[]1.4 : Untuk Semesta

386 55 10
                                    

-•||•||•||•-

Sepulang sekolah, Graville langsung bergegas menuju tempat kerjanya. Terik Bagaskara dengan nakal menyengat kulit tidak dia hiraukan, terus berjalan sembari mulutnya bersenandung gembira.

Mood nya cukup bagus sekarang. Graville puas dengan betapa baiknya hidup berjalan hari ini. Tidak ada drama kantin, tidak ada makhluk jelek yang mengganggu, ditraktir coklat oleh Patra dan kopi oleh Alaric.

Ah, menyenangkan sekali. Graville berseri-seri, mata hitam kelam miliknya berbinar. Dia berharap ketenangan ini bisa bertahan sedikit lebih lama, karena kalau tidak, jari tengahnya sudah siap teracung tinggi. Ditujukan untuk semesta darinya.

Itu adalah bentuk kasih sayang. Sama sekali tidak ada dendam, sungguh.

°•°

"Selamat menikmati." Graville sedikit menundukkan kepala, berkata dengan nada profesional.

"Loh, cuma itu?" Kedutan di sudut bibirnya hampir merusak citra Graville sebagai pegawai berpengalaman. Otak kecilnya dengan kecepatan tinggi mengingat-ingat apa yang kurang, saat pelanggan itu melanjutkan,

"Ayo, jadi adik gue!" Seketika itu, jalan pikiran Graville serasa tersendat. Ditatapnya lelaki itu, yang tengah menarik turunkan alisnya sambil menampilkan senyuman yang mirip dengan Sagara.

Menyebalkan.

- - -
Pada waktu yang sama, di suatu ruang tamu, Sagara bersin. Itu aneh karena begitu tiba-tiba. Lebih aneh lagi, bayangan wajah adiknya melintas tanpa alasan di benaknya.

Hm ...

Apakah sang adik tengah merindukannya?

Pasti begitu.
- - -

"Pelanggan ini bercanda," balas Graville, masih tersenyum.

Namun, tanpa diduga pelanggan berwujud seorang lelaki berusia pertengahan dua puluhan itu malah tertawa sebelum menepuk surai gagak Graville.

"..." Apa, sih? Apanya yang lucu? Graville sebagai manusia normal tidak mengerti, tolong, dia ingin pergi dari sana.

"Jangan gemes-gemes, nanti diculik orang jahat." Kata lelaki itu, mendaratkan tepukan terakhir, kemudian memberi Graville isyarat untuk melanjutkan pekerjaannya.

Bocah itu tidak membuang waktu, cepat-cepat pergi untuk mengantar pesanan lain. Dia menganggap nasehat yang diterimanya sangat tidak masuk akal. Graville itu tampan, lagipula, siapa juga yang ingin menculiknya. Kalau memang ada, orang itu pasti sangat tidak punya kerjaan. Selain tampan, Graville adalah warga yang taat. Jadi tidak ada alasan yang membuatnya sampai diculik.

Graville lalu tersadar saat sosok Devandra yang duduk dibalik meja bar tertangkap penglihatannya. Dia berniat menghampiri, langkahnya sudah setengah jalan begitu perhatiannya teralih pada seorang gadis yang berjalan dengan kepala tertunduk. Graville hendak menghindar,

Namun,

Graville tidak pernah menyangka, hal-hal merepotkan muncul tepat satu detik kemudian.

Bruk!

"AWW!!" Bukan, itu bukan dia. Mana mungkin Graville menjerit seperti itu, sangat tidak lakik.

Seorang gadis tampak terduduk menyedihkan dengan keadaan yang berantakan, bajunya basah oleh cairan berwarna coklat susu. Sebuah ponsel tergeletak hampir mengenai genangan cairan tersebut. Dibawah perhatian semua orang yang ada di sana, gadis itu menangis pilu.

Sementara itu, Graville yang juga dalam posisi yang sama, memandang kosong kearah lantai. Keadaannya tidak jauh lebih baik, seragam kerjanya terciprat kopi yang disebabkan oleh nampan yang jatuh tepat di genangan cairan lengket berwarna coklat itu, dan kepala belakangnya terantuk kursi kosong, menyebabkan pusing yang membuat visi-nya bergoyang.

Take My HandWhere stories live. Discover now