Bagian 5: Mantan anggota organisasi

11 6 7
                                    

⚠️WARNING⚠️
TYPO BERTEBARAN, HARAP KOMEN SAAT MENEMUKAN TYPO

Happy reading

***

Kedua pria itu berdiri di lorong depan pintu rumah di samping tangga menuju lantai dua. Suara cekcok dan perdebatan mereka tidak terdengar kuat di gelapnya ruangan tanpa penerangan selain dari cahaya bulan yang masuk lewat jendela dan fentilasi udara.

Dua pria dewasa itu saling tatapan sampai akhirnya pandangan salah satu dari mereka buram dan gelap. Pria itu terlungkai jatuh bersimbah darah. Darah merembes membanjiri lantai, mengotori sudut sepatu pria itu yang berhasil menarik pelatuk hingga menempus masuk ke jantung korbannya.

Ia menghela nafas. Berat dalam batinnya melihat pria itu tewas. Tetapi aku tidak memiliki pilihan lain, bahkan untuk berpamitan saja tidak ada waktu baginya.

Ia menatap pandangan keseluruhan sudut ruangan. Satu hal membuat maniaknya terhenti. Dibalik tubuh pria itu, seorang anak kecil berusia 7 tahun kira-kira—berdiri beberapa meter dibelakang.

Anak kecil itu laki-laki. Kulitnya putih halus dengan mata tajam dan rambut hitam tebal sedikit ikal. Dia sangat mirip dengan pria yang dia bunuh.

Tanpa menatapnya langsung. Dari sudut pandang, pria berjubah itu bisa merasakan apa yang ada dibelakangnya.

Warna bola mata anak itu memantulkan cahaya rembulan yang masuk lewat jendela rumah. Remang-remang.

“Kau mau ikut bersamaku, nak?” Anak laki-laki itu mengerjabkan mata, wajahnya dingin, tidak terkejut sama sekali. Dia hanya sedikit kaget dengan suara tembakan barusan.

Pria berjubah itu membalikkan badan. Mendatangi anak itu di lorong rumah besar disamping tangga. Ia berjongkok dihadapannya, menatap mata tajam anak itu.

“Aku suka matamu itu. Seperti burung elang dilangit.” Ia memuji. Menarik kecil sudut bibir. “Kau tinggal bersama siapa lagi?”

“Mama,” Anak itu menjawab singkat. Suaranya serak, biasa seperti orang baru bangun tidur kebanyakan.

“Dia disini?”

Anak itu menggeleng pelan. Dia menarik sebelah sudut bibir, terlintas sebuah ide dipikirkannya. “Kau mau ikut bersamaku?”

“Siapa kamu?”

“Teman barumu,”

“Kenapa kamu membunuh papaku?” Anak itu bertanya pada masalah semula. Mengabaikan pertanyaannya.

Pria itu memasang wajah sok cemberut. “Itu papamu?” tanyanya prihatin. Anak itu mengangguk kecil. “Kalau begitu ikutlah bersamaku. Kau tak butuh orang itu. Aku janji, kau akan mendapatkan papa yang lebih baik darinya,”

Agar aku bisa membalas kejahatan yang sudah aku lakukan.

“Mau?” Pria itu mengulurkan tangan. Anak itu melirik tangannya, ragu-ragu menerima uluran tangan pria tak dikenalnya itu.

Seor mengangkat tubuh anak itu mudah. Membawanya pergi keluar dari kediaman anak tersebut. Dia melompat lewat jendela yang ia pecahkan. Tidak lagi lewat pintu depan. Biarkan orang rumah bangun, dan menyadari bahwa putra tunggal mereka diculik dan ayahnya yang tewas bersimbah darah di depan pintu.

Pria itu berlari-lari di halaman menuju semak-semak hutan yang mengelilingi mansion tersebut. Melewati dahan-dahan pohon kasar dan ribuan serangga berisik di malam hari.

“Tuan, kita mau kemana?”

“Kemana pun. Jadilah anak yang tenang dan tidak banyak bertanya. Maka kamu akan menjadi anak yang baik,” ucap Seor menasehati, di sela-sela langkahnya.

The Between Him (2) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang