☆☆
Kepala Ratna hampir menempel di jendela mobil. Memandangi pemandangan kota Amsterdam di musim dingin yang sudah tak se ekstrim bulan Desember.
Paul fokus menyetir.
Tak banyak percakapan diantara mereka berdua. Maklum, Ratna masih canggung dan sungkan. Paul hanya ingin memberi Ratna waktu untuk perlahan mengenalnya.
Ketika melewati sebuah papan bertuliskan Zorgvlied cemetery, Ratna tergerak untuk bertanya. "Kita kenapa ke pemakaman?"
Tadi nya, dia mengira Paul memang hanya akan mengajak jalan-jalan.
"Sebelumnya, Yasmine menceritakan tentang kamu yang ingin bertemu keluarga dan mengunjungi makam pendonor matamu. Sekarang aku menemani mu ke sana."
Mulut Ratna kaku tidak tau harus berbicara.
Setelah mobil terparkir, mereka keluar, berjalan menyusuri pemakaman. Dari makam-makam tua sampai ke yang baru.
"Bukankah disini pemakaman.. papa juga?" tanya Ratna.
Paul tersenyum. "Benar,"
"Ayo!"
Sampai di depan makam tuan Carel yang telah dibangun dua undakan teras dan terdapat ukiran patung malaikat kecil di posisi kepala makam. Paul memberikan selembar kertas tebal pada Ratna.
Ratna memandang nya bertanya-tanya, "Apa ini?"
"Surat pernyataan pendonor mata untuk dapat melakukan kesepakatan donor dengan rumah sakit."
Pelan-pelan Ratna baca surat itu.
Syok. Matanya melebar terkejut ketika membaca nama sang ayah tertera di sana sebagai pendonor mata.
Ratna gemetar.
Sembari mengusap nisan makam tuan Carel, Paul berkata, "Papa pasti sangat senang kamu dapat melihat lagi, Ratna.."
Lututnya lemas. Ratna berlutut di samping makam. Menumpahkan air mata seraya memanggil, "Papa.. Hiks. Papa.."
Tidak tahan menahan air mata, Paul seka pipinya yang basah. Merangkul Ratna kembali bangkit.
"Ini keinginan terakhir nya, Ratna. Papa tau dia tak akan dapat bertahan lebih lama lagi, dan sebelum Tuhan mengambilnya kembali, dia ingin sempat memberikan sesuatu yang berarti untuk mu."
Tangis Ratna pecah bersama kesedihan yang bergejolak hebat.
Lagi. Bibirnya menyebut, "Papa.."
Di depan rumah sakit, Hendrick baru saja hendak memasuki gedung. Disana dia berpapasan dengan seorang wanita berambut pirang, model nya seperti rambut penyanyi Marilyn monroe. Berjalan anggun di tangga, se anggun penampilannya.
"Hai, Hendrick!" sapa nya tersenyum cantik.
Hendrick menoleh tak kalah antusias. "Lucy..! Apa kabar?"
"Baik. Lama sekali kita tidak bertemu. Bagaimana kabar mu?"
Di pinggir tangga, mereka mengobrol.
"Aku juga baik. Kau terlihat semakin cantik, Lucy!"
Langkah Freddie terhenti ketika melihat Hendrick dan seorang perempuan di luar sana. Lalu mendapati si perempuan tertawa akrab bersama Hendrick.
"Siapa dia?"
Tak lama, percakapan Hendrick dan Lucy berakhir. Lucy pergi menaiki mobil taksi. Sementara Hendrick lanjut pergi ke dalam gedung rumah sakit.
Menemukan Freddie tengah berjalan menuju ke luar, Hendrick pun tersenyum, bersemangat menyapa dan mengajak Freddie ke luar.
Hari ini mereka berdua janjian makan siang bersama di restoran dekat rumah sakit. Tapi sekarang, Hendrick merasa keheranan dengan sikap Freddie yang tak banyak bicara.
Sebelum meneguk kopi dia bertanya, "Apa kamu sedang lelah?"
YOU ARE READING
Something [END]
General FictionYou're a sunday morning kind of beauty Hindia Belanda, Jawa Barat, Tasikmalaya. 1943. Tidak ada yang tau, jika seekor kucing liar hadir, menjembatani mereka berdua pada suatu takdir. Sesuatu diantara dia & dia, sesuatu diantara mereka & kehidupan. Y...
![Something [END]](https://img.wattpad.com/cover/359438423-64-k106562.jpg)