Delapan

42 32 5
                                    

Disclaimers:
● Cerita ini adalah FIKSI. Mohon kebijakan pembaca untuk tidak membawa karakter dalam cerita ini ke dalam kehidupan nyata visual yang bersangkutan;
● Jika ada kesamaan nama, tempat, atau alur, itu murni ketidaksengajaan;
● Jika ada typo, mohon dimaklumi dan boleh ditegur agar bisa direvisi nanti;
Last but not least, jangan lupa meninggalkan like dan komentar sebagai bentuk apresiasi terhadap cerita ini. Makin antusias kalian, makin bagus.



"Imbalan yang kau berikan sama sekali tidak menarik."

Irish tersenyum remeh. "Aneh, bukankah orang-orang sangat menyukai uang? Ketika mereka memiliki banyak uang, pasti mereka bisa membeli hal-hal yang membuat bahagia. Sederhananya, uang adalah sumber kebahagiaan. Kau pasti tau itu, kan?"

"Tidak semua kebahagiaan bisa dibeli dengan uang."

Irish menghela napas panjang. "Lalu apa yang kau mau? Katakan. Aku harap kau tidak meminta hal-hal konyol dari dunia fantasi yang mustahil untuk dikabulkan!"

"Keluarga."

Irish tergelak. "Permintaanmu satu ini jauh lebih konyol ketimbang meminta hal-hal mustahil dari dunia fantasi. Bagaimana bisa kau mengharapkan keluarga dariku yang tidak pernah merasakan kehangatan akan hal itu?"

...

...

...

Dering ponsel yang ada dipangkuannya, membuat Irish terbangun. Menyadari bahwasanya hal yang barusan terjadi adalah sebuah mimpi, refleks membuat Irish uring-uringan.

"Sial," umpat Irish. Merasakan pipinya basah, membuatnya tergerak untuk mengusap sisa-sisa air mata yang mengalir dari pelupuk matanya ketika tertidur. "Ada banyak hal indah atau buruk lainnya yang bisa dilihat lewat mimpi, tetapi kenapa harus mimpi seperti barusan yang aku lihat?"

Menyadari dering ponselnya tidak akan pernah berhenti sebelum diangkat, akhirnya Irish menerima panggilan tersebut tanpa memastikan siapa yang meneleponnya di kala dirinya baru saja terjaga.

"Kau di mana?"

Irish mengedarkan pandangannya ke arah sekitar dan menyadari dirinya berada di dalam mobil van—yang biasanya menjadi alat transportasi untuk Irish bepergian kerja dari perusahaan.

"Di mobil," jawab Irish lalu bertanya, "Kenapa?"

"Apa kau lupa hari ini hari apa?"

Irish menjauhkan ponselnya sejenak dari telinga untuk melihat hari lalu menempelkannya kembali. "Hari Selasa. Kenapa?"

Terdengar helaan napas panjang dari seberang. "Semua orang tau kalau sekarang hari Selasa, tetapi bagaimana bisa kau melupakan hari ini ada press conference di Shalimar?"

Irish terdiam sejenak, berusaha mengingat kegiatannya sebagai aktris pada aplikasi Trello yang ada di tabletnya semalam.

"Apa kau sedang banyak pikiran sehingga tidak bisa mengingat jadwalmu dengan baik?"

"Sepertinya karena efek bangun tidur makanya aku masih linglung. Posisimu ada di mana, Manager Lin? Mengapa kau tidak ada bersamaku di dalam mobil van?"

"Aku sudah di Shalimar sejak 30 menit lalu. Jadi cepatlah ke sini! Kau tidak ingin membuat para wartawan makin mengamuk dengan tindakanmu, kan?"

Merasa seperti disalahkan, Irish pun berdecak kesal. Ia baru ingat bahwasanya Manager Lin belum memberitahu alasan digelarnya press conference secara dadakan.

Avenoir  |  Jung Jaehyun (ON HOLD)Where stories live. Discover now