum senang. "Maka dari itu, biarkan saja mata-matanya tetap di sini." Amara mengetukkan jari-jarinya di meja. Bunyi hentakkan kukunya yang panjang berwarna merah ceri itu terdengar di seluruh penjuru ruangan. "Jesko Jardin pasti senang sekali kan saat mengetahui kalau pusat perbelanjaan miliknya jauh lebih unggul dari milikku." Sudut bibir Amara melengkung ke bawah, pura-pura sedih. Tak lama, ia tertawa terbahak-bahak. "Tapi si bodoh itu tak tahu kalau aku sudah mengacaukan semua laporannya."
Anne terdiam. Sudah lima tahun dia bekerja dengan Amara. Dalam benak Anne, ia kira Amara adalah wanita berparas cantik yang sangat berwibawa, tegas, dan tidak pernah menyerah. Setelah bekerja dengan Amara, semua yang ia pikirkan itu benar, tapi dia tidak menyangka kalau Amara itu sangat gila. Seperti sekarang ini contohnya. Kalau aku jadi rekan bisnis nona Amara, aku akan berpikir tiga sampai sepuluh kali untuk membatalkan kerjasama.
"Apa kau sudah menyiapkan semua yang ku minta?"
Anne mengangguk. "Hotel Sky Blue, kamar 1127." Anne memberikan kartu pada Amara. "Sudah saya siapkan semuanya."
Amara mengedipkan matanya pada Anne. "Memang kau yang paling bisa ku andalkan!" Amara menaruh kartu itu ke dalam tasnya. "Kalau begitu, tolong belikan aku es kopi susu seperti biasa, oke?"
Anne mengangguk kemudian menundukkan kepalanya sebentar sebelum berjalan keluar dari ruang kerja Amara. Amara mengambil ponselnya dan mengirimkan uang bernilai fantastis untuk Anne dengan pesan 'Terimakasih, Anneku sayang. Ini imbalanmu untuk misi kita kali ini'.
-
Gaun berwarna merah wine ketat itu menunjukkan lekuk badan Amara, membalut tubuhnya yang indah. Rambut coklat sedikit terang miliknya ia rubah menjadi warna hitam. Tak lupa, Amara menutup mata hazelnya yang indah dengan kontak lensa berwarna abu-abu. Amara menggeram ketika harus mengubah penampilannya total untuk bertemu dengan Jesko Jardin. Saat ini ia berada di Hotel Blue Sky milik Jesko Jardin untuk menjalankan misinya.
"Kalau bukan karena misiku, aku tidak mau terlihat layaknya wanita penggoda seperti ini!" Amara merubah gaya rambutnya yang panjang halus lurus itu menjadi sedikit keriting di bagian bawah. Mengagumi wajahnya sebentar, ia memainkan rambutnya sambil tersenyum. "Ternyata, aku cantik juga kalau penampilanku berubah drastis." Tak lupa, ia memakai heels berwarna hitam dengan tinggi 10 senti untuk membuat tubuh mungilnya itu semakin semampai. Setelah siap, Amara mengecek jam di dinding kemudian membereskan semua perlengkapan yang ia bawa. Ia menyembunyikannya di lemari. Keluar dari kamar nomor 1127 di lantai sembilan, Amara menuju bar mewah khusus pengunjung VVIP untuk menemui Jesko di sana.
Amara mengeluarkan kartu ruang kamarnya sebagai tanda ia merupakan salah satu pengunjung VVIP Hotel Blue Sky. Penjaga mempersilahkannya masuk setelah melihat kartu yang Amara pegang. Matanya sembari melihat kanan dan kiri, mencari sosok Jesko Jardin yang dikabarkan sering datang mengunjungi bar mewah miliknya setiap hari-hari tertentu. Amara yakin Jesko datang hari ini. Anne sudah mengkonfirmasi, ia tidak ingin usahanya sia-sia. Apalagi Amara sudah mengeluarkan uang untuk menyewa kamar, membeli baju, dan mempersiapkan hal-hal krusial yang mendukung misinya kali ini.
Amara duduk di sofa, memainkan ponselnya sembari menunggu. Mungkin aku harus menunggu satu jam di sini. Bosan sekali. Pikirnya sambil menggerakkan ibu jarinya, mencari-cari berita terbaru mengenai Jesko Jardin. Amara memesan minuman tak beralkohol untuk menemaninya sampai Jesko terlihat. Untungnya, tak perlu menunggu lama, sekitar sepuluh menit kemudian, pandangan mata Amara tertuju pada lelaki jangkung tampan mengenakan kemeja hijau mint dan celana katun berwarna putih tulang yang duduk di meja depan bartender. Tanpa membuang-buang waktu, Amara mendekatinya.
Lihat saja kau nanti. Kalau kau melakukan hal kotor padaku, maka aku akan membalasmu dengan hal yang lebih kotor.
YOU ARE READING
The Wrong Apple He Bit (18+)
Romance[rated 19] JJ Grup saat ini masih menguasai dunia bisnis. Siapa yang tidak tahu JJ Grup? Jesko Jardin, yang sekarang menjadi ahli waris JJ Grup, tersenyum senang di meja kerjanya sambil menonton televisi yang terus menyoroti dirinya dengan segudan...
