Suatu fenomena yang benar-benar aneh. Jika dipikirkan terlalu dalam bisa menimbulkan rasa takut yang besar. Tidak ingin larut dalam perasaan negatif, Riq menggelengkan kepala.

"Ah! Udah! Gak usah dipikirin, Chita. Toh, barangkali bukan hal penting. Ayo kita lanjut jalan, mungkin kita bisa menemukan sesuatu."

Chita mengangguk, "Benar juga. Ayo jalan lagi."

Riq dan Chita beranggapan kedatangan mereka yang misterius ini pasti memiliki alasan atau lebih tepatnya penyebab. Jadi pasti ada sesuatu di pulau ini yang dapat memberi mereka jawaban. Karena itulah keduanya tetap berpikir optimis dan terus berjalan sambil berharap dapat menemukan sesuatu.

Elin yang mendengarkan percakapan keduanya akhirnya menampakkan diri. Setelah mengetahui kedua anak muda itu bukan orang jahat ia tidak sungkan bergabung dengan mereka.

"Permisi."

"Huwaa!" Chita tersentak mendengar suara dari belakangnya. "S-Siapa kamu!?"

Gadis berambut pirang itu langsung menjaga jarak. Begitu juga dengan Riq meskipun ia tidak sekaget Chita.

Elin menelan ludahnya lalu menjelaskan, "Namaku Elin. Aku bukan orang jahat. Aku juga sama seperti kalian. Ingatanku menghilang sejak tersadar di pulau ini," Kata-kata Elin terdengar tenang, tidak terlihat gugup. Meskipun tidak bermaksud, ekspresinya terlihat jutek yang mana hal itu membuatnya tidak terlihat meyakinkan.

"Mau apa kamu?" tanya Riq. Sekalipun Elin perempuan dan mengaku berada dalam situasi yang sama, Riq tidak mau lengah. Kewaspadaan sangat diperlukan ketika berada di pulau asing.

"Aku gak ada niat tersembunyi kok. Aku gak ada barengan. Kalo boleh, bisa aku bergabung dengan kalian? Bertiga lebih baik daripada berdua 'kan?"

Riq memandang Chita. "Gimana nih?"

"Hmm ... kayaknya dia jahat deh. Mukanya kayak orang jahat gitu," bisik Chita.

Chita dan Riq akhirnya berdiskusi secara bisik-bisik. Elin hanya diam saja agar mereka mendiskusikan kehadirannya dengan baik. Semuanya demi kerja sama.

Beberapa saat kemudian, Riq dan Chita akhirnya sama-sama mengangguk.

"Baiklah, kami akan menerimu," ucap Riq.

"B-Benarkah?"

"Iya," jawab Chita. "Maaf ya kalo sifat kami agak keterlaluan. Soalnya kami tidak mau dijahati atau mendapati hal buruk di pulau ini. Tapi di sisi lain kami juga butuh lebih banyak teman. Jadi kamu bisa ikut kami sekarang."

Chita tersenyum lebar. Senyumannya benar-benar manis, sesuai dengan parasnya yang sangat cantik. Berbanding terbalik dengan Elin yang ikut senang tapi tetap jutek-jutek saja. Hanya senyuman kecil yang sedikit memperindah raut wajahnya.

"Terima kasih banyak. Namaku Elin."

"Oh iya! Kita belum berkenalan secara resmi." Chita terkekeh. "Namaku Chita. Ini Riq, temanku waktu SMA. Kami sebenarnya tidak satu kampus tapi tidak menyangka akan bertemu lagi. Hehehe."

"Haloo ... namaku Riq. Semoga kita bisa jadi teman dekat." Riq tersenyum lembut.

Elin akhirnya mendapatkan dua teman di pulau terpencil ini. Ia pikir yang mengalami situasi aneh ini hanya dia saja, tapi ternyata Elin tidak sendirian. Chita dan Riq juga sama dengannya. Elin pun merasa bersyukur dan lebih tenang.

Kelompok yang terdiri dari tiga orang ini melanjutkan perjalanan memasuki hutan di pulau terpencil lebih dalam lagi. Sembari berjalan mereka mengobrol, tapi sayang topiknya sangat terbatas karena ingatan yang tidak banyak.

Hampir semua pengalaman terlupakan. Tapi mereka masih mengenal konsep seperti sekolah, rumah sakit, resep membuat makanan tertentu, 1+1=2, dan seterusnya.

FLC MultiverseWhere stories live. Discover now