7 - Masa lalu?

201 141 169
                                    

"Pah, mah. Kita berangkat, ya." Pamit Calvin, menciumi punggung tangan kedua orang tuanya. Elisa menyungging senyuman, kala melihat anak-anaknya. Sekaligus bersyukur, melihat keadaan keluarganya saat ini. Memang pada saat itu sempat terpisah. Karna mereka harus fokus menyelesaikan pengobatan Carolline, dan beberapa kerjaan Axel yang memang ditugaskan di negara yang sama. Sudah pasti membutuhkan waktu yang cukup lama. Sehingga mereka memutuskan untuk tinggal di sana sementara. Calvin tidak diperbolehkan ikut, mengingat ujian sekolahnya yang sudah dekat. Alex dan Elisa harus pulang dan pergi setiap sebulan sekali untuk melihat keadaan Calvin. Saat mereka sudah kembali, Calvin justru menginginkan melanjutkan bersekolah di luar negri. Hal tersebut tentu mendapatkan pro dan kontra. Tapi sekarang, keluarganya sudah berkumpul kembali.

Belum jauh carolline melangkah dari luar gerbang, cepolan rambut kudanya ditarik kebelakang. Membuat carolline memundurkan langkahnya.

"Mau kemana? Mau jalan kaki, gitu?" Tanya nya pada Carolline. Ia yang kesal rambutnya di tarik, memukul pelan dada Calvin.

"Apasi abang! Emang, aku mau jalan. Kenapa? Orang jalan sehat kok," Sewotnya tak mau kalah. Ia membenarkan ikatan rambutnya kembali.

"Mana ada jalan sehat, yang sehat tuh orangnya dek." Ucapnya mengacak acak rambut Carolline gemas. "Lagian emang mau kakinya patah karna jalan jauh, terus duduknya dikursi roda setiap hari. Belum lagi kalo telat, emang ada calon anggota osis telat masuk sekolah?" Sambungnya, Carolline yang mendengar itu, berfikir sejenak. Belum sempat menjawab pertanyaanya, Carolline sudah lebih dahalu di pasangkan helm di kepalanya. Dengan dengusan yang berat, ia hanya pasrah mengikuti Calvin.

Sekitar 30 menit, mereka sudah sampai di sekolah. Carolline meminta calvin untuk menurunkannya tidak jauh dari sekolah. Namun, Calvin tidak mengizinkannya. Padahal alasannya cukup jelas, ia tidak ingin Calvin tau prilaku orang lain terhadap dirinya. Setelah memarkirkan motornya di area parkir sekolah dan melepas helm nya, ia berjalan mendekati Carolline yang berkalut dengan pikirannya sendiri. Calvin merangkul dan beniat ingin mengantarkan Carolline ke kelas. Carolline dengan cepat menolak.

"Bang, aku ke kelasnya sendiri aja ya. Abang langsung ke ruang guru aja, dadah." Ucapnya melambaikan tangan. Carolline tidak mau jika ada omongan yang tidak enak dari orang lain, terdengar oleh Calvin.

Calvin melangkah kan kakinya untuk mencari letak ruang guru. Karna ia lupa bertanya dengan Carolline, jadi memutuskan untuk pergi mencarinya sendiri dengan membaca dari denah sekolah yang tertempel di mading. Jarinya berjalan menujuk arah yang ia tuju.

"Nah, ini." Saat membalikan badan, tubuhnya menabrak seseorang dari arah yang berlawanan. Tumpukan kertas berserakan di bawah, dengan cepat Calvin membantu mengambil kertas yang berjatuhan.

"Sorry, tadi jalan nya galiat liat-liat." Gadis itu berucap sembari merapihkan kertasnya. Ketika mendongak, gadis itu terkejut melihat siapa yang ada dihadapan nya saat ini.

"Ca-calvin." Calvin yang melihat itu sempat diam sesaat. Seseorang yang sengaja ia lupakan beberapa tahun lalu--- kembali. Tepat di hadapannya. Mata mereka beradu, menggambarkan sorot mata antara benci dan juga rindu.

Dadanya tiba-tiba terasa begitu sesak. Memori tentang hal itu, terasa terputar kembali. Dulu, gadis itu sangat berdampak bagi Calvin. Dia adalah Laurencia logins. Kekasih yang meninggalkan dirinya beberapa tahun yang lalu. Calvin merasa, Lauren adalah manusia paling licik yang ia temui. Lauren dengan sengaja menjadikan Calvin sebagai umpan rivalnya, demi kepentingan pribadinyBayangan tentang lauren membuatnya sakit kepala. Dengan cepat, Calvin menetralkan tubuhnya dan pergi meninggalkan Lauren yang masih diam terpaku. Langkahnya menjadi tidak karuan, ia terhenti ketika--

"Maaf," keluar dari mulutnya.

Memaafkan? Sudah pasti, tidak bisa. Calvin mengabaikan dan tetap melanjutkan jalannya untuk mencari ruang guru yang tertunda. Saat di dalam, ia hanya terdiam. Isi kepalanya campur aduk, ia bahkan tidak mendengarkan ocehan guru yang sedang mengisikan datanya. Fikirannya tertuju pada gadis itu, gadis yang tidak pantas merasakan kehangatan.

Jam pelajaran pertama dimulai. Wali kelas 11 Ipa 1 mengantarkan Calvin menuju kelas yang akan ia tempati. Suasana lorong begitu sepi dan hening. Pintu kelas terbuka, guru itu mempersilahkan dirinya untuk masuk dan memperkenalkan diri.

"Hai, semuanya. Nama gua Calvin Bratawijaya, kalian bisa panggil Calvin, vin, cal, anything. Gua pindahan dari Uk, semoga bisa berteman baik." Seisi kelas takjub dengan apa yang mereka lihat, terlebih dengan wanitanya, mereka begitu heboh. Bahkan sampai ada yang tidak berkedip memandangnya. Tiga meja di belakang tak kalah terkejutnya dengan kedatangan Calvin. Beberapa siswi juga menggodanya, dengan mempertanyakan banyak hal yang konyol. Tidak sedikit dari mereka yang membicarakan dirinya secara diam-diam.

"Batur aing!" Teriak Igoy dari kursinya, semua mata tertuju padanya. Wali kelas, Bu Tet melotot melihat Igoy yang tiba-tiba berteriak.

"Igoy, kamu kira ini di hutan. Ini kenapa dasi kamu dipake di pinggang, pake yang benar. Kamu kira itu holahop!" Kesal Bu Tet menjewer telinganya. Igoy yang dijewer mengadah kesakitan memegangi telinganya. Reno yang mendengar itu menertawakannya. Mata Bu tet teralih melihat penampilan Reno.

"Aduh, kamu juga! Kenapa gesper kamu offside gitu, gesper itu dipake di dalam sela-sela ini. Kamu malah makenya di luar, aduh pusing kepala saya ngadepin kalian. Gevan, tolong bilangin sama teman kamu, kalo bangun tidur cuci muka dulu biar melek matanya. Kalo ga Igoy, pasti Reno. Selalu begitu, cape saya ngehukumnya." Bu Tet berbalik memijit pelipisnya pelan.

Memang bukan hanya sekali atau dua kali mereka melakukan hal konyol seperti ini. Tapi memang hampir setiap hari ada saja guru yang melapor akan kelakuan mereka. Gevan yang namanya disebut hanya mengangguk paham. Sedangkan Calvin, menahan tawa melihat kelakuan temannya. Se isi kelas dibuat tertawa melihat kelakuan Igoy dan juga Reno. Mereka yang diomeli hanya tertawa dengan menggaruk tengkuk nya.

"Calvin, ibu harap kamu jangan deket-deket dengan mereka, ya. Takut ketularan ga warasnya nanti. kamu bisa cari tempat duduk yang kosong. Kalo gitu, ibu tinggal dulu." Ucap Bu Tet sebelum kepergiannya.

"Baik, bu." Banyak yang menawarkan kursinya. Namun, sorot mata Calvin tertuju dengan Gevan, mata mereka bertemu dengan senyuman yang sama-sama menggembang dari sudut bibirnya.

Gevan menepuk kursi sebelah mengisyaratkan dirinya, Calvin yang melihat itu mengerti dan segera menghampiri. "Kenapa ga bilang, kemaren?" Temannya pun mengangguk setuju dengan pertanyaan Gevan. Kemarin, mereka baru saja bertemu, Calvin memang segaja tidak memberitahu temannya. Untuk sekedar memberikan kejutan kecil. Temannya tentu sangat senang akan kehadiran Calvin disini.

"Ga surprice, dong. Kalo gua kasih tau kalian." Temannya yang mendengar itu hanya terkekeh dan menyambut kedatangan Calvin dengan begitu hangat.




•••

GEVANO WIBOWO | ON GOINGWhere stories live. Discover now