BAB 1

3 1 0
                                    

Ketukan di pintu membuatku menoleh, diikuti oleh terbukanya pintu dan seorang pria memasuki ruangan dengan ekspresi khawatir.

"Yang Mulia, ada yang tidak beres? Saya mendengar teriakan Anda," ucap pria itu sambil bergegas mendekatiku. Tunggu, Yang Mulia?

"Kau siapa?"

Pertanyaanku tampak membuatnya bingung, "Yang Mulia, apa maksud Anda? Saya Gabriel, ksatria pribadi Anda."

"Siapa yang kau sebut Yang Mulia?"

Raut wajahnya semakin diliputi kepanikan setelah pertanyaan kedua dariku.

"Tentu anda, Yang Mulia Putra Mahkota Zivane Rhys Alar Aurelius."

Aku membisu mendengar jawabannya, nama itu persis dengan protagonis dari novel yang kubaca tadi malam, dan aku baru sadar jika protagonis memiliki seorang ksatria pribadi bernama Gabriel. Aku mengernyit, heran. Apakah mungkin aku berpindah ke dalam cerita tersebut? Dan menjadi tokoh utamanya?

"Yang Mulia?" Panggilan Gabriel lantas membuyarkan lamunanku.

"Oh, maaf, saya baik-baik saja, hanya mimpi buruk. Silakan keluar." Meskipun terlihat ragu, Gabriel akhirnya menuruti perkataanku untuk keluar.

Aku kembali mengamati ruangan, bertanya-tanya apakah benar aku telah masuk ke dalam cerita novel tersebut. Pandanganku tertuju pada meja di sudut ruangan, dan saat aku mendekatinya, kumelihat tumpukan kertas, salah satunya tampak seperti kalender. Melihat tanggal yang tercatat di sana, aku menebak saat ini adalah tanggal 27 bulan 4 tahun 500 menurut kalender Almasoria. Aku menemukan dokumen lain yang bertuliskan rencana untuk Pesta Ulang Tahun ke-16 dan Debutante, yang berarti saat ini pemilik tubuh ini berusia 15 tahun.

Tunggu sebentar, dalam novel yang kubaca, karakter utama diangkat menjadi Putra Mahkota pada usia 20 tahun, sedangkan Gabriel baru saja memanggilku dengan gelar itu. Aku kembali membuka-buka dokumen di meja, mencari informasi yang mengatakan Putra Mahkota saat ini diangkat ketika berusia 12 tahun. Ini jauh lebih awal daripada yang tertulis dalam novel, apa yang terjadi?

Aku menghela nafas panjang dan menoleh ke cermin di samping, mengamati refleksi diriku sekarang. Rambutku yang coklat kini berubah menjadi hitam berkilau dan mataku yang semula biru kini berubah menjadi merah krimson. Tidak banyak berubah selain kedua itu, hanya saja tubuh yang tinggi tegap dengan otot yang sempurna ini mengingatkan diriku saat usia enam belas tahun. Dan, ah, pandangan mata yang tajam itu, bahkan lebih tajam dibandingkan saat aku menjadi pembunuh. Tunggu, saat ini tokoh utama juga terkenal dengan Putra Mahkota yang Haus Darah. Ya kurasa tidak berbeda jauh.

Bagaimanapun, aku harus bertahan disini sampai entah kapan agar bisa kembali ke dunia ku. Jika novel yang ku baca itu berakhir saat Putra Mahkota di eksekusi, maka aku harus menggagalkan eksekusi itu. Dan untuk itu aku harus menjalin hubungan baik dengan para pangeran yang lain. Tapi aku tidak tahu apa yang terjadi ketika tokoh utama berumur sebelum enam belas tahun. Astaga, kenapa ini terjadi padaku?

Ketukan di pintu terdengar lagi.

"Masuk"

Gabriel masuk dan sedikit membungkuk sebagai tanda hormat, "Yang Mulia, sarapan Anda telah disiapkan."

"Letakkan saja seperti biasa," jawabku seraya menata kembali dokumen yang tanpa sadar sudah ku acak-acak.

"Gabriel, tetaplah disini setelah mereka pergi"

"Baik, Yang Mulia"

Seperginya pelayan, aku menyuruh Gabriel untuk mendekat.

"Gabriel, ini adalah rahasia. Berjanjilah tidak akan mengatakannya pada siapa pun," kataku dengan pandangan yang tajam ke arahnya.

"Yang Mulia, saya bersumpah, sebagai ksatria pribadi Anda, nyawa saya ada di tangan Anda." Respons dan pandangannya yang meyakinkan membuatku mengangguk.

"Begini.. aku rasa.. aku kehilangan beberapa ingatanku."

Ekspresi Gabriel terlihat amat terkejut mendengar penuturanku, "Yang Mulia, apa ini karena anda terbentur di tempat latihan? Saya akan memanggil tabib segera"

Saat Gabriel hendak beranjak pergi, aku menahannya. Situasi bisa menjadi rumit jika berita ini tersebar, terlebih lagi dengan alasan yang tidak masuk akal seperti kehilangan ingatan karena terbentur sedikit.

"Aku hanya lupa beberapa hal, oke. Ini tidak serius, aku masih ingat namamu dengan benar, Sir Gabriel Benedict."

Penegasanku tampaknya berhasil membuat Gabriel mengurungkan niatnya untuk pergi, yang membuatku lega.

"Jadi.. apa yang akan Anda lakukan, Yang Mulia?" Aku menyesap teh sejenak untuk menenangkan diri. Ngomong-ngomong teh ini benar-benar nikmat, kenapa aku merasa familiar dengan rasanya?

"Ceritakan sedikit tentang kondisi sekarang dan beberapa hari terakhir sebelum aku terbentur," pintaku seraya memotong quiche dengan pisau. Syukurlah makanan disini tidak beda jauh, meski mungkin namanya berbeda dengan duniaku.

"Baik, Yang Mulia, saya akan menjelaskan secara ringkas. Anda adalah Putra Mahkota Kekaisaran Elementorum, Zivane Rhys Alar Aurelius, dan merupakan sulung dari tujuh bersaudara. Anda diangkat menjadi Putra Mahkota ketika berumur dua belas tahun"

Aku mendengarkannya sambil memakan sarapan.

Menurut penuturan Gabriel, lusa lalu pagi-pagi sekali pangeran kedua dan pangeran keenam berkunjung menemui Putra Mahkota, namun karena kesibukannya, Putra Mahkota menyuruh mereka kembali pulang. Siangnya Putra Mahkota melakukan rapat dengan pasukan Thunderbolts mengenai keamanan wilayah barat yang berbatasan dengan Hutan Embera, hutan terlarang yang menjadi tempat tinggal para monster. Dinding pembatas yang dibuat dengan segel telah mengalami retakan, sehingga membuat beberapa monster keluar dari hutan, jadi Putra Mahkota mengirim beberapa ksatria Thunderbolts untuk pergi kesana. Kemudian, dari sore hingga malam, ia hanya mengerjakan tugas-tugas administratif. Keesokan harinya, ia menghabiskan waktu untuk latihan hingga sore, lalu kembali ke kamar untuk melanjutkan pekerjaan administratifnya. Dan pagi ini, aku sudah berada dalam tubuhnya.

Aku menghela nafas, merasa itu sudah cukup untuk setidaknya mengetahui situasi dua hari terakhir.

"Maaf jika penjelasan saya tidak memuaskan, Yang Mulia."

Aku melirik Gabriel sejenak; pria itu tampak masih merasa cemas. Dalam novel, diceritakan bahwa dia dan Lior, adiknya, adalah ksatria pribadi Putra Mahkota. Keduanya dipilih sebagai pengawal pribadi karena kemampuan dan usia mereka yang sebaya dengan Putra Mahkota, dan sekarang mereka telah menjadi ksatria pribadi. Hanya mereka berdua yang sering menemani Putra Mahkota, baik dalam latihan maupun aktivitas lainnya. Mereka juga yang membela Putra Mahkota dari segala tuduhan, dan karena kesetiaan mereka, keduanya bahkan ikut dieksekusi mati. Mereka adalah pengikut yang sangat setia, dan aku berjanji tidak akan membiarkan pengorbanan mereka sia-sia.

"Tidak, penjelasanmu memuaskan, terima kasih."

Aku kembali menyesap teh, berpikir bahwa aku harus segera merencanakan langkah-langkah untuk bertahan di sini.

"Gabriel, kau bilang Atlas ingin bertemu denganku?"

"Benar, Yang Mulia"

"Bagaimana jadwalku besok dan lusa?"

"Besok Anda dijadwalkan untuk pertemuan dan latihan dengan pasukan Thunderbolts, lusa dengan pasukan Zap Knights."

Rupanya, aku akan langsung sibuk mulai besok, untungnya hari ini jadwalku cukup longgar hanya untuk persiapan pertemuan besok.

"Beritahu Atlas jika aku akan menemuinya tiga hari lagi"

Meskipun tampak sedikit terkejut, Gabriel mengangguk dan beranjak pergi.

Setelah Gabriel pergi, aku sendirian, aku mulai mencatat kejadian-kejadian penting dari novel dengan kertas dan pena. Beruntung, aku memiliki memori yang baik, hampir semua isi novel dapat aku ingat. Dan yang lebih menakjubkan, tangan ini dengan mahir menulis menggunakan pena kuno itu. Aku tidak tahu apakah ini salah satu keajaiban dunia ini, tapi ini sangat membantuku.

Foedus Vitae MeaeWhere stories live. Discover now