R - 04

56 23 3
                                    

Please Support Follow, Comment, and Vote⭐

.

.

.

🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Pancaran sinar masuk melalui celah-celah tirai. Menerangi sebuah kamar yang sengaja dibuat minim pencahayaan. Seorang gadis tengah duduk memeluk lutut. Rambut legamnya tergerai sedikit berantakan. Wajahnya pucat dengan bibir kering kerontang. Kantung matanya menghitam terlihat sekali dirinya kurang beristirahat. Agaknya, gadis itu tidak lagi memedulikan penampilannya.

Tiga hari setelah kepergian sang kekasih, Sheina masih betah berdiam diri di kamarnya. Yang ia lakukan hanya termenung, meratapi garis takdir di hidupnya. Sekelebat memori tentang Agam kembali muncul. Bayang-bayang tentang kebersamaan mereka kembali berputar. Empat tahun. Empat tahun, memang bukan waktu yang singkat bagi sang gadis.

Sheina tidak pernah menduga kehilangan orang terkasih akan semenyakitkan ini. Banyak orang yang memintanya untuk ikhlas, namun sejatinya Sheina tidak benar-benar mengerti apa arti ikhlas yang sesungguhnya. Ia memang telah melepaskan Agam, namun dirinya tidak tahu bagaimana hidupnya tanpa pria itu di sisinya.

Belum lagi, rencana tentang pernikahan impian yang selama ini Sheina siapkan harus pupus. Tak ada lagi pernikahan yang ia tunggu, pun dengan bahtera rumah tangga yang akan ia rajut. Semua telah terenggut, terbawa oleh jiwa yang mati.

"Shei, nikah sama aku, ya."

"Nggak usah bercanda, Gam!"

Kala itu mereka tengah berada di sebuah restoran. Restoran Italia yang tidak terlalu mewah, namun menjadi favorit mereka berdua. Keduanya baru saja menyelesaikan makan malam mereka. Hanya makan malam biasa, namun entah mengapa sang pria membuat hal itu menjadi istimewa.

"Aku serius, Shei. Emang mukaku kelihatan lagi bercanda?"

"Gam, kalau mau ngajak nikah tuh yang romantis dikit, kek!" dengus Sheina, "Pakai cincin, pakai bunga, dinner romantis gitu. Ini kamu tiba-tiba ngomong kayak gitu apa nggak aku bilang kamu nggak serius," sambung Sheina melayangkan protesnya.

Sang pria sontak terkekeh mendengar kata-kata protes yang terlontar dari kekasihnya.

"Ternyata pacarku sama aja, ya, kayak perempuan-perempuan lain," ucap Agam di sela-sela kekehannya.

Kedua alis Sheina saling bertaut, dengan kerutan yang tercetak di dahinya, "Maksud kamu?"

"Iya, kamu juga menginginkan lamaran romantis. Sama aja, 'kan kayak perempuan-perempuan lain," jelas Agam.

"Ya iyalah, Gam. Siapa juga yang nggak mau di romantisin sama pacar."

Sejurus kemudian, Agam meraih sebelah tangan Sheina yang sejak tadi hanya diam di atas meja. Ia menarik napasnya panjang lalu menatap wajah cantik kekasihnya yang terlihat sedikit terkejut.

"Sheina, kamu tahu aku nggak bisa romantis seperti laki-laki lain. Tapi, apapun itu aku cuma mau kamu jadi pendamping hidupku."

"Gam..."

"Please jangan nolak aku hanya karena aku nggak bawa cincin."

Sebuah tawa geli seketika menguar dari bilah bibir Sheina. Gadis itu tidak bisa menahan tawanya lagi terlebih melihat ekspresi Agam yang sangat menggemaskan untuknya. Seperti ekspresi takut dan lucu menjadi satu.

RENJANA || MYGWhere stories live. Discover now