Bab 19: Dunia itu seperti kita?

Začít od začátku
                                    

Anila menggeleng. "Aku nggak mau nangis."

Shaga tidak memaksa, jadi mereka masih berdiri di tempat yang sama di salah satu lorong toko buku paling pojok. Shaga terdiam, dia kebingungan harus merespon bagaimana. Sebagai seorang laki-laki, dia bahkan tidak tahu harus melakukan apa di hadapan Anila yang sedang rapuh.

"Maaf tiba-tiba cerita," ucap Anila, dalam nada bicaranya dirasai kalau dia menyesal menceritakan hal ini karena larut akan perasaannya.

Shaga menggeleng. "Nggak papa, nggak perlu minta maaf. Kamu boleh bercerita apa saja padaku, An."

Air matanya tumpah. Kenapa? Kenapa hiburannya seperti menyiram hatiku yang tandus?

"Aku yang minta maaf, karena nggak bisa membantu banyak. Aku bahkan nggak bisa menghibur dengan benar."

Anila terkekeh. "Kak Shaga sudah mendengarkan."

Karena kau akan pergi—

"Telingaku buat kamu, An."

"Menurut Kak Shaga, aku harus apa?"

Shaga tampaknya tahu, tahu apa yang sedang ditanggung Anila. Betapa tidak siapnya dirinya menghadapi ini. Dia tahu ke arah mana pembicaraan ini. Satu-satunya yang bisa dia katakan adalah—

"Jangan merasa bersalah. Jangan menahan diri. Kamu nggak salah," Shaga tersenyum meski hatinya perih. "Kamu nggak salah apa-apa, An."

Benar, Anila tidak salah. Gadis itu tidak pernah salah. Dia kuat, menakjubkan dengan caranya berbicara lewat tulisan, lewat matanya, lewat hatinya.

Anila tersenyum, lega dengan pembelaan Shaga walaupun tahu apa yang akan dia katakan.

"Kelulusan sekolah jadi hari terakhir kita ketemu?"

Shaga diam, lalu menjawab dengan bisikan, "Hari ini, An."

Anila menatapnya bingung.

"Aku tidak datang ke hari kelulusan karena sudah berangkat ke Jepang."

"Tapi kan Kak Shaga terpilih sebagai siswa lulusan terbaik. Kak Shaga juga terpilih sebagai siswa berprestasi di beberapa bidang, Kak Shaga—"

Anila berhenti. Dia menghentikan kekonyolannya. Keterkejutannya terlalu polos, menyingkap perasaannya. Bahwa dia tidak ingin berpisah dengan Shaga, kalau bisa.

"Itu hanya sertifikat yang bisa dikirim," jawab Shaga.

Keterlaluan! Anila frustasi betapa gampangnya bagi Shaga semua situasi ini! Kenapa Shaga begitu berbeda dengannya? Kenapa dia tak bisa menjadi serakah dan menikmati hasil yang telah dia usahakan bertahun-tahun? Kenapa dia seperti mau pergi melarikan diri, terlalu terburu-buru?

"Jadi, hanya itu artinya bagi Kak Shaga? Itu sama saja melukai harga diriku yang akan belajar mati-matian untuk menadapatkannya."

"Aku tahu, kamu akan bisa mendapatkannya meski berusaha sedikit mungkin," tawa kecil Shaga tak membuat perasaan Anila jadi baik.

Anila mendengus kesal. "Bukan itu poinnya!"

"Lalu apa?"

"Kak Shaga itu alien ya? Nggak ada gitu perasaan untuk menikmati pujian dan pengakuan orang lain? Itu pencapaian yang hebat, nggak semua orang bisa dapatkan! Apa jadinya kelulusan sekolah yang seharusnya memberi tepuk tangan dan sorak gembira, sekarang menjadi sepi karena orang yang harusnya maju tapi tidak ada?"

Cara Anila menatap Shaga dengan tajam, suaranya yang naik satu oktaf. Meski sekarang tampak kasar dan menyinggung. Itu semua, akan Shaga rindukan.

"Aku melakukannya untuk diriku sendiri. Aku cukup bangga. Aku bisa merayakannya dengan caraku sendiri," seru Shaga, menatap balik gadis pujaannya dengan lembut. "Anila, kamu tidak perlu fokus pada penilaian orang lain. Kamu sudah cukup, kalau memang kamu bahagia dan menikmatinya."

Enchanted to Meet You (COMPLETED)Kde žijí příběhy. Začni objevovat