"Wu Xie," Pangzi muncul dari belakang, meneliti dengan heran sikap kawannya yang kaku dan menatap kosong ke satu titik di tepi sungai.

"Hai, apa yang kau lihat?" Tangan gemuk Pangzi bergerak di depan wajah bengong Wu Xie yang kian pucat di bawah cahaya matahari.

Terlepas dari apa yang dia saksikan, mata Wu Xie tetap jernih dan tak berawan seperti kilau langit senja di musim panas. Dia tidak sedang melamun. Pangzi tidak bisa menemukan kata yang tepat untuk ekspresi matanya. Itu hanya ... kosong.
Pangzi mengikuti arah tatapan Wu Xie, tapi dia tak melihat apa-apa di sana.

"Yuhuuu, naif! Jangan melamun di tempat sepi, kau bisa kerasukan."

Tangan gemuk itu kini menepuk bahu Wu Xie yang seketika terperanjat. Dia belum selesai dengan pemikirannya. Begitu Pangzi mengusiknya, ia kehilangan fokus untuk sesaat. Wu Xie hampir terhuyung, seakan tubuhnya sangat rapuh hanya dengan satu tepukan.

"A-apa? Kau bilang apa?" Wu Xie mengatur napas. Mengalihkan pandangannya pada wajah Pangzi yang tampak kesal.

"Astaga, ada apa denganmu? Kau bilang ingin mencari inspirasi di sini. Tapi kau malah menakutiku dengan tingkahmu."

Wu Xie menggaruk belakang lehernya, melirik kembali ke titik di mana ia melihat sosok pemuda asing yang sedari tadi menatapnya. Darahnya berdesir. Pemuda aneh itu sudah menghilang.

"Ah itu," Wu Xie memaksakan tawa kecil yang serak.

"Kupikir aku melihat sesuatu di sana." Dia menunjuk ke arah pohon di tepi sungai.

"Manusia? Hewan? Yang benar saja. Hanya ada pohon dan semak belukar. Atau mungkin kau melihat seekor tupai."

Seperti terpanggil, dua ekor tupai dengan ekor coklat yang indah tiba-tiba berlarian di salah satu dahan. Pangzi melihatnya dan terkekeh.

"Lihat! Mereka paham ucapanku."

Wu Xie meniup anak rambutnya, lantas menatap ke titik itu lagi. Pemuda yang baru saja dia lihat tidak tampak seperti manusia, lebih seperti hantu, sesuatu yang mengerikan.

Keduanya terdiam sesaat hingga terjadi keheningan.

"Sudahlah," desis Wu Xie.

Dia berjalan ke satu batu besar dan duduk memeluk lutut di atasnya.

"Aneh sekali," Pangzi mengangkat bahu acuh tak acuh bingung melihat perubahan sikap Wu Xie.

"Tadi kau berangkat dengan ceria, sekarang tiba-tiba berwajah muram. Apa hantu di tempat ini telah mengganggumu?" Pangzi terkekeh lagi, mengambil tempat di samping Wu Xie dan duduk dengan posisi kurang nyaman.

"Aaahh, sempit sekali batu ini." Dia menggumam tanpa menyadari wajah Wu Xie kian memucat.

"Hati-hati jika bicara di tempat asing," ia menegur perlahan, bibirnya terkatup rapat.

"Hei, serius sekali."

"Kau tahu?" Wu Xie memiringkan kepala pada kawannya, "di sini memang ada hantu."

"Bercandamu sama sekali tidak lucu, naif!" Bahu Pangzi sedikit menggigil.

"Itu benar. Aku baru saja melihatnya," Wu Xie berbisik di dekat telinga Pangzi, memberikan efek dramatis.

"Aarggh! Kau ... benarkah yang kau katakan itu?"

Suasana hati Pangzi kacau seketika, tidak jauh berbeda dengan Wu Xie. Kini mereka sama-sama tertegun dengan bodoh dan kikuk.

"Aku harap kau tidak serius," desis Pangzi, memutar pandang ke sekeliling tempat itu. Tapi tentu saja dia tak bisa melihat sosok yang dilihat Wu Xie.

"Kita harus pergi sekarang." Wu Xie melirik arlojinya, merendahkan suaranya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 10 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

𝐏𝐬𝐲𝐜𝐡𝐨𝐩𝐚𝐭𝐡 𝐏𝐫𝐢𝐯𝐚𝐭𝐞 𝐍𝐨𝐭𝐞𝐬 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞 𝐕𝐞𝐫𝐬𝐢𝐨𝐧) Where stories live. Discover now