(05)

73 17 0
                                    

Dua bulan sudah mereka les bersama, dan perkembangan Jelita pun sudah sedikit membaik.
Gadis itu sudah mau membaca buku, walau harus di ancam terlebih dulu oleh Rafa.

Tapi ada satu yang belum berubah, pertengkaran diantara keduanya.

Seperti sudah menjadi kebiasaan, mereka pasti selalu berdebat sebelum memulai les.

“Kan gue udah bilang, gue lupa!” ucap Jelita kesal.

Pasalnya Rafa terus saja memarahinya karena salah mengerjakan soal matematika yang sudah di ajarkannya.

“Umur lo sekarang berapa?” pertanyaan yang tiba-tiba keluar dari konteks pembahasan mereka itu membuat Jelita mengernyit bingung.

“16 kenapa?” jawab Jelita
“Baru 16 tahun udah pikun. Gimana masa tua lo nanti?” ucap Rafa acuh

Mendengar itu tentu membuat rasa kesal Jelita semakin menjadi.

“Bodoamat! Udah ah, gue males belajar hari ini!” Jelita menutup asal buku pelajarannya dan segera naik ke kamarnya.

Kini giliran Rafa yang bingung. Perasaan kemarin-kemarin dia memarahi Jelita lebih parah dari pada hari ini, tapi kenapa cewek itu sensitif sekali sekarang?

Karena sepertinya Jelita benar-benar marah, Rafa pun memutuskan untuk pulang. Sebelum itu dia mampir ke rumah Chan, menyusul Ken yang sedang bermain PS di sana.

“Kak Rafa disini? Bukannya hari ini ada les sama Jeje ya?” tanya Wendy yang melihat Rafa bersama dengan Chan dan Ken
“Di usir dia sama Jeje” timpal Ken
“Beneran kak?”
“Nggak. Cuma temen lo tiba-tiba ngambek, terus naik ke kamarnya”

“Kakak marahin Jeje lagi?”
“Iya”
“Oh pantes”
“Kenapa emang?” tanya Rafa
“Jeje lagi dapet kak. Hari pertama, wajar kalo dia sensitif”
“Oh” ucap Rafa datar, yang sebenarnya dalam hatinya sedikit lega karena dia kira Jelita benar-benar marah padanya.

Tapi disisi lain dia sedikit khawatir, saat mengingat wajah Jelita yang pucat dan tidak ada orang di rumahnya sekarang.

“Wendy” panggil Rafa
“Iya kak”
“Jelita kalo lagi dapet suka minum apa biar sakitnya ilang?” pertanyaan itu sukses membuat ketiga orang di sana kompak menatap aneh Rafa.

Walau sikapnya terkesan cuek, tapi Rafa tau jika cewek saat haid pasti rasanya nggak enak dan moodnya berubah-ubah, itu karena dia sering mengurus mama nya saat sedang haid.

“Gue nggak salah dengerkan?” tanya Chan
“Raf, lo pas ke sini ada kepentok apa gitu?” tanya Ken
“Bacot lo berdua!”

“Kak, lo suka sama Jeje ya?” tanya Wendy tiba-tiba
“Maksud lo?”
“Ya aneh aja, lo tiba-tiba peduli gitu sama Jeje”
“Itu…” Rafa tampak bingung mau menjawab apa
“Itu supaya dia bisa fokus belajar nanti malem. Besok kalian ada ulangan harian kan?” lanjutnya

Wendy menatap ragu cowok di depannya, tapi tak lama kemudian dia mengangguk.

“Iya" jawab Wendy
"Dan soal Jeje, dia nggak pernah minum obat kalo lagi dapet. Palingan cuma pake kantong air hangat, dan makan coklat sama seblak yang pedes banget buat ngembaliin moodnya”
“Lo bisa beli seblak samping alfamart sebelum masuk kompleknya Jeje. Minta yang level 10 sama cekernya dua” lanjut Wendy

Rafa mengangguk
“Makasih” ucapnya lalu menyambar jaketnya dan berlalu dari sana

“Kak Ken, emang kak Rafa waktu sama kak Rachel perhatian gini juga?” tanya Wendy sepeninggalan Rafa
“Setau gue sih selama mereka pacaran, Rafa nggak pernah nanyain hal-hal kayak gini. Biasanya si Rachel yang ngasih tau ke Rafa tentang kesukaannya dia”
“Oh, terus yang nembak duluan siapa?”
“Rachel”

Wendy mengangguk, feelingnya semakin kuat kalo Rafa mulai menyukai sahabatnya.

***
Disisi lain Rafa tengah melihat berbagai macam coklat. Dia bingung Jenis coklat mana yang disukai Jelita.

Disaat Rafa sedang kebingungan, tampak sepasang kekasih sedang memasuki tempat yang sama dengannya.
"Rafa” panggil seseorang.
Rafa menoleh dan melihat Rachel dan Darel menghampirinya

“Kamu ngapain disini?” tanya Rachel
“Beli coklat”
“Coklat? Kamu kan nggak suka coklat”
“Emang”
“Terus buat siapa?”
“Murid gue” karena masih bingung, akhirnya Rafa mengambil semua jenis coklat yang ada di sana.
Lalu dia segera pergi, menyisahkan sepasang kekasih yang tampaknya akan bertengkar.

“Wow, daya inget kamu besar juga ya ternyata” ucap Darel
“Maksud kamu?”
“Kamu masih inget kesukaan mantan tercinta kamu itu”

Rachel menghela nafas pelan
"Itu cuma reflek aja beb. Udah deh, aku lagi nggak mood berantem”
“Ya kalo nggak mood, jangan buat masalah!” bentak Darel
“Darel! Apaan sih, kita lagi tempat umum, malu” ucap Rachel menatap orang-orang disekitar yang kini tengah memperhatikan mereka

“Malu? Kenapa harus malu? Justru harusnya kamu yang malu, ngejar-ngejar mantan yang udah jelas-jelas move on dari kamu”

Rachel menutup matanya rapat-rapat. Mencoba menahan amarah sekaligus air matanya yang sepertinya akan tumpah.

Darel, pacarnya ini jika sudah marah dia tidak akan mengenal tempat.
Dia terlalu temperamental, dan itu yang membuatnya jenuh dan bosan.

Darel tidak seperti Rafa yang tenang dan dewasa dalam menangani masalah, itu yang membuat Rachel rindu akan sosok Rafa.

Walau sikap cowok itu terkesan cuek, tapi dia punya cara tersendiri untuk menunjukkan perhatiannya.

“Oke aku minta maaf. Kalo kamu mau marah-marah, jangan disini, di mobil aja” ucap Rachel
“Basi! Lo kalo masih mau belanja lanjutin aja, gue mau balik, nggak mood gue”
“Oke, kita pulang aja, aku juga udah nggak mood”
Sepasang kekasih itu pun pulang dengan diam

***
“Apa nih?” Jelita menatap bingung coklat dan seblak yang dibawa Rafa
“Buat lo”
“Iya tau, tapi kanapa lo tiba-tiba ngasih ini?”
“Gapapa"
“Aneh banget. Jangan bilang lo kasih racun ke makanan ini, karena lo kesel gue nggak lanjutin les tadi?” Jelita menatap curiga Rafa

Pletak! Rafa yang gemas pun menyentil dahi Jelita, membuat cewek itu mengaduh kesakitan.
“Sakit bego!” Jelita mengusap dahinya.

Mendengar itu, raut wajah Rafa seketika berubah. Entah kenapa dia tidak suka mendengar Jelita berkata kasar seperti itu.

Padahal kata itu sering di lontarkan oleh Ken dan Chan padanya.
“Permintaan kedua, gue mau lo nggak ngomong kasar didepan gue” ucap Rafa tiba-tiba yang lagi-lagi membuat Jelita mengernyit bingung

“Ngomong kasar gimana? Bangsat, tolol, anj...”
“Pokoknya apapun itu. Nggak ada kata-kata kasar saat lo sama gue”
“Kok lo jadi ngatur cara ngomong gue?”
“Gue cuma nggak suka denger orang ngomong kasar, apalagi cewek”
“Kalo gue nggak mau gimana?”
“Gue rasa permintaan gue kali ini bukan permintaan yang buruk”

Jelita menghembuskan nafas pelan
“Oke, cuma depan lo doang kan? Toh dibelakang lo gue masih bebas ngomong apa aja”
“Terserah”
“Berarti sisa satu permintaan. Apalagi?”
“Masih gue pikirin”
“Awas aja yang aneh-aneh. Udah balik sana” 
“Hm, gue balik”

“Btw, makasih buat ini” ucap Jelita
“Sama-sama” ucapnya
“Tumben dibales yang bener. Padahal gue udah siap-siap kesel denger balesan singkat lo”

Rafa tersenyum kecil mendengar celetukan Jelita, lalu menaiki motornya dan pulang

My Privat Teacher Became My BoyfriendDonde viven las historias. Descúbrelo ahora