Bagian 20 : Ujian

64 42 7
                                    

Jangan lupa vote dan komen. 🌟ԅ⁠(⁠ ͒⁠ ⁠۝ ͒⁠ ⁠)⁠ᕤ

 🌟ԅ⁠(⁠ ͒⁠ ⁠۝ ͒⁠ ⁠)⁠ᕤ

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

***

Sion dan Clovis tengah kelimpungan ketika Lavanya terus menangis. Mereka bingung harus menghentikan dengan cara apa menenangkan gadis ini.

Lavanya yang saat ini sedang duduk di ayunan taman komplek, menangis bahagia karena akhirnya kedua pria ini muncul setelah Sion menghilang selama empat hari, lalu Clovis selama tiga hari.

"La-Lavanya, jangan nangis lagi ya? Na-nanti gua beliin makanan banyak, mau?" tawar Clovis dengan raut khawatir dan jongkok di depan Lavanya.

Lavanya menggelengkan kepalanya, ia terus menatap keduanya sembari mencebikkan bibir. 'Aku gak akan biarin kalian buat aku gemuk!'

"Lavanya, aku gak akan pergi lagi, tapi kalau mau nangis, gak apa kok, aku tungguin," ucap Sion sama halnya berjongkok di depan Lavanya.

"Bohong! Kalian kemarin ngilang gitu aja! Apa segitunya gak mau bilang dulu? Apa … Kalian muak sama sikap aku?" tanya Lavanya sembari sesenggukan dan menyembunyikan wajahnya di kedua lutut yang ia tekuk.

"Nggak!" Keduanya menjawab bersamaan dengan nada panik, lalu setelahnya saling lirik.

Sion memegang tangan kiri Lavanya seraya berkata, "aku gak pernah sedikit pun muak, bahkan mau itu di kehidupan sebelumnya sampai sekarang, aku tetep sayang sama kamu layaknya pria bodoh."

Clovis mendengar hal itu, dia tak ingin kalah dan segera memegang tangan kanan Lavanya, "gua juga, ma-malah gua … Gua suka lo Lavanya!" Hanya karena ingin menenangkan gadis kesukaannya, Clovis sampai harus menyatakan perasaannya.

Lavanya yang semula menangis sesenggukan, kini berhenti, wajahnya masih ia sembunyikan di kedua lututnya yang ditekuk.

'Me-mereka kenapa malah ngomong gitu sih?!' batin Lavanya dengan wajah yang sudah memerah.

Lavanya belum siap! Ia bahkan masih denial terhadap perasaannya kepada Clovis. Mengapa? Di saat seperti ini … Mereka menyatakan perasaannya.

Meski sebelumnya Sion pernah menyatakan perasaannya. Akan tetapi, Lavanya tidak menanggapi terlalu serius, lagi pula Lavanya menganggap Sion sebagai kakak sendiri.

Sifat Sion yang selalu melindunginya dari hal apa pun, membuatnya menganggap Sion sebagai kakak. Namun, di saat seperti ini, Lavanya berdebar akan pernyataannya.

'Ah nggak! A-aku berdebar gini bukan karena Sion! Kayaknya karena Clovis … Tapi Sion, aargh nggak, aku gak suka dua-duanya,' batin Lavanya yang lagi-lagi denial.

Sion tersenyum, dia berdiri dengan tangan mengusap kepala Lavanya, "gak usah di jawab sekarang juga gak apa. Lagian udah dari dulu kamu selalu denial."

'Kamu gak mungkin bakal suka aku,' batin Sion menatap kelingkingnya.

BACK TO THE PAST (TAMAT)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant