CHAPTER 44

373 60 6
                                    

Seorang pria tampan dengan setelan jas mahal melekat pada tubuh atletisnya tengah berjalan di sebuah pemakaman. Pria tampan itu terus melangkahkan kaki panjangnya menyusuri setiap makam yang ada dan akhirnya berhenti di satu gundukan tanah yang masih terlihat baru di antara makam yang lain. Makam itu terlihat di penuhi oleh berbagai bunga tulip dan lili, bunga favorit adik bungsu kesayangannya. 

Pria tampan itu menekuk lututnya, berjongkok didepan nisan yang bertuliskan nama perempuan yang paling ia cintai setelah ibunya. Ia meletakkan satu buket bunga tulip berbagai warna di atas makam itu. Tidak ada kata yang keluar dari bibirnya dan hanya terus mengelus nisan yang bertuliskan nama yang begitu indah baginya. Nama yang dulu ia sematkan pada sang adik saat lahir, kini malah terukir di atas sebuah batu nisan.

"Aurora Nathaline Xander"

Nama itu diukir dengan indah di atas batu nisan namun terlihat begitu buruk di mata pria itu. Dirinya masih begitu tidak rela dan terus menyangkal bahwa orang yang ia sayang kini terkubur di dalam tanah. 

Tiba-tiba, air mata mengalir dari kedua mata yang selalu menampilkan tatapan tajam itu. Namun, tidak ada suara isakan yang terdengar. Matanya hanya menatap kosong pada nisan yang beruliskan nama sang adik. 

"Abang harap yang dia katakan itu benar." Ujarnya Setelah hampir 20 menit hanya berdiam dengan tatapan kosong, akhirnya ia mengeluarkan suara. Suara yang bisa menggetarkan hati para wanita.

"Abang berharap kamu benar-benar masih hidup meskipun di raga orang lain. Abang akan terus mencari kamu. Abang sayang sama kamu. Selalu" Ujarnya sambil mengecup nisan sang adik dengan lama. Setelah itu pria itu bangkit dan merapikan pakaiannya.

"Abang akan kesini lagi besok. Abang pergi dulu ya sayang." Pamitnya dan kemudian melangkah meninggalkan pemakan. Pemakaman yang hanya untuk orang yang memiliki darah keluarga XAVIER.

💚💚💚

Pagi hari di mansion keluarga LAXANDER kini tengah melakukan sarapan bersama. Hanya terdengar dentingan sendok dan garpu yang terdengar di ruang makan yang sunyi itu. 

"Ekhemm...Bagaimana dengan sekolah kamu Aurel?" Tanya Agraham memulai percakapan saat semua anggota keluarga menyelesaikan sarapan paginya.

"B aja." Jawab Aurel dengan sinkat kemudian menuangkan air kedalam gelasnya yang sudah kosong.

Agraham berdehem canggung saat mendapatkan jawaban singkat dari sang putri. Claudia melirik wajah sang suami yang terlihat canggung saat mendapatkan jawaban singkat dari putrinya.

"Rasakan itu." Batinnya tersenyum puas. 

"Kamu butuh sesuatu?" Tanya Agraham lagi berusaha mengajak Sang putri berbicara.

"Gak."

"Kalau kamu butuh sesuatu kamu bilang sama Daddy." 

"Hm."

"Uang jajan kamu masih ada? Nanti akan Daddy-"

TAK!

Aurel meletakkan gelas yang ia pegang ke atas meja dengan sedikit kasar membuat Agraham menghentikan ucapannya. Matanya menatap datar pada pria paru baya itu yang dulu selalu memandangnya dengan tatapan dingin dan datar kini sedang menatapnya dengan pandangan yang sedikit lembut.

"Anda tidak perlu melakukan hal yang membuat anda repot seperti itu." Ujarnya membuat suasana semakin canggung.

Agraham tersentak saat mendapatkan tatapan datar dari putri yang selama ini selalu dia abaikan. Dadanya berdenyut sakit saat putrinya itu tidak lagi memanggilnya Daddy.

DIFFERENT SOULS (HIATUS)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora