Bab 3 Arem-Arem Cinta

Start from the beginning
                                    

"Beda tipis ya antara melamun dan berpikir. Bukankah tahapan berpikir itu dilalui dengan melamun, merenung kemudian berpikir?" Dengan sok tahu, Euis memojokkan Ni'am. Gayanya yang humoris membuat Ni'am nyengir.

"Ternyata kamu pintar, ya?"

Euis langsung menangkup pipinya dengan satu tangan, "Masya Allah banget shubuh ini. Udah denger salam, eh... dipuji juga. Ayang emang paling jago deh menjungkir-balikkan dunia Adek."

Adek?

"Kamu kayaknya perlu dibawa ke psikiater."

"Aku doyannya mahasiswa. Calon sarjana double degree dari Trisakti." Euis senang melihat Ni'am melongo.

"Darimana kamu tahu kalau aku ambil dua jurusan? Jangan-jangan kamu juga tahu nama jurusan yang kuambil?"

"Namanya juga calon istri pengertian, tentu aja tahu." Euis geli melihat wajah Ni'am yang kelabakan. Cowok itu mengusap wajah, mendesah, kemudian kembali menatapnya dengan geram.

"Tahu dari mana?"

"Kalau aku jawab, maka Ayang harus melamarku." Tantang Euis, sok membuat penawaran, dan kalimatnya berhasil membuat Ni'am tertawa geli. "Ada yang lucu...?"

"Mbak, denger, ya... aku emang belum pernah pacaran. Tapi, ketika adikku pacaran, aku tahu sebuah rahasia, wanita yang benar-benar menyukai pria itu rata-rata menyimpan perasaannya rapat-rapat. Dan kalau ada wanita yang blak-blakan seperti Mbak ini, maka itu bukan cinta tapi obsesi. Oke, ya... wajar kok kalau Mbak terobsesi." Ni'am ganti membalas Euis dengan telak-sedikit narsis juga. "Jadi, Mbak... sekalipun kita baru beberapa kali bertemu, aku percaya bahwa-"

"Ayang, ini mungkin bukan cinta, tapi ini adalah komitmen. Pada diri, Allah dan juga komitmen kepada Ayang."

Ni'am ingin membedah kepala Euis kemudian melihat apakah system sarafnya itu mengalami kerusakan. Jika memang benar, Ni'am mau memperbaikinya dengan dicolokkan di listrik agar gelombang kejut listrik membuat saraf itu kembali normal.

"Lho, Ni'am? Kamu juga di sini?" Seseorang muncul, menengahi mereka. Thaimiya muncul memakai pakaian berwarna putih, senada dengan baju yang dikenakan Euis.

"Bang Thaim?" Ni'am ikut bingung, "eh, iya... ada acara orientasi dan menyewa tempat di sini, biar dekat dengan kehidupan santri."

Thaimiya mengangguk. "Euis kenal dengan Ni'am?"

Masya Allah. Euis baru ingat ucapan Mufaisha. Bahwa Ni'am adalah sepupu Mufaisha, itu artinya Ni'am juga kenal dengan Thaimiya. Melihat Thaimiya menunggu jawabannya, Euis mengangguk ragu. Dia takut kalau Ni'am mencari tahu tentangnya dari Thaimiya.
Mati gaya dia.

"Belum mulai kan muraja'ahnya?" Thaimiya melanjutkan, dada Euis berdebar-debar, gadis itu berdoa semoga Ni'am tidak penasaran.

"Abang mau murajaah hapalan, ya?" Pandangan Ni'am beralih ke Euis, "lalu kamu?"

"Aku di pesantren ini buat memasak makanan untuk santri yang akan muraja'ah sama-sama. Uangnya lumayan, lho! Bisa buat tambah-tambah." Euis memencet telinga kucing hingga hewan kesayangan Nabi Muhammad itu mengeong keras. Euis melonjak kaget, spontanitasnya membuat Thaimiya tersenyum, sementara Ni'am mendesis kesal.

Kok ada wanita se-annoying dia? Pikir Ni'am.
"Apa Ayang mau bantuin?" tawar Euis dengan senyum lebar.

"Ayang?" Thaimiya menyela, ia memandangi Euis kemudian beralih pada Ni'am. Ni'am segera mengangkat dua tangan ke udara.

"Dia sepertinya perlu dirukyah sebelum memasak, Bang. Aku nggak tahu apa yang udah terjadi, kayaknya kewarasannya mulai hilang sejak Negara api menyerang!" Celoteh Ni'am, bukannya memperjelas masalah, justru membuat Thaimiya mengerutkan kening. "Mbak, jelasin deh. Aku nggak mau salah paham."

Sedang Malaikat Pun CemburuWhere stories live. Discover now