9 - Dia

169 104 167
                                    

Ruangan berdominan merah gelap, kini hanya di terangi oleh cahaya kuning dibarengi denyan datangnya seorang pria berjaket levis, berlogo burung elang dengan menggunakan bet berwarna merah di lengan atas. Ia berjalan menghampiri sekelompok orang yang tengah berkumpul menunggu kehadirannya. Ia menyalakan sebatang rokok dan sesekali menyesapnya.

"Rencana gua berjalan dengan mulus." Ucap pria itu buka suara."Suru dia masuk. Selanjutnya, gua bakal pastiin lu beserta geng najis lu itu, bakal ngerasain hal yang sama." Lanjutnya kembali, sembari menujuk foto BlackWolf yang ada di papan dengan senyuman yang menyeringai. Pria lain yang di perintahkan mengangguk patuh kemudian pergi. Tidak menunggu waktu yang lama pria itu kembali, bersama seorang gadis di belakangnya.

Gadis itu mendekat, kemudian tersenyum senang setelah apa yang mereka telah sampaikan. Ia menggangguk mengerti akan instruksi yang sudah diberikan.

Let's play the game.

♡♡♡

Plok!

Lemparan yang jaraknya sekitar 244cm, tepat berada di titik tengah papan dart. Malam ini BlackWolf kembali mengadakan perkumpulan, yang tentu saja di hadiri oleh anggota beserta intinya. Suasana saat ini sangat serius akibat pesan yang di terima oleh Galang kemarin, membuat semuanya menjadi keheranan sekaligus, waspada.

"Elang ngajak kita buat ketemu, gua yakin mereka gamungkin ga punya niat tertentu. Besok kita bakal tetep dateng, mereka pasti udah ngerencanain sesuatu. Gua mau kalian tetap hati-hati dan selalu dibawah pengawasan." Semua yang mendengar tuturan gevan mengangguk.

"Gua juga yakin, dia pasti ga tangan kosong. Semua teror yang udh terjadi, kita harus bales." Reno mengepal tangannya kuat.

"Kita gak boleh gegabah. Gua minta, sebagian dari kalian berjaga-jaga di markas. Gege, Bian, sama Okta pantau dari kejauhan. Kita ga boleh sampe lengah, kita pantau situasi nya."

"Igoy, Reno, Galang. Kalian tunggu di area sini, biar gua, Calvin sama Gani yang bakal masuk." Gevan menujuk area samping gedung tua di maps.

"Gua setuju."

"Gua juga, setuju"

"Apa kita gausah dateng aja? Kita kalo gini, sama aja nyerahin diri kemusuh." Reno yang mendengar ucapan Bisma, spontan mencekal lehernya kuat.

"Maksud lu apa, hah! Lu mau jadi pengecut, gausah ikut kalo takut mati. Tidur cuci tangan sama kaki aja sono dirumah." Yang lain melihat respond dari Reno, dengan cepat memisahkan mereka. Cekalan nya pun terlepas karna Gevan ikut turun tangan.

"Udah-udah! Kalian tuh kenapa si, kan bisa diomongin baik-baik. Kita disini semuanya keluarga, lu mau bunuh keluarga lu sendiri? Ini yang di pengenin dari elang. Dia mau kita semua bubar." Ucap Gevan meninggikan suaranya. Reno yang mendengar itu mengatur nafasnya kasar, dirasa emosinya sudah mereda ia bangkit dan memeluk Bisma yang masih memegangi lehernya.

"Sorry, bro. Gua kelewatan tadi, lo aman?" Bisma yang mendengar itu mengangguk mengerti dengan respond Reno, dan membalas pelukannya.

"Gua juga minta maaf, gua ngomong tanpa dipikir dulu tadi. Gua aman, tenang aja." Keadaan menjadi kembali kondusif. Rapat juga sudah ditutup, semua sudah kembali pulang. Hanya tiga orang yang berjaga di markas karna memang jadwalnya.

Motor Gevan sudah berhenti di area rumahnya. Ia melihat mobil asing yang berada di parkirannya. Gevan mengendikan bahunya acuh, dengan segera ia melepaskan helm nya dan turun dari motor. Saat Gevan ingin membuka pintu rumahnya, ia terkejut dengan seseorang yang ia lihat.

"Tante.." Panggilnya ragu-ragu.

"Gevan, Baru pulang? Udah besar ya sekarang. Makin ganteng juga ya, jeng." Ucap wanita paruh baya itu sambil tersenyum.

"Biasa, jeng. Namanya juga anak cowo, pasti gitu pulangnya malem terus."

"Sama jeng, anak saya juga begitu."

"Tante pulang kapan? Lili nya udah pulang ke indo, sekarang ke adaan dia gimana, tan?" Gevan dengan semangat menpertanyakan banyak hal.

Dengan senyuman yang hangat, wanita paruh baya itu menjawab "Sudah, sebenarnya dari 3 tahun yang lalu. Tapi memang belum bisa mampir ke sini dan sempat tidak ada kabar waktu itu. Karna urusan pekerjaan yang banyak banget jdi belum ada waktu buat main. Lili ada kok dirumah, lain kali mampir ya. Dia pasti seneng ketemu kamu lagi." Ucapnya sambil mengelus surainya.

"Tiap hari, jeng. Ini anak nyariin lili terus."

"Bener tuh tante. Sampe gabisa move on. Setiap malem ngigo manggilin lili terus." Gantian Zaza yang buka suara.

"Jdi besan aja kali kita ya, jeng." Ucapan Ratu mengundang deru tawa.

"Iya iya, gampang itu mah. Kalo gitu tante pulang dulu ya. Maaf ya tante baru main sekarang, lain kali mampir lagi sama om. Om nya lagi sibuk soalnya." Mereka yang mendengar itu tersenyum dan melambaikan tangan.

Dengan senyuman yang terus mengembang ia membuka knop pintu kamarnya. Gevan terududuk di kursi belajarnya. "Gua janji, bakal jagain lu terus. Mine and always will be mine ." Ucapnya dengan memegang bingkai foto kecil yang terdapat gambar dirinya dan sosok Lili. Bayangan tentang gadisnya terputar kembali.

Hari minggu di taman sekitaran perumahan, ada 4 anak kecil tengah bermain bersama. Sedangkan orang tuanya mereka, memantau dari kejauhan sambil mengobrol bersama.

"Lili, janji ya sama gege. Kalo kita nanti bakal menikah." Ucap anak kecil yang kerap di panggil, gege.

"Menikah itu, apa? Lili ga ngelti." Gadis cadel itu bingung dan masih memakan coklat yang ia genggam.

"Menikah itu, bareng-bareng terus sama dede bai." Jawab gege polos.

"Lili gaboleh punya, dede. Lili kan udah jadi dede kata papah. Dia juga ingusan, bau amis. Lili jangan mau sama dia." Bantah mpin mengolok olokan, ia tidak mau jika adiknya bersama gege. Menurutnya gege selain nakal, dia juga begitu cuek.

"Aku ga ingusan, nih aku udh lap." Jawabnya sembari memeperkan ingusnya kerompi bajunya.

"Dede bai? Lili mau dede bai, ge. Ayo buat, lili mau." Gadis kecil itu mengguncang-guncangkan badan lawan bicaranya.

"Jaja juga mau, dede." Pinta jaja sambil merengek dan menghampiri orang tuanya.

"Papah bilang, kalau mau punya dede bai harus besar dulu."

"Besal?" Tanya nya sambil memakan coklatnya kembali.

"Iya besar, ayo kita pink promice." Gadis kecil itu tersenyum dan mengaitkan jari kelingkingnya.






•••

TO BE CONTINUED


GEVANO WIBOWO | ON GOINGWhere stories live. Discover now