Biji WHAt?

33 26 3
                                    

Rumah tercinta

09:20

Pagi ini, gue bangun dengan mata yang sedikit sembab. Demi dedemit yang nempel di pohon depan rumah gue, gue semalam kejar-kejaran sama ibu nonton drama korea! Gue baru tidur jam tiga dini hari, demi menemani ibu tercinta gue nonton.

Drama itu cukup menguras emosi. Belum lagi peran antagonisnya, yang pengen banget rasanya gue ulek di ulekan cabe ibu gue.

Nyesek coy, rasanya ngelihat tuh drama setiap episodenya bikin nangis. Gue sih bukan pecinta film banget. Tapi kalau lihat orang nangis, ini bola mata gue juga keikutan ngeluarin air.

"Semalam dramanya bikin kesel ya, Mon?"

"Hmm. Tapi tetap aja ibu nonton"

Gue duduk di meja makan sambil menunggu sarapan. Gue ambil roti biskuit punya adek gue buat ngeganjel nih perut. Serius gue lapar.

"Punya, Tasya kak!" Baru gue comot sebiji, udah main pukul aja ini bocah.

"Siapa sih itu namanya, si kim kim itu. Ih pengen banget rasanya ibu goreng. Jahatnya ya gusti" Mulailah pagi kami yang ceria dengan cerita perdrakoran yang gue sama ibu lihat tadi malam.

"Ada apa sih, ibu pagi-pagi kok udah ngomel?" Bapak gue datang dengan stellan pakaian kerjanya, dan ikut berkumpul di meja makan.

Sebenarnya hari ini adalah hari libur, libur di gue, libur juga di Bapak. Namun apa daya rakyat miskin seperti kami ini? Bapak harus terpaksa kerja, karena hari ini, pak Abitama harus berangkat ke suatu daerah. Masa bodoh daerah mana, kagak ngerti juga gue mereka mau ngapain.

"Pulang jam berapa, pak?" Tanya gue sambil mulai memasukkan sesuap bubur bikinan ibu gue ke mulut.

"Kalau gak nanti malam, ya besok pagi, Nell"

"Makan dulu pak" Bapak gue mengangguk dan berterima kasih saat ibu gue memberikan sepiring bubur ayam.

"Sibuk banget ya?" Ibu gue mulai mengelus pundak Bapak dengan lembut. Memberi kecupan singkat di kepalanya.

Ellahhhh.... Gue di kira bocah TK kayaknya

"Iya, bu" Bapak gue mengamit tangan ibu dan memberikan kecupan singkat juga di telapak tangannya.

"Cihhh. Udah tua juga. Ada kamar bu, pak!"

Mereka berdua hanya tertawa. Ini yang buat gue merasa senang. Tidak perduli seberapa tua usia mereka. Orang tua gue selalu romantis. Ibu gue gak pernah mengeluh dengan keadaan kami.

Selayaknya para ibu-ibu sosial zaman sekarang, yang hobby berbelanja, make up, salonan dan yang lainnya. Ibu gue lebih milih tampil apa adanya di depan Bapak gue. Bukan karena tidak punya uang. Setelah Bapak bekerja di tempat pak Abitama, Bapak sudah pernah menyuruh ibu pergi berbelanja. Yah, sekedar membeli pakaian yang ia mau.

Namun apa daya? Ibu gue lebih milih beli barang buat gue, dan adik gue Tasya.

Kalau Bapak gue nanya 'ibu kenapa gak beli punya ibu?' Jawab ibu gue simpel. Kaya makanan ringan 'baju ibu masih bagus-bagus. Baju pemberian ibu Marinka juga masih banyak. Kebutuhan anak yang utama pak'

Cocuit ga?

Banget kata gue. Ibarat nih ya, semisalnya kehidupan yang selanjutnya itu beneran ada. Dan gue bisa lahir lagi ke dunia ini. Gue tetap lebih milih terlahir sebagai orang miskin, asalkan orang tua gue tetap sama. Gak masalah gue.

"Pak, bu. Hari ini Nella boleh main ya, ke rumah Risa. Sekalian jalan, mau cari buku"

"Iya boleh. Pulangnya jangan gelap banget ya. Angkutan umum ke daerah kita itu susah"

SI BULUK DAN KISAH CINTANYAHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin