BAB 22: Takdir Nona Cupid

2.5K 722 193
                                    

Mobilnya telah berhenti di depan gerbang sekolah, tapi satpam yang berjaga dan mengenalnya sebagai tamunya William, tidak kunjung memberinya akses masuk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mobilnya telah berhenti di depan gerbang sekolah, tapi satpam yang berjaga dan mengenalnya sebagai tamunya William, tidak kunjung memberinya akses masuk.

"Siang, Pak. Bisa tolong bukain? Seperti biasa, saya mau ketemu Will—maksud saya, Pak William," ucap Juni, berusaha mengingatkan pria itu jikalau memang lupa. Namun, dugaannya keliru.

"Iya, saya tahu. Justru itu, Mbaknya nggak boleh masuk," responsnya dari balik jeruji pagar yang begitu tinggi di antara mereka.

Di kursinya, Juni berjengit. "Lho, kenapa? Bentar lagi, kan, bel pulang sekolah bunyi."

"Masih lama, Mbak. Masih 45 menit lagi."

"Ya udah, makanya bukain dulu. Saya mau nunggu di dalam."

"Mulai dua hari lalu sudah ditetapkan peraturan baru, khususnya bagi guru. Hanya yang berkepentingan dengan sekolah yang boleh masuk," tegas satpam.

"Saya, kan, penting!" Juni berdecak. "Lagian saya juga cuma di area parkir doang selama ini. Yang terakhir kali bisa sampai lapangan pun karena diundang Pak William sendiri. Saya nggak pernah ganggu anak-anak belajar!"

"Saya cuma patuhin peraturan, Mbak. Lagian, Mbaknya emang nggak dikasih tahu sama Pak Will? Katanya pacar?"

Juni langsung melotot mendengarnya. Sial! "Nggak, karena saya sibuk kemarin! Saya ini CEO Rumah Jodoh, tahu?!" dalihnya.

"Nggak tahu, Mbak. Saya udah punya istri. Udah punya cucu juga. Nggak mikirin jodoh lagi," balas si satpam yang tampak tak acuh. Baginya, yang bisa sombong terhadapnya hanya Pak Subroto. Selain menjadi kepala sekolah, beliau juga pemilik dari sekolah ini. "Udah, Mbaknya mendingan pulang. Saya nggak akan bukain soalnya. Nggak akan ada yang bukain. Jangan sampai saya panggil kepala sekolah langsung buat turun tangan. Nanti Mbaknya diblacklist, lho."

Kesal, Juni pun keluar dari mobilnya upaya berdiri, menghadap langsung satpam yang kini tampak jiper. "Bapak lagi ngancam saya? Silakan. Panggil kepala sekolah ke sini sekarang. Saya nggak takut!"

Merasa yang dihadapinya adalah perempuan gila, satpam tersebut memberi arahan pada rekannya yang berada di dalam pos satpam untuk memanggil Pak Subroto karena ada tamu yang sulit diusir. Tidak seperti yang lain yang langsung mengerti dan berusaha menyesuaikan dengan peraturan baru di sekolah.

Saat masih asyik berdebat karena tidak mau perjalanannya ke Jakarta jadi sia-sia, sudut mata Juni menangkap sosok paruh baya dan berpakaian rapi yang sedang berjalan ke arah gerbang, di mana keributan kecil terjadi. Juni menduga bila pria tersebut adalah kepala sekolah yang dimaksud satpam. Dan benar saja.

"Ada apa ini?"

"Ini, Pak Subroto. Mbak ini ngaku sebagai tamu Pak Will—"

"Emang benar, kok! Bukan ngaku-ngaku!" sergah Juni dari balik jeruji pagar, bak harimau yang sedang kelaparan di kebun binatang. Siap menerkam mangsa dengan kuku jemarinya yang panjang.

Mengejar JodohWhere stories live. Discover now