Last Bonus Chapter of Plot Twist

3K 99 8
                                        

Sesuai judulnya, ini bonus bab terakhir dari cerita Plot Twist. Selanjutnya, kita move on ke cerita baru saya di Wattpad dan gak bakal dapet bonusan cerita Gamasena-Karina lagi. Yeay?

Seperti biasa, ada konten 21+ di dalamnya. Tolong bijaksana dalam membaca.

Happy weekend and happy reading, everyone! 1000 kata bisa dibaca di sini!

•••

Siapa suruh, ya, kamar orang tua dan kamar anak-anak beda lantai?

Mana tahu orang tuanya kalau ada makhluk penyusup, berjenis kelamin laki-laki, ketika semua orang sedang istirahat, di salah satu kamar lantai 2.

"Bonyok lo udah ada plan buat party birthday lo belum?"

Si cewek menggeleng di pundak pacarnya. "Tahun ini skip dulu, deh."

"Kenapa gitu?"

"Masa tiap tahun mau dirayain? Dikira gak capek nyalamin tamu undangan."

"Lah, salah siapa minta?"

"Gue gak pernah minta, tahu! Pfft, lepas!"

"Jangan teriak-teriak. Nanti orang-orang pada tahu gue di kamar lo."

Laki-laki dengan kaos hitam itu mengangkat pinggang cewek di depannya untuk duduk membelakanginnya, di antara kedua kakinya, dengan punggung bersandar di dada dia.

"Ya pokoknya gitu. Yang suka maksa buat bikin birthday party, kan, bokap. Gue gak pernah minta, tapi selalu disuruh bikin, katanya biar tiap tahun ada memorinya."

Emang ada yang ngalahin isi kepala Gamasena sebagai kepala keluarga kalau buat yang beginian? Di kepala pria yang umurnya udah gak lagi muda itu, ia cuman ingin membahagiakan istri dan anak-anaknya. Gak peduli kalau satu kali ngadain acara begituan bisa ngehabisin duit banyak—ralat, banyak sekali.

"Emang sama Om Sena boleh tahun ini enggak pakai begituan?"

"Nah, itu yang gue nggak tahu."

Usapan tangan cowok itu di kepala sang kekasih terhenti. "Coba cari konsep yang beda, biar enggak bosen. Jadi tetep ada pesta, tapi gak kayak yang kemarin-kemarin."

"Hm..." Laluna menggumam bingung. "Apa, ya? Birthday party di hotel udah pernah, di panti udah, di pantai udah, di rumah udah, di luar negeri udah, di—oh, kayaknya gue tahu, deh," cewek itu menyerongkan tubuh untuk menghadap Aryan, terlalu dekat sampai cowok itu mencuri kecupan singkat di atas bibirnya yang setengah terbuka sebelum kemudian Laluna kembali berbicara. "Gue mau bikin intimate concert aja."

"...hah?"

"Yang kayak kita nonton Nadin Amizah waktu itu!"

Dahi berkerut Aryan makin tercetak dalam-dalam. "Iya, tahu. Tapi Nadin, kan, emang penyanyi?"

"Lah, emang gue bukan?"

"Lun..." Aryan mendesah pasrah. "Jangan ngaco, deh."

Masalahnya, iya kalau Laluna ini punya bakat nyanyi dan suaranya enak didengar kayak sang ibu. Kenyataannya, kan, enggak?

Luna ngomong aja kedengeran banget cemprengnya. Bayangin kalau nyanyi? Mana gak cuman satu lagu, tapi intimate concert?!?!?!?

Bisa-bisa seluruh tamu undangan balik dari acara dia langsung ke klinik THT buat cek kuping.

"Tapi, kan, lucu! Jadi jatohnya kayak karaoke party."

Aryan tetep menggeleng gak setuju. "Yang lain."

"Dih."

"Percaya sama gue, bokap lo yang ngefans sama lo pun, gak bakal setuju sama ide yang ini."

"Diiih, kesel banget gak mau support pacar sendiri!"

Ujug-ujug, niat hati Aryan mau modusin Laluna buat diajak kelon mumpung yang lain tidur, malah jadinya dia didepak dari sana dan balik ke kamarnya sendiri gara-gara perdebatan gak penting.

**

Gak ada yang lebih gila daripada kenyataan kalau Talita sebenarnya adalah sosok yang binal, hanya saja gadis muda itu bersembunyi di balik topeng wajah polos dan menggemaskan.

Berapa, sih, usianya sekarang?

Ario mendapatkan angka dengan mudah setelah mengurangi usianya dengan angka 5, sesuai jarak usia antara miliknya dan milik Talita.

Cowok itu memijit pelipisnya.

Dia menyukai perempuan pantang menyerah, salut dengan bagaimana Talita mengejarnya sejak gadis itu belum memiliki Kartu Tanda Penduduk, sampai kini sudah menginjak usia 20 tahun. Dia menyukai Talita yang apa adanya, tidak dibuat-buat, dan selalu menunjukkan sisi yang lain hanya ketika bersamanya.

"Sini. Gak mau tidur?"

Ario diminta untuk masuk ke pelukan melalui gerakan dua tangan yang terbuka lebar itu. Direngkuhnya tubuh mungil sang kekasih. Ia hirup aroma lembut di bagian leher jenjang dan bahunya.

"Aku gak yakin bakal tidur kalau ada kamu."

Alih-alih marah atau takut, Talita justru terkekeh. dan menepuk punggung lebar Ario yang dipeluknya. "Mau apa, sih, Om?"

"Jangan manggil aku begitu."

Ario tidak suka tiap diingatkan bahwa mereka berbeda cukup jauh—yang mana itu selalu jadi alasan mengapa papanya melarang ia terlibat hubungan dengan Talita.

"Bisa tidur kalau mau merem, mah. Emang gak capek?"

Ario menggeleng. "Capeknya ilang kalau ketemu kamu."

"Apa, siiiih? Si aneh."

Mana ada yang menyangka kalau si pendiam dan yang selalu cuek seperti Ario bisa melontarkan kalimat menggelikan seperti itu?

Gemas, Talita melepas pelukan demi bisa memberi kekasihnya kecupan di pipi.

"Kangen."

"Hehehe," Talita tersenyum senang mendengar jawaban itu. Jarang banget soalnya. "Maaf, ya, kalau aku bawel dan sering gak jelas."

"Sayaaaang?"

Talita sampai mendongak karena Ario bangkit dari posisinya menjadi duduk, wajahnya serius sampai perempuan itu ikut mengerutkan dahi.

"Anak kecil, kan, emang kayak gitu. Enggak papa, kok."

Cuman sama Ario dia gak pernah jengkel dipanggil anak kecil. Malah terdengar lucu dan menggemaskan. Makanya Talita gak pernah protes walau seringnya diperlakukan beneran mirip bocah cilik.

Tapi mungkin konotasinya berbeda. Atau entah bagaimana menjelaskannya. Karena yang pasti, andai Ario tahu kalau Talita ini masih kecil, seharusnya laki-laki itu juga cukup tahu diri untuk tidak bertingkah seperti ini.

Seperti ini, seperti apa?

Seperti tiba-tiba membungkam bibirnya dengan ciuman, menjamah dadanya yang masih terbalut piyama, malepas kain dengan tergesa, melabuhkan tangannya kemana-mana sementara Ario tidak pernah rela melepaskan bibir lembut Talita.

Setengah mati Ario menahan hasrat untuk tidak membludak, tapi setiap kali mendapati bagaimana Talita senang diperlakukan seperti ini, membuat ia tidak lagi menahan diri. Ario menahan bebannya agar tidak menindih tubuh Talita di bawahnya. Ia mencium pelipisnya, turun ke pipi lalu bibirnya.

Diusapnya wajah cantik Talita dengan memberikan senyuman paling tulus yang bisa berikan, mengatakan bahwa Ario mencintai gadis ini sepenuh hati. Ario tidak bisa membayangkan bagaimana jika kelak mereka harus berpisah karena satu dan hal lain.

••

Untuk lebih lengkapnya, apalagi yang gak tahu ini dan itu adalah siapa, boleh banget baca di Karyakarsa dengan judul yang sama, karya Happyandrich!

Untuk bab ini, total ada 5000 kata [wow] dalam satu bab di Karyakarsa! Bab terakhir, nih, bos. Gak bakal ketemu lagi sama keluarga Bapak Gamasena.

See you di cerita baruku! So excited! <3

the plot twist.Where stories live. Discover now