Bab 19: Dunia itu seperti kita?

114 22 60
                                    

ANILA menertawakan dirinya, betapa berlapis diri ini hingga selalu mengejutkannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ANILA menertawakan dirinya, betapa berlapis diri ini hingga selalu mengejutkannya. Menit pertama, kecanggungan dan rasa sesal memenuhi dirinya sebab dia sendiri berkhianat: kembali para perasaannya untuk Shaga—cowok yang sedang dia hindari.

Tapi, disinilah dia! Tepat di hadapan Shaga yang memandanginya penuh rindu dan kekhawatiran. Kenapa pula Shaga sebaik ini padanya? Kenapa ada laki-laki yang bisa memberikan kehangatan seperti ini padahal Ayahku saja tidak?

Anila merasa bersalah, bersyukur, bingung, apapun itu, dia kacau dalam dirinya. Perasaannya yang berbagai warna membawa gelombang besar yang membuatnya mabuk. Mabuk akan cinta pertama yang rasanya mustahil.

Shaga akan pergi ke Jepang. Meninggalkanku seperti Ayah? Kenapa sesakit ini? Kenapa harus sesakit ini? Anila menahan napasnya, memperhatikan wajah Shaga yang tersenyum padanya.

Anila tak sanggup menolak kehadiran Shaga. Dia butuh seseorang! Seseorang yang bisa membuatnya lupa pada Ayahnya, pada rasa lelahnya.

Ironisnya, seseorang itu juga laki-laki. Anila tidak mau repot-repot memikirkan ini. Dia cuma mau Shaga.

Shaga kini di hadapannya, menanyakan tentang buku yang menarik perhatiannya.

"Kak Shaga," suara Anila pelan.

Orang yang dipanggil mendekatkan diri. Matanya memandang Anila seperti sedang meyakinkan bahwa dia ada di situ, dia akan mendengarkannya.

Suasana toko buku seperti perpustakaan, hening dan damai. Sunyi dan senyap. Yang terdengar hanya derap langkah kaki atau bisik-bisik dari pengunjung.

"Apa Kak Shaga rindu orangtua kakak?"

Shaga membisu, tak pernah mengira dengan pertanyaan itu.

"Iya," jawabnya singkat.

"Sering?"

Shaga mengangguk.

Anila menarik napasnya, "Orangtuaku sudah lama bercerai," lirihnya. Itu bukan sesuatu yang baru untuk Shaga ketahui. Beberapa kali berkunjung ke rumah Anila—tak ada jejak sang ayah yang terlacak.

"Aku tak tahu, apakah aku pantas mengatakan ini. Tapi, aku merasa nyaman Mama dan Ayah bercerai. Mereka tidak saling menyakiti, mereka sudah tidak berjodoh. Aku pun—" Anila mulai terisak.

Shaga mendengarkan, sorot matanya menjadi sedih.

"Mama tidak pantas diperlakukan jahat, Ayah pun sudah punya perempuan lain. Sejak dulu, aku nggak begitu nyaman dengan—" Anila menatap mata Shaga sekian detik. "Laki-laki."

Shaga mengangguk, seakan paham rasa sakitnya.

"Aku merasa akan ditelan, jatuh ke jurang dan terluka oleh duri-duri yang tumbuh di lereng jurang sebelum terjatuh dengan amat keras di dasar jurang."

Anila berhenti untuk menahan air matanya supaya tidak tumpah.

Shaga mendekatkan wajahnya untuk berbisik. "Mau pindah ke tempat yang lebih nyaman? Nggak papa nangis juga, An."

Enchanted to Meet You (COMPLETED)Where stories live. Discover now