Bab 14: Match made in heaven

Start from the beginning
                                    

Salah satu kakak mahasiswa maju ke depan dan memberi pengumuman.

"Lomba akan segera dimulai, silakan melakukan registrasi ulang dan mengecek daftar kehadiran di samping sini. Tolong pakai juga name tag pengenal, juga duduk bersama kelompok. Bagi pendamping silakan menunggu di depan ruangan."

"Aku keluar dulu ya," kata Anila pelan. "Kalian semangat!"

Nami, Tamam dan Fiza mengangguk, mengucapkan terima kasih.

***

Spanduk di panggung luar biasa besar memenuhi background, tertulis: ACARA PUNCAK FESTIVAL SENI, PENGUMUMAN LOMBA TINGKAT NASIONAL, berwarna merah dipadukan hitam dan dihiasi oleh rumbai kuning emas menyala. Sekelompok siswa dari berbagai sekolah berkumpul di hadapan panggung itu dengan ditemani para guru pendamping. Ruangan aula hampir penuh, sebagaian masih berada di luar menikmati udara sejuk sore hari.

Rombongan sekolah Anila baru saja memasuki ruangan dan sedang mencari tempat duduk yang nyaman dan muat untuk mereka berenam. Pak Omar memimpin jalan, dan para muridnya mengekor dengan patuh. Tangan mereka penuh dengan botol minum dan sekotak scnak yang disediakan panitia, tapi mereka terlampau gugup untuk memakan habis semuanya.

"Di sini," ujar Pak Omar, duduk di bangku barisan ketiga dari depan.

Mereka semua duduk berderet. Pak Omar, Tamam, Gia, Nami, Fiza dan Anila.

"Gimana perasaan kalian?" tanya Pak Omar.

"Gugup banget."

"Deg-deg an, Pak."

Mereka saling memandang, menggeleng lemah, atau tertawa canggung. Untuk pertama kalinya, mereka sadar telah berusaha sebisa mungkin. Di ruang aula ini, mereka disadarkan bahwa bukan hanya mereka yang berjuang. Ada banyak orang yang telah berusaha dan berlatih untuk perlombaan ini. Itu membuat mereka cukup merinding.

Fiza mencicit, "Kalau kalah nggak papa?"

"Nggak papa," jawab Anila. "Tapi kalian pasti menang. Karya mading kalian sangat bagus dan menarik," lanjutnya.

"Aku harap," balas Fiza, berdoa sepenuh hati.

Acara dimulai dengan berbagai rangkaian seremonial. Sambutan dan laporan dari ketua pelaksana, panitia. Lalu, penampilan pembacaan musikalisasi puisi, tarian, dan juga nyanyian yang membuat para penonton lupa ketengangannya.

Ketika pengumuman dimulai, hampir seluruh penonton kembali merengut gugup. Lomba yang pertama kali diumumkan adalah lomba reportase. Seorang pembawa acara membuat adegan ini begitu dramatis, hingga ketika nama Gia disebut sebagai pemenang ke tiga, Pak Omar bersorak ramai

Gia tersenyum sumringah, terkejut bercampur bahagia. Dia tak pernah mengira bisa juara meskipun urutan ke tiga. Sebab peserta yang mengikuti lomba ini mencapai lima puluh orang.

"Selamat, Kak Gia! Tuh kan, kataku juga menang," sahut Anila menyalami Gia dengan antusias.

Rasa syukur terpancar di mata Gia. "Makasih, An!" Gia bangkit dari duduknya dan maju ke panggung untuk menerima hadiah.

Pengumuman ke dua adalah lomba madding. Tangan Fiza begitu dingin dan ketakutannya terpapar lewat wajahnya. Meskipun Anila berusaha menenangkannya, bahkan meskipun dirinya sendiri sudah beberapa kali mengulang dalam hati, "Nggak papa kalah juga. Kamu ikut lomba bukan buat menang, tapi buat belajar Fiza!" tetap saja Fiza gelisah. Karena di dalam hati kecilnya, dia ingin menang. Fiza ingin membuktikan bahwa dia juga punya harapan, punya mimpi.

"Juara dua lomba mading, dari kelompok lima belas!"

Anila melirik nomor yang dipasang di samping kiri jilbab Fiza. "Lima belas! Fizaa!" serunya.

Enchanted to Meet You (COMPLETED)Where stories live. Discover now