Another Deliberation

193 51 0
                                    

"Katanya, banyak orang yang ngomongin soal kamu di kantor." Pak Yogiswara membuka obrolannya tanpa tedeng aling-aling. "Cewek-cewek banyak yang naksir, ya?"

Yayan tertawa.

Siang itu, mendadak Pak Yogiswara mengajaknya makan. Namun, biar tidak dicurigai orang-orang, Yayan meminta pria itu bertemu di restoran saja. Toh, tadi juga saat Pak Yogiswara mengirimnya pesan, Yayan sedang weekly sync untuk bahas progres mingguan.

"Efek orang ganteng, Pak," jawab Yayan apa adanya.

Pak Yogiswara berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Pedenya mirip-mirip Rudi," komennya. "Tapi itulah yang bikin saya ajak kamu gabung di Hanambra. Kantor ini perlu orang-orang fresh dan pede. Kantor ini terlalu banyak bapak-bapak daripada orang mudanya."

Kepala Yayan manggut-manggut.

"Ngomong-ngomong, Papamu jarang ke Jakarta?" tanya Pak Yogiswara lagi. Mata pria berkulit sawo matang itu menatap Yayan lurus-lurus. "Saya belum sempat kontek Rudi lagi gara-gara masih sibuk di departemen marketing dan penjualan."

"Papa terakhir ke Jakarta pas saya wisuda, sih, Pak."

"Abis itu? Belum ke sini lagi? Oh, ya! Bapak lupa tanyain waktu itu. Kenapa kamu pilih di Jakarta?"

"Jodohnya di Jakarta."

Kepala Pak Yogiswara tersentak. Matanya melebar penuh minat. "Wah, wah, wah! Udah ketemu jodoh, toh?"

Alih-alih menjawab, Yayan hanya mengangkat bahu.

Boro-boro ketemu jodoh, dia saja sudah lama tidak buka aplikasi kencan online. Padahal akhir-akhir ini aplikasi itu muncul notif sebagai pengingat sudah lama Yayan tidak berselancar di platform tersebut.

Maklum saja, sejak lulus Yayan memilih fokus pada aplikasi pencarian kerja. Mulai dari JobStreet, Glints, LinkedIn, dan sebagainya. Tiada hari tanpa me-refresh kotak masuk email-nya. Begitu kerja di kantor sebelumnya pun, Yayan tak sempat melirik aplikasi-aplikasi kencan. Demi mendapatkan yang diinginkannya, lelaki itu sampai tidak pernah silent ponsel agar ketahuan adanya telepon entah dari headhunter atau HRD yang bisa memberinya offering yang lebih oke.

"Tapi kamu betah di Hanambra, Yan?" tanya Pak Yogiswara lagi-lagi.

Kepala Yayan manggut-manggut. "Environment oke, kok, Pak. Tapi maaf banget, Pak, kalau soal gaji, saya belum bisa komen. Belum gajian."

Tawa Pak Yogiswara berderai. "Kalau gitu nanti kasih tau aja setelah gajinya masuk. Tanggal 25, kok. Tinggal tiga hari lagi."

"Siap, Pak." Yayan ikut tertawa. Kemudian, "Pak. Saya boleh ngomong hal yang agak berat sedikit, nggak?"

"Silakan, silakan."

"Sanksi apa yang kira-kira Hanambra kasih buat pelaku harassment?"

***

Yayan sedang membuka salah satu kardus berisi sampel dari salah satu supplier. Tetapi ada sesuatu yang bikin hatinya menjadi tak nyaman setelah mendengar jawaban Pak Yogiswara tadi siang. Jawaban pria itu terlalu ngambang, seperti jawaban template.

Tentu saja selalu ada sanksi sekaligus tindakan seandainya terjadi kasus harassment atau tidak sesuai peraturan di dalam suatu perusahaan. Ada tahap-tahapnya juga. Misal, diberi SP, lalu dan seterusnya.

Namun, entah kenapa itu belum membuat Yayan puas.

Harassment tetap terjadi di Hanambra. Ironisnya, pelakunya malah seseorang yang semestinya dipercaya mampu bertanggung jawab atas so-called kesejahteraan karyawan.

The Teasing GameWhere stories live. Discover now