Bagian 4. Kebencian Leon

42 3 2
                                    


Srett

"Akhh Kak Leon le_pas hh"

Leon menulikan telinganya dari rintihan sakit yang lebih muda, justru tangannya yang mencengkram rambut itu ia bawa untuk menyeret Angkasa dengan tega

"Kak hiks sakit__udah"

Rintihan dari bibir Angkasa terus keluar bersamaan dengan tangis yang tidak bisa ia tahan, kakinya beberapa kali terantuk sesuatu saat Leon terus menyeretnya entah kemana

Brakk

"Eunghh"

Leon menghempaskan tubuh ringkih itu pada mobil audi hitam miliknya, tidak terlalu kuat namun sudah cukup untuk membuat Angkasa meringis kesakitan, melihat raut tak berdaya dari seseorang didepannya, Leon lagi-lagi justru tersenyum miring seolah tengah menikmati raut kesakitan dari yang lebih muda, ia memiliki rencana yang cukup jahat untuk membuat sosok didepannya ini lebih menderita

Tangannya kini kembali terangkat untuk mencengkram dagu yang lebih muda, sangat kuat dan menyakitkan

"akh"

Ringisan itu terdengar memilukan, tatapannya mengiba seolah meminta sedikit saja rasa belas kasihan pada sosok didepannya,

"Gue bener-bener muak liat bocah sialan kayak Lo ini masih bisa-bisanya hidup dengan tenang, Lo liat sebesar apa kehancuran yang udah Lo lakuin? Hah? Lo liat karena hidup Lo, orang-orang yang gue sayang pergi!? Lo bener-bener orang yang bakal gue benci sampe kapan pun, bahkan tangisan Lo ini nggak bisa nebus kesalahan-kesalahan apa aja yang udah lo lakuin, penderitaan Lo sekarang nggak ada apa-apanya karena Lo emang pantes dapetin ini semua! Lo pantes menderita seumur hidup Lo!

Air mata itu justru semakin meluruh dengan cepat, dadanya sesak, kepalanya berisik, Angkasa lagi-lagi dihancurkan oleh ucapan setajam pedang, pedang yang mampu menghunusnya tepat di dada hingga membuatnya kesulitan hanya untuk menarik napas dengan benar. Ia mengerti, sangat mengerti bagaimana kebencian dan rasa sakit itu tumbuh begitu besar di hati Kakaknya, namun apakah ia layak dihakimi seperti ini, dijatuhkan pada jurang yang gelap tanpa ada kesempatan untuk ditarik keluar, ia sudah terjatuh di dasar jurang, tubuhnya remuk, hatinya melebur bersama tangisan, namun ia tidak sekali pun menerima uluran tangan yang mengenggamnya untuk menguatkan justru tubuhnya yang sudah terkulai di dasar jurang itu terus dihantam dengan batu-batu yang sengaja dijatuhkan. lalu ketenangan seperti apa yang kakaknya itu maksud, bahkan ia sendiri tidak pernah berani untuk mendambakan ketenangan, karena saat ia berharap maka saat itu juga ia dibuat sekarat.

"M__maaf akh"

Angkasa lagi-lagi pasrah menjadikan dirinya terpojokan, di kepalanya banyak sekali kusut yang ingin diuraikan namun saat ia mencoba membuka suara, semua itu justru menghilang tercekat sakit di tenggorokan.

"Maaf Lo nggak bisa bayar apa-apa bangsat!"

Leon melepas cengkraman di dagu Angkasa dengan kasar hingga mampu meinggalkan rasa ngilu pada pipi yang lebih muda, tanpa empati sedikit pun Leon bergerak membuka pintu depan mobilnya dengan cepat setelahnya ia menarik lengan Angkasa untuk mendorongnya masuk ke dalam

"Masuk!"

Angkasa panik, Leon memang sering membuatnya takut dan menderita namun kali ini sepertinya Leon akan melakukan hal yang lebih menyiksa pada dirinya

"Enggak_hh__kak Leon nggak"

Angkasa terus menggeleng mencoba melepas cengkraman Leon dilengannya. Ia paham betul hal apa yang akan Leon lakukan padanya. Tentu Leon akan memanfaatkan trauma dan kelemahannya sebagai senjata untuk kembali menghancurkan kewarasannya

Tidak Ada Yang Berhak Membunuh Satu Jiwa Sekalipun Itu Adalah Miliknya SendiriWhere stories live. Discover now