BAB 2

3 1 0
                                    

Tiga hari berlalu dengan cepat, beruntungnya kedua pertemuan yang diadakan kemarin berlangsung tanpa hambatan. Sehari penuh aku menghabiskan waktu untuk menghafal dan mempelajari berbagai rancangan yang terhampar di atas meja kerjaku. Sungguh, belum pernah aku merasakan kepanikan besar seperti itu sebelumnya.

"Yang Mulia Putra Mahkota telah tiba" Lior mengumumkan kedatanganku.

"Saya memberi salam kepada Mentari Muda Kekaisaran," ucap Matthew Zemlya, ksatria pribadi pangeran kedua, dengan membungkuk hormat kepadaku.

"Kakak~!" Beda dengan Atlas yang langsung menyapaku dengan wajah sumringahnya.

"Tinggalkan kami berdua," perintahku.

Ketiga ksatria itu meninggalkan kami dengan patuh. Baru saja aku mendudukkan diri, Atlas langsung memulai pembicaraan.

"Apa kabar, Kak? Aneh nih, biasanya nggak pernah ada undangan kayak gini dari kakak pertama, kalau ada juga biasanya soal tugas doang. Tapi sepertinya kali ini beda ya, pasti ada cerita menarik di baliknya."

Astaga, ternyata dia benar-benar jauh lebih cerewet dari yang kubayangkan. Aku berdehem untuk memintanya memberiku kesempatan berbicara.

"Maaf, aku memang sedang sibuk. Saat kau mengajak ke kota pusat, aku sudah menyuruhmu dan Alder untuk kembali. Jadi hari ini, aku menawarkan untuk pergi bersama."

Tiga hari ini sepertinya aku seakan mendapat serangan ingatan dari pemilik tubuh, Putra Mahkota Kekaisaran, Zivane, memanggil saudara-saudaranya dengan nama yang diberikan oleh dewa. Bicara soal dewa, dewa yang mereka sebut adalah Dewa Aether, pemberi berkat dan kekuatan.

Kembali ke percakapan, aku menyadari tidak ada tanggapan dari Atlas. Segera, aku melihatnya menatapku dengan terheran.

"Ada apa?"

"Kau serius mengatakan itu kak? Kau mengajak pergi? Setelah selalu menolak ajakanku? Dan apa itu tadi? Kau banyak bicara!"

Aku memandangnya dengan datar, "Kau yang lebih banyak bicara"

"Oh, astaga. Kau bahkan meresponsku. Biasanya, aku bahkan tidak menganggap kami ada."

Kesabaranku yang sebenarnya hanya setipis tisu, harus mempertebalnya. Ini demi bertahan hidup.

"Jadi? Mau?"

"Oh, ya, tentu saja. Aku akan panggil yang lain"

"Yang lain?"

Aku mengernyit heran, ditambah dengan senyum usil yang terlihat dari wajah Atlas.

"Hei! keluar kalian! Kakak pertama ngajak kita jalan!"

Semak-semak di sekitar gazebo bergoyang, dan keluarlah lima lelaki lain dari sana. Aku terkejut, tetapi tetap mempertahankan ekspresi datar, ekspresi yang biasa dilakukan oleh Putra Mahkota. Tidak sulit bagiku menirukan sifatnya yang tidak jauh berbeda dengan sifatku sendiri.

"Kakak pertama" Aku menoleh pada si pemanggil, pangeran keenam, Alder. "Kakak seriusan mengajak kami?"

Sejujurnya aku berencana hanya mengajak Atlas untuk memulai mendekati para pangeran satu persatu, tapi kalau sudah begini apa boleh buat. Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan Alder. Pangeran yang berbeda dua tahun dengan Zivane itu terkenal dengan tingkahnya yang sangat kekanakan tampak memberikan senyuman sumringahnya di wajah polosnya.

"Baiklah, kita menyamar dulu"

Kini mereka terlihat heran memandangku.

"Ada apa?" Pertanyaanku tampaknya makin membuat mereka keheranan.

Pangeran keempat, Aden, angkat bicara, "Kenapa kita menyamar?"

Hah? Yang benar saja? Apa-apaan pertanyaan itu?

Foedus Vitae MeaeWhere stories live. Discover now