[semara] • 1. lewat jam dua belas malam

163 30 9
                                    

kamu tim tidur cepat atau begadang?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

kamu tim tidur cepat atau begadang?

•••

Ponsel itu bergetar panjang, berulang kali. Memasuki rongga telinga, membangunkan Jian.

Kelopak matanya bergerak-gerak, berusaha membuka. Perlahan kesadarannya menjauh dari alam mimpi. Tangannya memanjang mencari-cari ponselnya berada.

Lalu, getar itu tidak terdengar lagi. Ruang kembali senyap, tetapi hanya beberapa saat.

Sebab beberapa detik setelahnya, Jian terperanjat. Ia pikir ia terbaring sendirian di ranjang berukuran queen ini.

Susah payah Jian mengingat-ingat kejadian sebelum alkohol menghilangkan kesadarannya. Sumpah demi Tuhan, seingatnya ia hanya minum beberapa teguk minuman bersama bos dan dua orang teman kerjanya. Setelahnya ... setelahnya ....

Jian tidak ingat. Sialan.

Tumben sekali jadi sepayah ini. Hanya karena beberapa teguk, ia teler sampai amnesia begini. Apa mungkin karena beberapa bulan terakhir ini memang begitu berat Jian hadapi?

Tatapan Jian melirik perempuan yang berbaring miring menelungkup di sebelahnya. Meski sebagian wajahnya tertutupi helaian rambut panjang berwarna cokelat, Jian tetap mengenali siapa perempuan itu.

Shit. Jian mengumpat berulang kali dengan frustrasi.

Bagaimana bisa ia berakhir di ranjang yang sama dengan bosnya? Lalu, di mana teman-temannya?

Buru-buru Jian mencari pakaiannya. Memakainya dengan terburu-buru. Dengan degup jantung menderu-deru. Tangannya gemetaran, bikin ia kesulitan saat mengancingi kemejanya.

"Jian?"

Sapaan itu membuat Jian refleks menoleh dan hampir jantungan. Ia gelagapan, padahal ada banyak kata da  tanya yang ingin ia utarakan pada Kalila, bosnya di kantor.

"Ma-malam, Bu. Ng, anu, Bu---"

"Kamu mau ke mana?" Kalila bergerak duduk, bersandar ke kepala ranjang seraya menutupi dadanya dengan selimut. Matanya menyipit campur kantuk.

Jian segera mengalihkan pandangan. Tidak melihat yang seharusnya tidak boleh ia lihat. "Saya ... i-itu, Bu. Saya ...."

Sambil mengedarkan pandangan ke segala arah, Jian berusaha mengumpulkan memorinya, tetap tidak bisa. Itu benar-benar bikin ia ketakutan!

Lalu, Jian mencari-cari arlojinya di nakas, ingin tahu jam berapa sekarang. Namun, pastinya ia sudah terlambat pulang!

Hingga akhirnya ia menemukan arlojinya di karpet dekat sudut kaki ranjang. Begitu pun dengan celana dan kemejanya tadi, berserakan dengan jarak berjauhan.

Sebenarnya, apa yang mereka lakukan? Astagaaa! Argh!

"Kamu mau ninggalin saya, Ji? Katanya kamu minta ditemenin?"

Jian tercengang hebat. "Maaf, Bu. Saya nggak ngerti Ibu ngomong apa."

"Stop manggil aku Ibu, ah, Ji. Aku nggak masalah kok kamu manggil nama aku kayak tadi. Kalo di luar kantor, just call me Kalila. Toh, kita juga seumuran, kan?"

"Ta-tadi?"

Kalila mengangkat kedua alisnya. "Iya, tadi. Hm ... mungkin beberapa jam lalu. Kamu panggil aku Kalila dengan suara manja kamu. Kamu nggak ingat?"

Jian tertawa ngeri. "Ini pasti bercanda."

Kalila terbahak. "Bercanda? Kamu pikir, aku mengada-ada? Kamu bisa tanya temen-temen kamu kenapa kita ada di sini kalo kamu nggak percaya."

Ucapan Kalila semakin bikin Jian pusing. Rasanya kepalanya mau pecah. Namun, benar kata Kalila. Ia memang harus segera menemui Yoga dan Widi, teman-temannya yang tadi minum bersamanya. Lalu, meminta penjelasan tentang apa yang terjadi antara ia dan Kalila.

"Serius kamu mau balik? Wah, ngeselin ya kamu, Ji."

Ocehan Kalila tidak Jian gubris. Persetan dianggap tidak sopan dengan bos sendiri. Ia mengambil ponselnya di nakas dengan terburu dan berniat keluar dari kamar ini. Berpisah secepat mungkin dengan Kalila.

Astaga, mereka bahkan tidak seakrab itu di kantor. Hubungan mereka murni antara bos dan karyawan. Bagaimana bisa malam ini mereka tidur satu ranjang? Tanpa pakaian pula! GILA!

Dua teman Jian harus tanggung jawab! Mampir ke kelab selesai meeting ini ide mereka!

Belum sempat Jian mencari kontak teman kantornya, ia melihat ada banyak missed call dari beberapa nomor ponsel anggota keluarganya. Bikin keningnya mengerut. Apa mungkin karena tidak biasanya ia pulang lewat jam dua belas malam, sampai-sampai ia diteleponi begini?

"Ji, tanggung nggak, sih? Bentar lagi subuh. Mending balik pagi sekalian." Kalila berseru lagi. "Jian?"

Telinga Jian menuli selama mencari kontak Yoga atau Widi. Sambil memakai asal sepatunya. Sedetik kemudian, sebuah panggilan masuk menggetarkan ponselnya lagi. Membuat nyala layarnya lagi, menampilkan id caller Dhira, adik iparnya.

"Halo, Ra?"

"Mas, akhirnya diangkat juga! Kamu di mana, Mas? Mbak Hani masuk ICU."

Hampir saja Jian menjatuhkan ponselnya ke lantai dingin hotel saat berhenti melewati karpet dan membuat layarnya pecah begitu mendengar kabar pukul dua dini hari itu.

Tidak ada yang lebih penting dari kembali berbalik saat Kalila memanggil namanya berulang kali. Jian hanya ingin lekas bergegas, menuju rumah sakit menemui istrinya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang