Bagian 3. Luka Lama

35 3 0
                                    



Angkasa berjalan menyusuri koridor kelas dengan hati yang bergemuruh tidak tenang, kakinya bergerak tergesa menuju parkiran sekolah. Ia tidak peduli dengan langkahnya yang sempoyongan tidak seimbang, ia juga tidak peduli dengan pening di kepala dan perih dilututnya. Yang ia pedulikan hanyalah satu, yaitu segera pulang sebelum senja menghilang.

"Sa, tunggu!"

Angkasa terus melangkah menghiraukan Alga yang sedari tadi mencoba menyamakan langkah dengannya.

"Pelan-pelan Sa, Lo masih sakit!"

Lagi, Angkasa terus berjalan tanpa mempedulikan seseorang dibelakangnya, seseorang yang nyatanya setengah mati sedang mengkhawatirkan kondisinya.

"Angkasa!"

SRETT

Alga menarik lengan Angkasa sedikit kasar saat posisinya sudah berada tepat dibelakang sahabatnya.

"Mau kemana?"

Tanya Alga pelan, meskipun emosinya terasa sudah mendidih di kepala

"Pulang"

Jawab Angkasa seadanya

"Gue bilang tunggu sebentar kan, diobatin dulu kakinya baru gue anterin pulang"

"Asa pulang sendiri"

"Enggak usah ngeyel Sa"

"Angkasa bawa sepeda"

"Mana bisa naik sepeda kalau lutut lo luka begitu"

"Bisa"

"Angkasa!"

Alga benar-benar dibuat emosi dengan sikap Angkasa yang begitu keras kepala. Sedari tadi ia hanya meminta agar sebentar saja sahabatnya itu mau duduk di UKS untuk mengobati luka dilututnya. Ia khawatir melihat keadaan Angkasa yang bisa dibilang sedang tidak baik-baik saja, bahkan anak itu terlihat pucat sedari pagi sebelum akhirnya terjatuh saat bermain kasti di jam olahraga tadi.

"Lo itu lagi sakit, kalau lo sehat juga gue ga pernah ngelarang lo balik sendiri kan!"

"Lo kalau nggak mau peduliin diri sendiri, tolong seenggaknya hargain gue yang udah peduliin Lo"

Angkasa menunduk merasa bersalah pada Alga, memang seharian ini tubuhnya terasa sakit semua hingga berdiri saja menguras banyak energinya, namun kendati demikian ia justru terus berusaha untuk terlihat baik-baik saja, niatnya hanya tidak ingin membuat orang lain khawatir akan kondisinya, ia tidak ingin merepotkan orang-orang disekelilingnya termasuk Alga, ia hanya tidak ingin terus-menerus menyusahkan sahabatnya.

"M__Maaf"

"Asa nggak maks__"

"Duduk sebentar di sini, gue cari P3K dulu, inget tunggu di sini jangan pergi-pergi"

Alga memotong ucapan Angkasa begitu saja dan segera membawa anak itu duduk pada bangku kosong yang terletak di area taman dekat lapangan basket, lapangan yang terlihat begitu riuh dengan beberapa orang.

Setelahnya Angkasa hanya mengangguk disusul dengan Alga yang berlari cepat menuju UKS

Angkasa sejenak melupakan tujuan awalnya untuk segera pulang, nyatanya afeksi yang diberikan Alga padanya terasa hangat hingga mampu mengalahkan rasa takut yang menyergap dihatinya, meskipun rasa takut itu tidak sepenuhnya lenyap begitu saja. Ia duduk dengan tenang menatap lututnya yang sekarang justru terasa berdenyut sakit. Tangannya meremas kuat ujung seragam miliknya saat perih yang lain tiba-tiba hadir menyerang tubuhnya. Mungkin luka-luka semalam ikut hadir juga ingin diperhatikan setelah seharian diabaikan. Kini perih akibat luka sabetan di punggungnya juga kian menyiksa menambah sakit di sekujur tubuhnya.

Tidak Ada Yang Berhak Membunuh Satu Jiwa Sekalipun Itu Adalah Miliknya SendiriWhere stories live. Discover now