Cafe 2

0 0 0
                                    

Menunggu, tau kan rasanya menunggu? Harap-harap cemas gitu apalagi orang yang kita tunggu tidak ada janji sama sekali dengan kita. Bodoh? Iya sisi lain dari diriku mengatakan begitu bagaimana jadinya aku mengharap kedatangan seseorang hanya dengan menebak-nebaknya saja? Yah tapi disinilah aku sekarang di cafe yang Minggu lalu aku iseng datangi. Entah kenapa saat ini hati dan logikaku saling bertentangan.

Pucuk dicita ulam pun tiba, akhirnya penantianku berbuah hasil, dia benar-benar datang dengan setelan gamis silver kombinasi biru tua, kerudung warna silver, tas jinjing  berwarna krem dan aksesoris khasnya kacamata yang sering dipakai diatas kerudungnya entahlah kenapa ia sering melakukannya mungkin bosan pakai kacamata atau jangan-jangan style sekarang emang gitu ya? Ahh aku kalau urusan style emang kudet. Dia datang seperti yang firasatku katakan dan tepat seperti dugaanku dia duduk di tempat yang sama. "Oke inilah saatnya" batinku sembari pelan-pelan berjalan menghampirinya.

"Hello, boleh gabung?" Dia pun menoleh "Allo, boleh-boleh" sambil meletakkan hpnya ke meja, sederhana tapi tidak semua orang bisa melakukannya dan aku bahagia sekali dihargai seperti itu.

"Kamu suka baca novel Tere Liye juga?" Tanyaku "Eh kok kamu tau?" Bukannya jawab ia justru bertanya balik "Minggu lalu aku kayak liat Novel Matahari Minor di tasmu" ia pun mengangguk mengiyakan "Iya suka banget apalagi yang Bumi The Series"
"Sudah baca yang Ily?" Fyi Ily adalah novel terbaru dari bumi the series "Belum tau, kemarin aku mau beli tapi sudah sold out" jawabnya
"Aduh kasian banget" ucapku prihatin "Entar aku pinjamkan deh"
"Seriusan? Promise?" Ia menatapku dengan mata berbinar-binar "Cantik banget sih" batinku "Iya janji, tapi kapan-kapan  ya sekarang lagi ada yang minjam soalnya" puas mendengar jawabanku ia pun tersenyum "Thanks" ucapnya "You are welcome" balasku.

"Kamu udah baca berita yang Viral itu?" Setelah sepersekian menit kita diam-diaman akhirnya ada yang memulai pembicaraan
"Yang mana? Kasus penganiayaan di pesantren itu? Tanyaku memastikan memang benar sih berita itu membuat gempar dan trust issue orang-orang terhadap pesantren
"Yah benar yang itu, menurutmu gimana?" Pancingnya "Hmm, kalau menurutku kasus semacam itu sangatlah kompleks, pangkal permasalahannya tidak hanya tentang santri yang dianiaya hingga meninggal tapi juga meliputi pengurus pesantren yang ikut andil, pengasuh yang berusaha menutup-nutupi kasus serta orang tua yang slow respon" jawabku "Oke aku potong dibagian kompleks jadi dalam hal ini kamu menyalahkan semua pihak termasuk orang tua anak?" Ia bertanya lagi sepertinya isykal dengan jawabanku "Iya benar tapi juga perlu digaris bawahi bahwa yang memiliki andil terbesar tetaplah pelaku penganiayaan" jelasku "Aku masih kurang setuju dengan perkataanmu bahwa orang tuanya juga memiliki andil dalam hal ini" aku menatap wajahnya yang masih penuh dengan isykal "Oke aku jelasin pelan-pelan ya, tau screenshot chatan korban dengan orang tuanya?" Ia hanya mengangguk menanggapi pertanyaanku "Oke coba bayangkan jika mereka fast respon terhadap laporan anaknya? Bukankah kemungkinan si anak untuk selamat masih ada?" Dan yang makin aneh si anak lapornya sudah berkali-kali kan?   Yah meskipun mereka pun tidak bisa sepenuhnya disalahkan juga toh mereka termasuk dalam kategori korban juga dalam kasus ini" aku menutup argumenku dengan nafas panjang sembari meminum Cappucino yang mulai dingin "Oke aku setuju dengan pendapatmu, tapi sangat disayangkan ya gara-gara kasus ini banyak orang yang trust issue dengan pesantren" ucapnya sembari mengaduk Caffe latenya yang sepertinya juga mulai dingin, aku hanya gemas melihat bibirnya penuh dengan busa susu dan itu membuatku reflek menyodorkan tissue kepadanya "Eh makasih" jawabnya kikuk sepertinya ia terkejut mendapati perlakuanku "Sama-sama" mendengar ucapannya aku pun juga tersadar dengan perbuatanku entah datang darimana keberanianku
"Iya benar gara-gara kasus itu orang-orang jadi sinis sama pesantren, mereka langsung menggenalisir bahwa pesantren abai dalam hal penanganan bullying yang terjadi pada para santrinya" aku pun segera menjawab pernyataannya untuk menghilangkan momen awkward tadi "Mana pengurus pesantrennya ikut ngebully lagi" ujarnya menambahi "Betul dan seharusnya pengurus pesantren menjadi garda terdepan dalam hal ini eh malah ambil bagian".

"Wah udah sore aja nih gak kerasa" aku melirik pergelangan tanganku melihat waktu yang seakan-akan berjalan begitu cepat "Oh iya juga, gak kerasa loh kita udah lebih dari sejam ngobrolnya" ujarnya sambil melihat layar handphonenya "Terakhir nih ya boleh minta IGnya?" Mendengar permintaanku dia terdiam sejenak hal itu membuatku harap-harap cemas "Boleh tapi jangan ketawa ya" jawabnya "Kenapa harus ketawa? Tanyaku heran "Udah entar tau sendiri siniin hpnya" pintanya, aku pun menyerahkan hpku dengan penuh tanda tanya "sandinya?" Ia menyodorkan kembali hpku "Usap aja itu gak ada sandinya" jawabku ia pun mengusap layar hpku dan membuka Instagram yang juga tidak terkunci "Kok bisa hari gini hp gak ada sandi sama sekali" tanyanya heran "Mmm malas aja sih buatnya lagian gak ada rahasia negara juga" jawabku sembari menggaruk kepala yang tak gatal "Ada ya orang kek kamu, bentar aku follback dulu" kekehnya sambil mengembalikan hpku dan notifikasi muncul dari Igku "ratulangit12 mengikuti balik" membaca notifikasi itu membuatku reflek tertawa "Tuh kan ketawa" ujarnya kesal "Sorry sorry aku gak expect aja nama akunmu kek gini" melihatnya cemberut aku segera menghentikan tawaku "Itu aku buatnya pas masih alay" ia menjelaskannya dengan pipi bersemu "Gak papa juga sih semua orang pernah melewati fase itu juga kok" ucapku diplomatis dan ia hanya mengangguk mengiyakan "Oke aku pamit duluan ya bye bye" pamitku  "bye bye juga hati-hati di jalan ya" pesannya sembari memperlihatkan senyuman manisnya.

Demikianlah pertemuan sore itu terus berlanjut setiap minggunya di waktu yang sama dan tempat yang sama, tanpa perjanjian tertulis dan kesepakatan diatas materai, hari menjadi minggu, dan minggu menjadi bulan. Waktu berjalan sebagaimana mestinya tak ada yang berbeda hanya saja ada seorang anak Adam yang berusaha mengukir kisahnya sendiri entah bagaimana akhirnya nanti baik atau buruk kah? Bahagia atau sedih kah? Susah atau senang kah? Semuanya masih rahasia Tuhan. Tapi di setiap kali aku pulang dari pertemuan menyenangkan itu, setiap itu pula aku selalu memikirkannya segala hal yang berkesan tentangnya. Dia yang menyenangkan ketika ngobrol santai dan mengagumkan tatkala bicara serius. Wahai betapa sejak saat itu pulalah aku menitipkan namanya kepada Tuhanku di sela-sela doaku, berharap ia tidak pernah berubah, berharap keadaan tidak pernah bisa mengubahnya, berharap semuanya akan baik-baik saja.

AlloHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin