Bab 3 Arem-Arem Cinta

33K 2.9K 319
                                    


Ni'am baru saja mengadakan evaluasi kegiatan bersama panitia orientasi sebelum berangkat ke masjid pesantren untuk shalat shubuh berjamaah. Sejujurnya, sekalipun matahari sudah terbenam sejak 11-an jam lalu, Ni'am dan kawan-kawannya yang menjabat pengurus harian BEM belum memejamkan mata. Acara orientasi sampai malam hari, ditutup shalat sunnah kemudian Ni'am mengajak lima temannya briefing tentang kendala selama orientasi dan solusi yang akan mereka terapkan.

"Lo baik-baik aja Lathif?" Ni'am menatap Lathifa dengan khawatir. Sejak tadi Lathifa menunduk-hah, bukan tadi... tapi sejak tadi pagi saat mereka berada di kantor LIPI. "Wajah lo nggak enak banget, sumpah."

"Gue baik-baik aja. Oh ya, briefing udah selesai kan? Gue mau shalat shubuh abis itu istirahat. Fathur, tolong kondisiin pagi ini, ya? Ini rundown acaranya." Lathifa mengulurkan selembaran kertas kemudian berdiri.

Yi Xia memberi kode kepada Ni'am untuk diam, "Fa, gue ikut elo." Selanya, menyampirkan jilbab pashmina yang menjuntai ke bawah. Gadis berjilbab kuning tua dengan polkadot warna hitam itu mengangguk.

Ni'am menoleh pada Fathur, menanyakan apa yang telah terjadi pada Lathifa. Hanya endikan bahu yang didapatnya. Fathur sama-sama tidak tahu. Pandangan Ni'am beralih pada Watapona dan Shihab. Sama, dua cowok itu menggeleng. Tidak tahu apa jawabannya, Ni'am gusar sendiri. Ia kesal ketika ada rekan timnya yang menyembunyikan masalah dan membuat kerja mereka tidak nyaman.

***

"Ayo, Miu! Sini, Miu.... Ayo, kejar! Ayooo." Gadis itu berlari-lari di bawah lampu remang-remang. Seekor kucing berekor panjang berlarian di belakang si gadis. Ia mengeong dan mencoba menyaingi langkah tuannya. "Aaah, sini...." Lalu dua tangannya meraih kucing, menggendongnya dan mengelus puncak kepala hewan peliharaannya. "Duh... manis...." Ia tersenyum ketika kucing yang dinamai Miu itu mengatupkan mata diserta dengkuran halus.

Ni'am yang mengamati tingkah lakunya hanya tersenyum kecil. Ternyata, shubuh begini masih ada wanita yang menghabiskan waktu dengan hewan peliharaan ketimbang bermain dengan gadget, pikirnya, kemudian melangkah menuju ruang yang dipakai untuk orientasi.

Ketika Ni'am mencapai halaman, gadis yang ia lihat tadi juga sampai di halaman.

"Assalamualaikum!"

Suara itu tidak asing.

"Ih, Ayang! Somboooong."

Euis? Ni'am menoleh dan mendesah frustasi. Kenapa dia selalu bertemu Euis?

"Waalaikumsalam warahmatullah." Ni'am menyahut salam dengan ogah-ogahan. Dia melirik kanan kiri dan berdoa semoga teman-teman organisasinya tidak melihat dirinya berduaan dengan gadis yang ia anggap sinting.

"Shubuh-shubuh gini denger malaikat nyahut salam tuh rasanya adem. Duh, Bang... bawa Euis ke rawa-rawa. Euis gakuku." Celetuknya sambil memainkan mata genit.

Ni'am jantungan melihatnya. Cowok itu sampai mundur selangkah dan segera menegur organ pemompa darahnya yang mulai nakal karena berdetak seperti pandai besi memukul-mukul alat buatannya.

"Ada acara apa di pesantren ini, Ayang? Mau jadi hafidz Al-Qur'an juga, ya?" Euis menatap Ni'am dengan binar bahagia. "Atau sebenarnya kamu adalah hafidz Qur'an dan ke sini untuk muraja'ah hapalan?"

Ni'am pening mendengarnya. Sejauh ini, hapalannya hanya sampai surat Al-Muzammil. Dua bulan belum nambah lagi sampai kyai pengasuhnya pusing karena beberapa bulan ini otaknya ngadat. Mungkin efek mikirin organisasi, simpul Ni'am waktu itu.

"Ayang kok malah melamun?"

"Aku sedang berpikir." Elak Ni'am tidak mau terlihat konyol. Euis hanya terkekeh.

Sedang Malaikat Pun CemburuWhere stories live. Discover now