"Siang bang Andrew. Bu Abel tumben pulang cepet" tanyanya sopan. Tidak biasanya, nyonya rumah langsung memasuki rumah tanpa menyapa atau melihat keberadaanya.

"Lagi sakit Pak" jawab Andrew bohong

"Oh begitu, kalo gitu saya tinggal dulu ya bang. Mau nutup pager" ucap Pak Surya lalu berjalan menuju daerah pagar rumah.

Andrew berjalan menyusul Gia dan Abel yang sudah berada di ruang TV. Bahkan rumah keluarga Wijaya ini tidak kalah dinginnya. Mungkin efek dinginnya sikap Abel sudah menyatu dengan rumah ini.

"Kirana mana?" tanya Andrew basa-basi. Masih mengawasi Abel yang sedang mencabut kabel sambungan TV.

"Rumah bunda" jawabnya tanpa memandangi wajah Andrew dan Gia.

"Duduk dulu" Gia menarik lengan Abel ke arah sofa. Berharap bisa membantu sahabatnya yang sedang cemburu buta.

"Kenapa?" tanya Gia saat Abel sudah duduk dihadapannya dan Andrew. Satu kalimat itu berhasil mendobrak air mata Abel.

Andrew menepuk jidatnya. Entah apa yang sudah terjadi antara Teddy dan Abel sebelum ini, sehingga membuat Abel menangis pilu. Gia memeluk Abel yang masih menangis. Membiarkan Abel menumpahkan rasa sakitnya.

"Kenapa ya? Gue salah ya?" ucap Abel dari dalam pelukan Gia. Gia mengerutkan dahinya, tidak mengerti ucapan Abel

"Janji mana lagi yang bisa gue percaya ya gi" kembali Abel berucap. Sungguh, Gia dan Andrew tidak mengerti apa yang diucapkan Abel

"Coba tenang dulu. Cerita" ucap Andrew pada Abel.

Abel melepaskan pelukan Gia dan mengusap air matanya. Mata merah Abel menandakan kepedihan hatinya hari ini.

"Cerita pelan-pelan" ucap Gia. Satu tarikan nafas Abel berusaha menguatkannya untuk kembali mengingat acara Kertanegara kala itu. Pertemuannya dengan Olivia yang membuat dirinya kesetanan.

Abel pikir pertemuan dengan Olivia akan berhenti di acara Kertanegara itu. Nyatanya, hari ini ia kembali melihat Olivia yang memeluk suaminya. Lagi.

Satu hal yang Abel tangkap adalah suaminya menerima pelukan itu. Pelukan basa-basi atau professional pun Abel sudah tidak peduli. Janji adalah janji. Janji yang diucapkan suaminya hanya kebohongan saja. Percuma untuk percaya lagi.

Andrew dan Gia mendengar deretan cerita dan janji Teddy hanya bisa menghembuskan nafasnya berat. Terlebih Andrew, ia kembali menepuk jidatnya. Tidak bisa berkata-kata.

"Apa gue pulang ke rumah aja ya?" ucap Abel saat selesai bercerita panjang lebar

"Jangan gila ya bel. Emangnya lu bisa liat suami lu dimarahi Ayah? engga kan. Sekali lu cerita soal ini, Ayah ga bakal ngasih izin suami lu buat ketemu lu lagi" jawab Gia pada akhirnya. Tidak peduli nada suaranya yang sedikit tinggi demi keselamatan sahabatnya.

"Bel, inget. Ayah sama Bunda udah kasih kepercayaannya ke bang Teddy. Lu ga mau kan mereka sedih?. Apalagi Ayah. Gue ga bisa ngebayangin bang Teddy abis sama Ayah lu" ucap Andrew.

"Lu disini aja. Ga usah keluar. Nanti gue minta tolong Pak Surya buat ngawasin dari luar" sekali lagi Andrew berucap. Khawatir jika sahabatnya ini kabur dari rumah.

Setidaknya Andrew dan Gia hanya bisa menemani Abel hingga sore hari. Ketika malam tiba, Abel hanya meratapi nasibnya. Entah pertengkaran apa lagi yang akan terjadi antara dirinya dan Teddy.



🧸🧸🧸🧸



Kembali ke situasi Teddy dan Abel.

Setelah melempar jaket itu, Abel kembali ke hadapan Teddy dengan wajah yang penuh amarah. "Abis pelukan sama Olivia?" tanya Abel to the point.

"Cuma say hello aja" jawab Teddy singkat

"Cuma?. Say hello kok pelukan" cibir Abel

"Lupa janji?" lanjut Abel berucap dengan dinginnya. "Jangan kasih janji kalo ga bisa dipegang sendiri". Sekali lagi Abel bersuara dan berjalan menuju kamar

Teddy tersadar. Ada janji yang pernah ia buat untuk istrinya. Teddy berjalan menyusul sang istri yang sudah membuka lemari pakaian

"Mau kemana?" tanya Teddy mengikuti langkah Abel yang sibuk mengambil dan menyusun pakaian di atas kasur

"Jawab dulu, mau kemana" Teddy menahan lengan Abel. Teddy melihat mata Abel yang sudah memerah dan bengkak.

"Jemput Kirana" jawab Abel asal lalu melepaskan tangan Teddy

"Liat mas" Teddy menahan tubuh Abel yang hendak mengambil pakaian

"Apa?. Mau jelasin apa lagi?. Ga guna tau ga" ucap Abel dengan air matanya yang keluar tanpa permisi. Tubuhnya sudah terlalu lelah untuk menahan rasa sesak di dada dan hatinya.

"Dengerin dulu. Mas lagi cape abis kerja. Tolong dengerin dulu" Teddy menarik dalam nafasnya. Menahan amarah yang tidak baik untuk istrinya.

"Apa lagi? Janji mana yang harus aku denger? janji mana yang harus aku percaya?". Sesakit itu kepercayaannya di hancurkan

"Dengerin mas. Mas dan Olivia hanya sebatas rekan kerja, han—"

"Rekan kerja? Rekan kerja apa sampe pelukan mas?" Abel berusaha menyingkirkan tangan Teddy, namun nihil. Tenaga Teddy jauh lebih besar. Seakan lupa bahwa suaminya ini adalah anggota TNI.

"ABEL! Dengerin mas" nada suara Teddy meninggi. Untuk pertama kalinya Abel mendengar hal itu. Terkejut?. Tentu. Bahkan Abel menutup matanya saat Teddy meninggikan suaranya.

"Sayang, maaf. Mas ga—" detik selanjutnya Teddy memeluk Abel. Tidak sanggup menyelesaikan ucapannya. Satu hentakan suaranya sudah membuat istrinya terluka.

"Sayang maaf, mas ga bermaksud. Maaf" Teddy memeluk Abel dengan eratnya. Tangisan istrinya begitu terdengar di telinganya. Begitu pilu dan menyakitkan.

"Sayang, dengerin mas ya. Apa yang kamu liat di berita itu ga semuanya bener. Iya mas sama Olivia ada di sana, soal pelukan itu hanya sebatas basa-basi karena dia yang nyapa mas duluan dan tiba-tiba aja dia meluk. Mas ga ada niat apa-apa. Percaya ya sayang" ucap Teddy dengan lembut dan mengelus surai rambut istrinya. 

Kaki Abel sudah tidak kuat lagi menompang berat tubuhnya. Abel menjatuhkan tubuhnya ke bawah lantai diikuti oleh Teddy yang tetap memeluknya.

"Maaf sayang". Lagi-lagi, Teddy meminta maaf untuk nada suaranya yang tinggi. 

Abel kehabisan kata-kata. Sudah ia dengar penjelasan sang suami, dan sekarang ia ingin menenangkan jiwa dan raganya.

"Liat mas dulu. Mas tau kamu sakit hati untuk kejadian ini. Mas minta maaf dan mas janji tidak akan berinteraksi dengan wanita itu" ucap Teddy memandangi wajah Abel. Mata Abel begitu merah dan semakin bengkak. Pedih hati Teddy melihat kondisi istrinya saat ini.

Teddy mengusap wajah Abel yang basah akibat cucuran air mata dan helaian rambut yang sudah berantakan. "Kita tidur ya" ucap Teddy mengangkat tubuh Abel, namun langsung di lepaskannya.

Abel lebih memilih berjalan menuju kasur dan menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. Teddy melihat istrinya pun hanya bisa terdiam dan bergabung menuju kasur. 



















POLAROIDWhere stories live. Discover now