Bab 13: Suara yang bergema dalam hati

119 29 141
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


ANILA tahu kalau dia tak bisa selamanya menghindari Shaga. Besok mungkin dia tak akan bertemu Shaga, karena harus datang ke acara puncak perlombaan sekaligus pengumaman pemenang di kampus Untirta Cilegon. Jadii hari ini, dia harus ketemu Shaga. Malah, dia sendiri yang harus mencari seniornya itu.

Program kerja ekstrakurikuler jurnalistik terdekat adalah mengadakan pelatihan selama dua hari satu malam. Pak Omar sudah menyetujui persiapan, seperti ruang mana yang akan mereka pakai, silabus dan materi yang dibutuhkan, bahkan pemateri yang akan diundang.

"Coba kamu diskusi sama Shaga perihal ini. Kira-kira apa aja yang bisa kita usahakan agar jadi lebih baik lagi," saran Pak Omar.

Tapi bagi Anila, itu terdengar semacam perintah, yang mau tidak mau harus dia lakukan. Meskipun, sekarang dia tidak merasa tersiksa seperti dulu. Karena, jujur saja, aku pun penasaran dengan pendapat kak Shaga.

Di jam istirahat pertama, Anila tidak menemukan Shaga di perpustakaan seperti biasa. Bahkan di jam istirahat ke dua, dia juga tidak melihat Shaga di musholah dan kelasnya. Sepulang sekolah, sekitar habis ashar pun Anila masih kesulitan menemukan seniornya itu.

"Apa Kak Shaga tidak masuk sekolah ya?"

"Ada, kok," jawab Gia.

"Kak Gia tahu?"

"Siapa aku bisa tahu posisi Kak Shaga?" Gia menggeleng. "Tapi, coba kamu tanya ke Pak Aziz. Biasanya tahu."

Anila mengikuti perkataan Gia. Dia datang ke ruang guru dan benar juga, Pak Aziz—guru kelas dua belas—memberikan jawaban.

"Ada di ruang bahasa."

Kok bisa? Pertanyaan itu disimpan Anila sendirian. Sudah tidak aneh lagi menyaksikan perlakukan khusus sekolah kepada Shaga. Biasanya ruang bahasa tidak bisa dimasuki sembarang orang, cuma pas ujian listening atau keperluan lain, sebab ada banyak barang mahal di situ.

Anila masuk dan langsung menutup pintu. Ruangannya gelap, jadi dia menyalakan lampu, dan Anila melihat seseorang pingsan, tidak, dia cuma tertidur dengan asal di lantai. Itu Shaga. Lelaki itu meringkuk menghadap kanan. Anila bisa melihat wajahnya dengan jelas, teduh dan damai. Rambutnya yang mulai panjang jatuh menyentuh leher dan lantai. Shaga bernapas dengan teratur, gayanya seperti bocah laki-laki yang kecapekan karena seharian bermain.

Anila mendekatinya, tanpa disadari, Anila mengikuti irama napas Shaga. Gadis itu duduk jongkok di sampingnya. Shaga tidur pulas sekali. Sangat lucu. Aku sempat lupa bahwa lelaki ini bisa jadi mengesalkan sampai mati jika bangun nanti. Konyol, Anila menertawakan kenangan yang terulang di kepalanya.

"Kak Shaga kan sudah dewasa. Mana boleh tidur sembarangan begini," kata Anila pelan, memandangnya, prihatin.

"Aku kelelahan, makanya begini," jawab Shaga, dia masih menutup matanya, dan cara bicaranya seperti orang mengingau.

Enchanted to Meet You (COMPLETED)Where stories live. Discover now