24. Perfect Family

Start from the beginning
                                    

"Setelah diberi sample virus 278 kondisi pasien menjadi tenang, dimulai dari pukul 17.35." Riq menyalakan perekam suara, sementara tangannya sibuk menuliskan hasil eksperimen yang tengah mereka laksanakan. Jam, menit dan detik berlalu. Andrew mengusap pelipisnya yang berkeringat, dia masih harus mengawasi zombie yang mereka jadikan bahan penelitian.

Walau lelah ekspresi Andrew menjdi cerah, sample virus kali ini memiliki efek cukup lama untuk menenangkan objek. Mereka mendapat kemajuan. "Kini pukul 19.23, pasien masih bersikap tenang tidak menunjukan tanda-tanda agresif."

"Haus, haus, aku haus ...," lirih zombie. Andrew berdiri dari tempat duduknya, matanya melebar, segera dia melirik Riq yang tak kalah terkejut. "Pukul 19.24, pasien mulai mendapatkan kesadaran!" Andrew mengusap wajah tersenyum lebar, dia memeluk sang ayah erat-erat. "Kita berhasil, Ayah! Kita berhasil!"

"Hahaha, akhirnya!"

Keduanya kegirangan hingga berpelukan. Segera saja Andrew mengambil segelas air dan mendatangi zombie yang terkulai lemas di atas ranjang. "Minum ini, kau akan merasa lebih baik." Andrew menyodorkan gelas tersebut hingga mendekati bibir pasien, tetapi baru saja air membasahi bibirnya, dia kembali mengamuk, dengan agresif dia berusaha menggigit lengan Andrew.

"Jangan sampai tergigit!" seru Riq, menarik tubuh Andrew yang kesulitan melepaskan diri. Zombie itu yang dengan agresif semakin mengicar sebagian tubuh Andrew. "Ayah!" Riq mendesis, dia mengambi sehelai kain. Dia ke arah belakang zombie lantas menutup mulut monster itu hingga tak dapat menggigit. "Grooaarrr!"

"Berikan obat penenang!" Riq menggigit bibirnya, tangannya masih berada di atas kain yang mengikat mulut zombie. Tanpa menunggu lebih lama Andrew yang berhasil lepas dari cengkeraman zombie bergegas mengambil obat penenang. Dia mengambi suntikan lain dan segera menyuntikan obat.

"Groaarrr...," lirih zombie yang mulai terpejam, kembali tenang dan tak sadarkan diri. Keduanya mengambil napas, terduduk lemas di lantai. Andrew menyandarkan kepalanya ke dinding. Ini eksperimen ke 278 dan yang berakhir kegagalan. "Sepertinya ini mustahil," gumamnya sembari memejamkan mata.

"Ayolah," bujuk Riq bangkit dari duduknya, dia menepuk-nepuk pakaiannya tersenyum. "Jangan patah semangat begitu. Aku yakin kita bisa menemukannya, hanya masalah waktu." Riq berjalan ke arah meja, lantas menyalakan sebuah lagu dari alat perekam.

I have this thing where I get older but just never wiser
Midnights become my afternoons
When my depression works the graveyard shift
All of the people I've ghosted stand there in the room.

Lagu Taylor Swift mengalun mengisi ruangan, Andrew mulai membuka mata tertawa kecil perlahan bangkit mendekati Riq. Walau mereka kembali gagal setidaknya sudah ada kemajuan walau sedikit. "Ayah tahu kau swiftie sejati. Mari dengarkan musik kesukaanmu lantas bekerja lagi." Andrew hanya tersenyum, bibirnya bersenandung mengikuti lirik lagu.

It's me, hi, I'm the problem, it's me
At tea time, everybody agrees
I'll stare directly at the sun but never in the mirror
It must be exhausting always rooting for the anti-hero.

"Ayah, Kakak! Kalian lama sekali. Ibu dari tadi sudah memanggil untuk makan malam." RZ muncul dari celah pintu, kemudian mata bundarnya berkedip. "Oh, pantas saja tidak dengar. Kalian mendengarkan musik." Sepasang ayah dan putra itu hanya tertawa, Riq menggendog RZ dan menggenggam tangan mungil gadis kecil itu. "Kenapa kau tidak ikut menyanyi dengan kami, Nak?"

"Ini lagu kesukaan Kak Andrew, kan?" Andrew mengangguk mengacak-acak rambut sang adik. Perasaannya mulai membaik setelah mendengr lagu favoritnya. "Ayo, ikut bernyanyi." RZ mengangguk antusias memeluk ayah dan kakaknya.

FLC MultiverseWhere stories live. Discover now