23.Reinald Kumat

23 1 0
                                    

Part ini bakalan tambah seru
setelah libur kemarin aku jadi dapat banyak ide.

***

Reynand berada di markas Across. Sebuah gedung tua. Berencana untuk membalas perbuatan geng Bruiser. Sambil berdiskusi. Strategi sudah tersusun. Sedangkan Irsyad hanya diam mengangguk. Jarang menanggapi. Cuma bilang ya. Itupun tidak sering.

Menutup gudang keluar dari markas. Reynand ke markas Bruiser. Sampai di sana Reynand mendapati anggota tengah duduk bermain ponsel. Ada juga bermain tik-tok. "Bro, bentar malam ada tanding balap di jalan raya kita daftar yuk." ucap Erik memberi tahu.

"Gue sih mau-mau aja habisnya gue nggak bisa tanding balap waktu itu lawan Reynand gagara cidera." seru Darrel.

Darrel mengeluarkan rokok. Asap mengepul di mana-mana. Anak berjaket hitam. Dengan tulisan Bruiser di belakang, berdiri karena melihat Reynand.

"Ngapain kalian ke markas gue?"

"Hari minggu adalah hari libur tapi gak ada kata libur untuk geng kami membasmi sampah kayak kalian."

"Oke, gue malas gelut gimana kalau lo tanding di jalan raya kita balap? Deal." Reynand benci basa-basi. Menerima tawaran Darrel sang ketua.

"Woi bakalan jadi pertarungan besar nih!" Bara anggota Bruiser ikut mengancungkan tangan. Tanda setuju.

***

Syahira menyiram tanaman yang mulai layu. Libur bukan berarti bersantai. Sedangkan di dalam Yasmin bersama Ibu membuat kroket. Keduanya tampak sibuk memasukkan sayuran.

Farhan tidak keluar kamar. Pikirannya tertumbuk pada tulisan. Sudah lama membuat karya terbengkalai. Notifikasi masuk.

Adiva memposting foto bersama keluarga Zero. Mereka bertemu di rumah. Ada acara pengajian juga. Farhan menutup ponsel. "Kalau memang itu yang terbaik, aku ikhlas." relung hati Farhan sudah menerima jika memang perkataan tempo hari berdampak buruk. Adiva meninggalkannya, kembali bersama Zero.

***

Malam menjelang arena pertandingan sangat ramai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Malam menjelang arena pertandingan sangat ramai. Reynand memasang helm. WhatsApp berbunyi berkali Reynand abaikan.

Benar dari Melody.

Melody

Besok gue pentas, datang ya Rey di gedung kesenian jam satu siang!

Tak ada balasan Reynand mematikan ponsel.

Kamar sunyi senyap Reinald memegang dada. Penyakitnya kembali datang. Reinald mengambil segelas air, malah terjatuh. "Sayang kamu di mana?" suaranya serak.

Bayangan tentang putra di masa kecil terbuka. Airmata jatuh. Seseorang masuk membereskan pecahan.

"Bapak sakit, sini saya bantu." Supir baru prihatin melihat kondisi Reinald.

"Air..." lirih Reinald.

Bi Zumi membawa nampan berisi air. Dada Reinald masih sesak, terpaksa dibantu oleh sang supir. "Makasih kalian boleh keluar." Reinald meredahkan sedikit emosinya.

***

Malam harinya Syahira keluar ke supermarket membeli pulpen. Tapi semua berubah ketika pandangan mengabur. Kepalanya pusing. Mungkin efek kelelahan.

Syahira tumbang belum masuk ke pusat belanja. Reynand berhasil menang. Sedang Darrel malu. Dia kalah. "Awas lo gue balas!"

Reynand terdiam sejenak. Bergerak meninggalkan jalan raya. Di tengah jalan pulang Reynand melirik sesuatu.

"Astaga, siapa cewek itu?"

Reynand turun dari motor. Kegelapan membuatnya sulit mengenali. Sampai harus menunduk untuk tahu. Perlahan Reynand mengagah. Benar, dia kenal. "Syahira bangun..." Reynand tidak menyentuh kulit gadis itu.

"Syahira..." Setelah lama menunggu Syahira bangun. Bergegas pergi. Gadis itu menjauhi Reynand.

"Woi, hape lo jatuh." Reynand mengejar berusaha mengembalikan. Syahira lekas mengambil. Malu pingsan di tengah jalan.

***

Mengetahui suaminya sakit Sakinah menelpon dokter pribadi. Setelah itu Sakinah beralih mengirim pesan kepada putranya.

Belum ada respon. Sakinah masuk ke kamar. "Mana Reynand?"

"Belum pulang Mas." Reinald memegang dada.

Dentuman motor terhenti di sekitar pekarangan. Reynand turun. Menyapa supir baru. "Bapak, pulang aja gak usah khawatirin rumah nih gocap." Reynand menyerahkan uang. Namun ditolak.

Dokter pribadi masuk memeriksa keadaan Reinald. Reynand tergugah. Hatinya diliputi kesedihan. Di usia senja harusnya Reinald bisa istirahat.

Tapi keadaan memaksanya sibuk bekerja. Perlahan kaki berpindah ke ke dapur. Sakinah menyusul sang putra. "Kamu dari mana aja, ini udah jam dua belas malam?" tanya Sakinah menyentuh lengan Reynand.

"Kalau mau aku bisa pulang jam tiga, tapi berhubung ngantuk jadi aku pulang." ujar Reynand santai. Air di kulkas Reynand masukan lagi.

"Papa cari kamu? Ayo Nak ketemu." Sebenarnya malas. Tapi wajah memelas Sakinah membuatnya luluh.

Reinald menunjukkan raut datar. Suaranya kian menipis. Dokter menyarankan agar Reinald jangan berpikir berat. Jantung kambuh akibat pikiran, ekstra keras dalam bekerja.

Memberi obat dokter pun pamit. Reynand menatap teduh mata itu. Persis seperti dirinya keras kepala. "Andai aja Papa gak ngatain aku pembawa sial, hal merendah lainnya, mungkin keluarga harmonis itu ada, aku nggak bandel seperti sekarang." selapis cairan putih membasahi pipi. Reynand duduk menyentuh jemari Reinald.

"Mungkin aja kita bisa bahagia, Papa juga kasar lampiasin semua ke Mama tanpa aku tahu sebabnya, Papa benci aku ya." lanjut Reynand. Hatinya teriris. Luka dalam masih membekas.

Mata Reinald basah. Tapi tidak ada suara.

Kejadian di masa lalu membayangi lagi. Reynand sulit bersosialisasi. Mengasingkan diri ketika Sd, karena motor Reynand menemukan jati diri di Sma. Reynand bisa bergaul.

***

Tbc...

Baper gak?

Mengandung bawang kan part ini sama aku juga suka sama scane ini. Jadi makin cinta dengan kisah buatan sendiri.

REYNAND & SYAHIRAWhere stories live. Discover now