10

448 55 14
                                    

Voldemort menggendong Harry memasuki rumah itu. Para pelayan tampak sibuk menyiapkan segala sesuatunnya, suasana begitu sibuk tidak kelihatan kalau sekarang sudah dini hari.

Lelaki itu mendudukkan Harry di ranjangnya yang berseprai satin, lalu memberikan beberapa instruksi kepada para pelayannya.

Setelah air panas dan perban serta obat-obatan lain diletakkan, para pelayan melangkah pergi dan meninggalkan Harry sendirian di dalam kamar bersama Voldemort.

Harry terdiam, berusaha menggenggam jari-jarinya yang gemetaran. Dia masih mengenakan jas Voldemort yang diselimutkan di bagian depan dadanya, menutupi pakaiannya yang robek. Dia sangat ketakutan, usaha pemerkosaan yang dilakukan Theo telah menguras seluruh emosinya, dan kemudian pemandangan mayat Theo yang bersimbah darah dengan mata dan ekspresi terkejut akan selalu menghantuinya. Ditatapnya Voldemort dengan pandangan ragu.

"Apakah kau akan membunuhku?"

Voldemort hanya tersenyum misterius dan kemudian bergumam tenang. "Buka jas itu."

Harry langsung berjingkat dari ranjang, terkejut. Apakah dia dilepaskan dari mulut buaya hanya untuk masuk ke kandang harimau yang lebih ganas? Apakah lelaki itu akan memperkosanya?

Digigitnya bibirnya. Dia tidak akan menyerah kepada Voldemort, dan membiarkan lelaki itu menguasainya dengan mudah.

"Tidak." Jawabnya dengan menantang.

Voldemort mengangkat alisnya, "Keras kepala, padahal kau begitu lepas. Buka jas itu."

"Tidak!" suara Harry makin keras, dia benar-benar ketakutan.

"Aku tidak akan memperkosa mu. Aku tidak tertarik dengan submissive yang acak-acakan setelah dipegang lelaki lain, dan terluka di mulutnya, tidak akan enak untuk dicium." Voldemort tampak tidak sabar, "Biarkan aku melihat lukamu."

Harry gemetar. Aura menakutkan itu masih ada, memancar jelas dari tubuh Voldemort. Benarkah lelaki itu akan melakukannya? Ataukah lelaki itu akan memperdayakannya?

Voldemort mendekatkan meja yang berisi baskom air hangat, obat-obatan, kapas, perban dan beberapa obat luar lainnya ke dekat ranjang. Kemudian dia menarik kursi, duduk tepat di depan Harry yang terduduk di tepi ranjang. Matanya menatap tajam, memaku Harry di tempat sehingga Harry tidak bisa berbuat apa-apa ketika Voldemort melepaskan jas yang melindungi tubuh depannya yang terpampang jelas karena pakaiannya yang robek.

Otomatis Harry langsung memeluk tubuhnya. Tetapi Voldemort mencengkeram pergelangan tangannya lembut dan menyingkirkan tangannya ke samping tanpa kata. Pipi Harry memerah ketika tubuh depannya dilihat Voldemort. Tetapi lelaki itu tampaknya tidak tertarik dengan pemandangan dadanya. Matanya terpaku pada bekas cakaran dan goresan yang menimbulkan bilur-bilur merah di pundak Harry. Dengan seksama Voldemort meraih pergelangan tangan Harry, memeriksa memar-memar kemerahan yang beberapa mulai membiru dengan mengerikan di sana. Lelaki itu lalu menggunakan jemarinya untuk mengangkat dagu Harry. Memiringkan bibirnya agar terkena sinar lampu sehingga lukanya terlihat jelas.

Sejenak suasana hening. Tetapi aura kemarahan terasa kental. Memenuhi ruangan, membuat suasana menjadi menakutkan. Lelaki itu menggertakkan gerahamnya sambil mengamati luka-luka Harry. Dan kemudian terdiam lama seolah mencoba menahan diri.

Lalu dalam keheningan pula Voldemort mengambil kapas dan mencelupkannya ke dalam cairan alkohol antiseptik kemudian mengusap bilur-bilur kemerahan yang sedikit berdarah di pundak Harry. Harry mengerang atas sentuhan pertama kapas itu. Tetapi Voldemort memperlembut gerakannya,

"Shhh ...." dia berbisik pelan, mencoba menenangkan Harry ketika sekali lagi dia mengusap bilur-bilur itu dengan cairan alkohol dan antiseptik, membersihkannya. Harry mengernyit merasakan pedih di kulitnya ketika proses itu. Kemudian lelaki itu mencelupkan kapas di air hangat dan menggunakan jemarinya sekali lagi untuk mengangkat dagu Harry, dengan gerakan lembut tetapi pasti, diusapnya luka bekas tamparan Theo di ujung bibir Harry.

From The Darkest Side | Tomarry [ON GOING]Where stories live. Discover now