Bab 7: Skor satu kosong

136 39 49
                                    

SHAGA duduk di ruang pembina dengan begitu nyaman sambil membaca buku—yang sangat Anila kenal, karena—berjudul 'Bumi Manusia'

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

SHAGA duduk di ruang pembina dengan begitu nyaman sambil membaca buku—yang sangat Anila kenal, karena—berjudul 'Bumi Manusia'. Itu adalah salah satu buku favoritnya. Anila sendiri tidak heran. Pertama, tulisan Pramoedya Ananta Toer sangat bagus. Kedua, seniornya itu termasuk siswa tercerdas di sekolahnya. Jadi, wajar jika Shaga membaca buku tersebut.

Anila duduk di kursi samping Pak Omar yang berhadapan dengan Shaga. Inilah yang membuatnya merasa aneh, Shaga tersenyum ke arahnya. Bukan senyum menyapa ramah, bukan pula senyuman memikat. Itu jenis senyuman baru yang tidak dia ketahui maksudnya.

"Bapak senang kalian bersepakat untuk bekerja sama," ucap Pak Omar memulai percakapan sore itu dengan antusias.

Sepulang sekolah, Anila dipanggil Pak Omar. Dia sendiri sudah menduga bahwa topik pembicaraannya berkaitan dengan bantuan dari seniornya itu, tetapi dia tak pernah menduga akan dipanggil berdua begini.

"Karena Shaga hanya bisa aktif membantu tiga bulan di awal sambil mempersiapkan ujian try out dan UN, jadi Anila bisa menyesuaikan dengan jadwal Shaga. Setelah itu, Shaga bisa membantu saat kelulusan sekolah sambil menunggu pengumuman pendaftaran kuliah," jelas Pak Omar.

Shaga tidak banyak bersuara. Seniornya itu hanya mengangguk.

"Kalau begitu, nanti saat rapat tim jurnalistik juga harus menyesuaikan jadwal kak Shaga?"

"Nggak usah, itu rapat internal saja," jawab Pak Omar.

"Berarti Kak Shaga nggak ikut rapat-rapat, Pak?" Anila merasa kebingungan.

"Sesekali saja, bareng Bapak. Tapi di luar itu, akan banyak komunikasi ke Anila. Kamu boleh meminta saran dan berdiskusi dengan Shaga, nggak perlu pas rapat aja," Pak Omar terlihat begitu sumringah.

Anila sendiri merasa aneh. Sebab biasanya, kelas dua belas akan dibebaskan dari segala bentuk acara dan keterikatan lain di sekolah dan harus fokus belajar untuk menyiapkan Ujian Nasional dan persiapan kuliah. Lagi pula, setelah kelulusan nanti pun Anila tetap melanjutkan setengah periode tanpa seniornya itu.

Shaga melirik Anila, seperti tahu apa yang sedang dipikirkan gadis itu lalu mengatakan, "Aku hanya membantu di awal saja, menguatkan dasar-dasarnya. Setelahnya, Anila bisa melanjutkan dan mencari teman diskusi lainnya yang bisa membantu."

Anila agak terkejut, "Bukannya ini malah bikin repot Kak Shaga ya?"

Shaga menatap lurus ke mata Anila. "Kamu mengkhawatirkanku, Anila?"

"Buk—" Anila salah tingkah hingga menadi gugup seketika. "Aku hanya tidak mau disalahkan jika salah satu siswa di sekolah kita jadi gagal memenuhi harapan sekolah," kata Anila, memaksakan diri untuk tersenyum.

"Tenang saja," Pak Omar terkekeh. "Shaga sudah dipastikan bisa mendapatkan undangan dari universitas dan beasiswa. Shaga akan mengurusnya," lanjutnya.

Shaga tidak menjawab atau menyahut, dia hanya tersenyum.

Enchanted to Meet You (COMPLETED)Where stories live. Discover now