Chapter 1 : Izaya And Shizuo

9 2 0
                                    


Pintu terbuka setelah pemiliknya menekan angka demi angka yang menjadi pin untuk memasuki apartemen. Sang pemilik lengkap dengan coat hangat melapisi tubuh guna menepis udara dingin di pertengahan musim gugur.

Surai pendeknya tak karuhan. Tatapannya sayu, wajahnya memerah. Dengan boot heels rendah, dia berjalan gontai memasuki apartemen. Oleng ke kanan, oleng ke kiri, khas orang mabuk. Di dekat pintu, dia melepas sepatu. Sedikit kesusahan karena pengaruh alkohol.

Kemudian coat-nya ditanggalkan, bersama tas kecil yang tersampir di pundak. Tergeletak begitu saja dengan berantakan. Menyisakan dress putih tanpa lengan sepanjang lututnya, ia memasuki apartemen yang gelap gulita.

Wanita yang dulunya bernama lengkap Claudia Rickardine, seorang blasteran Inggris-Jepang ini, menekan saklar menyalakan lampu. Membuat penerang di apartemen.

Kepalanya semakin pusing, pandangannya semakin kabur, padahal butuh beberapa langkah untuk sampai di kamar tidur. Claudia berpegangan pada dinding. Tertatih, hampir jatuh beberapa kali. Ia mulai menyesal minum terlalu banyak.

Pada akhirnya, dia ambruk. Terduduk di lantai dengan kepala menyandar dinding. Suara cegukannya terdengar jelas. Sebab tak ada suara lain selain keributan yang dibuatnya seorang diri.

"Izayaaaaaa..." sebuah nama dipanggilnya. Diiringi cegukan di akhir kata.

"Iiiizaaayaaaaaaa!" kali ini ia panggil lebih keras.

Nama yang disebut, adalah nama orang yang selalu menggendongnya dan menidurkannya di kamar kala ia mabuk.

Tapi,

"Ah, benar. Dia sekarang tidak ada di sini." Claudia menyadari itu dengan cepat.

"Ponsel.., ponsel.., di mana ponselku..?" Irisnya bergulir ke tas yang tergeletak di lantai. Claudia merangkak untuk menggapainya. Menemukan ponselnya di dalam tas.

Pusing yang kian menguat, tak menjadi halangan untuknya mencari nama yang ingin dihubungi. Berhasil menemukan kontak seseorang, segera ia tekan tombol telepon lalu mendekatkan ponsel ke telinga.


Di tempat lain, di Stasiun Ikebukuro, seorang pria menyunggingkan senyum. Yang semula berjalan, kini berhenti menyandar pilar bangunan. Ponsel ia pandangi dengan sorot penuh makna dan seringai ledekan. Karena sebuah nama terpampang di layar ponsel tengah menelepon.

 Karena sebuah nama terpampang di layar ponsel tengah menelepon

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Alih-alih mengangkat, ia abaikan dan berjalan keluar stasiun. Mengantongi ponsel di saku jaket, membiarkan getar telepon mengiringi langkah.

Hingga menaiki taksi untuk ke suatu tempat yang telah disebutkan pada sang sopir, getar teleponnya tetap tak berhenti. Tampaknya si penelepon enggan menyerah hanya dengan sekali dua kali menghubungi pria ini.

Dia masih betah mengamati ponsel dengan senyum yang enggan luntur.

Dia masih betah mengamati ponsel dengan senyum yang enggan luntur

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 02 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Troublemaker and his MateWhere stories live. Discover now