Dua Puluh

3.5K 889 50
                                    


Aku nggak bisa kasih THR duit, jadi aku kasih update-an aja ya. Met baca.

**

YASHICA merogoh saku rok saat mendengar nada notifikasi dari ponselnya. Pesan dari Sakti.

Jangan pulang duluan ya. Tunggu saya. Meeting-nya udah selesai. Otw balik ke kantor.

Yashica segera mengetik balasan. Baik, Mas.

Dia tersenyum dingin. Ternyata dia tidak perlu melakukan apa pun untuk tetap mendapatkan perhatian Sakti, padahal laki-laki itu sudah tahu jika Yashica tidak perlu bantuan apa pun karena tidak punya masalah kejiwaan. Peristiwa hendak bunuh diri itu hanya ada dalam imajinasi Sakti.

Yashica merasa rencananya akan berjalan mulus. Tidak akan sulit membuat Sakti tertarik padanya. Sekarang Sakti pasti melihatnya dengan sudut pandang berbeda setelah tahu dia seorang dokter, bukan sekadar OG. Bagaimanapun, status sosial dan pendidikan pastilah penting untuk orang-orang seperti Sakti.

Yashica tahu jika rencananya agak ekstrem karena dia melibatkan perasaan orang lain, tapi dia tidak punya pilihan. Untuk mencapai tujuan, kita terkadang harus menumbalkan seseorang. Dalam kasusnya, tumbal itu adalah Sakti karena dia butuh laki-laki itu untuk masuk dalam ring satu Resmawan Jati. Kelak, Sakti mungkin akan sakit hati saat tahu dirinya hanya dijadikan alat, tapi bukankah dia sudah menerima kasih sayang dan cinta dari Resmawan Jati nyaris seumur hidupnya? Cinta itu harusnya seharusnya milik Yashica. Jadi ini adalah barter yang bagus. Yashica tidak perlu merasa terlalu bersalah.

Laki-laki adalah makhluk visual, dan Yashica tahu jika dirinya menarik. Yang perlu dilakukannya untuk membuat Sakti terjerat adalah bersikap lebih hangat, walaupun jujur, itu adalah tantangan karena Yashica tidak pernah bermanis-manis kepada laki-laki yang berusaha mendekatinya. Sulit untuk tidak berpikiran buruk pada laki-laki ketika perempuan-perempuan yang Yashica sayangi punya masalah dengan kaum Adam. Ibunya tidak pernah berhenti mencintai laki-laki yang meninggalkannya ketika sedang hamil. Tante Ilona pun punya masa lalu pahit dengan laki-laki yang katanya mencintainya. Bedanya, Tante Ilona tidak sedang hamil ketika ditinggalkan. Tante Ilona berubah menjadi sinis pada laki-laki sementara ibu Yashica tetap hidup dalam angan-angan dan percaya bahwa cintanya akan kembali.

Yashica ingin percaya bahwa tidak semua laki-laki gampang bosan dan meninggalkan komitmen yang sudah diikrarkannya, tapi dia tertarik untuk membuktikannya secara pribadi dengan menjalin hubungan asmara. Dia cenderung menjauh dari kemungkinan terikat dengan seorang laki-laki. Daripada menghabiskan energi untuk seseorang yang mungkin akan memberinya patah hati seperti yang dilakukan Resmawan Jati pada ibunya, Yashica lebih memilih fokus pada kuliahnya. Atau mungkin Yashica bersikap seperti itu hanya karena belum menemukan seseorang yang membuatnya merasakan dorongan kuat untuk mengambil risiko patah hati. Entahnya. Intinya, sampai saat ini Yashica merasa dirinya baik-baik saja tanpa pendamping.

Dia punya pekerjaan yang dia sukai. Dia bisa melakukan apa pun yang diinginkannya karena uang tidak pernah menjadi masalah. Semasa hidup, Kakek Yashica punya punya perkebunan tembakau yang sangat luas. Insting bisnis membuatnya melebarkan sayap dan berinvestasi cukup besar pada bisnis anak sahabatnya ketika orang itu hendak membuka pabrik cat. Itu pilihan tepat karena merek cat itu kemudian menjadi salah satu merek paling terkenal di tanah air, dan sudah IPO sejak belasan tahun lalu. Yashica sebenarnya bisa hidup enak tanpa harus bekerja. Dividen dari warisan 30 persen saham kakeknya tidak akan mungkin habis, seboros apa pun dia menggunakannya. Apalagi dia tidak boros. Uang penjualan perkebunan tembakau yang ibunya simpan dalam reksadana bahkan belum disentuh sama sekali.

Setelah kakeknya meninggal dunia menyusul neneknya, ibu Yashica lantas menjual perkebunan karena tidak mampu mengelolanya. Ibu Yashica kemudian membuka restoran yang sukses bersama Tante Ilona. Sayangnya, Yashica harus melepas usaha itu setelah Tante Ilona berpulang. Yashica tidak berminat dan tidak memiliki bakat untuk berbisnis. Sebelum menjadi dokter beberapa tahun lalu, dia hidup dari dividen yang jumlahnya terus bertambah setiap tahun.

Garis DarahWhere stories live. Discover now