RUANG LUKA 3

0 0 0
                                    

Apa kamu selalu berfikir bahwa kehadiran mu tidak berguna Tuan/ Nona?Lantas apa menurutmu Tuhan akan menciptakan sesuatu yang sia-sia? Tuan/Nona kalian berguna, hanya saja banyak yang engan mengakuinya_Author

.................




Hari ini di sekolah....

Kara datang sangat pagi sekali, gadis itu ingin memastikan satu hal. Dengan tergesa Kara masuk ke dalam kelas.

"Hm, Gak dimakan. Gak papa Kara! Hari ini coba lagi," Ucap Kara sembari menghembuskan nafas pelan menatap sebungkus roti dan sebotol air yang masih tak tersentuh dia tas meja.

Tak lama kemudian, Aksa datang. Dengan tatapan datar, tanpa sepatah katapun, Ia meletakkan tasnya di atas meja kemudian keluar kelas.

"Aksa tunggu!." Kara berlari mengejar Aksa yang sudah berada di pintu kelas.

"Kamu mau kemana?," Tanyanya ketika sudah berada sejajar dengan laki-laki itu, Kara sedikit kesulitan menyamakan langkah dengan laki-laki bertubuh tinggi itu.

"Bukan urusan lo," Balas Aksa dengan nada ketusnya.

Gadis itu terus saja mengikuti Aksa, walaupun sering kali diusir. Hingga mereka sampai di belakang sekolah, tempat itu terlihat sangat indah, karena ternyata sekolahnya mempunyai danau yang indah di belakang, danau itu tersembunyi oleh ilalang panjang, mungkin tidak ada yang benar ni datang ke sana kecuali aksa, karena terlihat danau itu masih asri belum ada sampah plastik di sana.

"Indah banget," Gumam Kara, sambil menatap kagum pemandangan di depannya itu.

Kara memandang Aksa, yang kini sudah terduduk manis di atas hamparan rumput hijau itu, Aksa berbaring terlentang.

Kara, gadis itu dengan segera duduk di samping Aksa, sambil memandang ke arah wajah tampan cowok itu, entah Aksa sadar atau tidak, intinya cowok itu sekarang sedang memejamkan mata.

"Ngapain lo liatin gue, suka?." Ia membuka matanya, membalas tatapan gadis itu.

Bukannya gugup, Kara justru tersenyum sambil berkata.

"Kalo aku suka kamu, apa tanggapan kamu hm?," Tanya gadis itu sambil terus menatap netra hitam legam cowok itu.

"Suka sama gue adalah kesalahan, jadi jangan buat kesalahan itu," Ucap Aksa sambil memalingkan tatapannya ke arah langit yang terlihat mendung itu.

Langit mendung, yang bahkan tidak terlihat menarik untuk di pandang.

"Jika suka sama kamu adalah kesalahan, lantas mengapa Tuhan terus membuat aku menyukai kamu Aksa?," Ucap gadis itu sambil ikut memandang ke atas.

"Lupakan, pembahasan ini gak penting," Balas cowok itu. Gadis itu sebenarnya sedari tadi tersenyum tipis, karena tanpa sadar Ia berhasil membuat Aksa berbicara sepanjang itu padanya. Walaupun kata-katanya menyebalkan.

"Baik lah, tapi aku boleh bertanya satu hal tidak?," Tanya Kara. Namun Aksa hanya terdiam tanpa membalas.

Kara terus menunggu jawaban Aksa, namun sudah lewat dua menit tidak ada sahutan dari Aksa, Kara pun mulai kesal, Ia menatap ke arah cowok itu, kemudian berkata...

"Satu pertanyaan lagi, dan aku akan pergi," Ucap Kara. Mendengar itu, Aksa berdeham "hm".

"Kenapa sedari tadi kamu terus memandang langit mendung itu? Padahal tidak ada yang menarik pada langit yang mendung tidak ada keindahan," Tanya gadis itu.

Aksa bangun dari tidurnya, Ia duduk sembari sesekali melempar kerikil pada permukaan danau itu.

"Cih, orang-orang selalu saja memandang tak berharga pada mendung, padahal tanpa mendung mereka tidak tau kalau hujan akan turun, mendung adalah pertanda bagi manusia, agar bersiap-siap akan kedatangan hujan. Kalian hanya menyukai keindahan tanpa peduli bagaimana proses keindahan itu tercipta, kalian hanya peduli pada pelangi, tanpa menyadari bahwa tanpa mendung dan hujan Ia tidak akan pernah hadir." Aksa kembali melempar batu, namun kini ukurannya lebih besar, dan tenaganya lebih kuat.

Dari mata Aksa, Kara bisa melihat, ada sebuah kekecewaan, dendam dan kebencian yang terpancar dari matanya, setelah kalimat panjang itu Ia ucapkan.

"Tadinya aku tidak tertarik dengan mendung, namun ketika aku tau Mendung itu adalah kamu, aku akan menyukai nya mulai sekarang," Ucap Kara. Gadis itu bangkit dari duduknya.

"Terimakasih jawabnya, dan menurut ku, kamu adalah penggambaran mendung paling indah." Setelah mengucapkan itu, Kara pergi meninggalkan Aksa.

Sedangkan cowok itu, tertegun mendengar kalimat yang di lontarkan gadis itu padanya.

Setelah kepergian gadis itu, Aksa masih diam di tempat itu, walaupun bel pertanda masuk telah berbunyi, namun Aksa masih saja setia di tempat itu dengan posisi yang sama. Aksa menatap ke arah danu yang cukup luas itu, perlahan turn tetasan air yang berjumlah banyak di danau itu, Aksa menatap ke angkasa, buliran air itu pun kini turun membasuh wajahnya. Tetasan air hujan yang perlahan membesar.

Aksa, laki-laki itu dengan segera berlari pergi, menuju ke tempat teduh, sesampainya di lorong kelas yang sunyi, Aksa berjalan tertatih menuju kelas. Entah laki-laki itu kini terlihat begitu gelisah.

Sebercik bayangan bermunculan di benak Aksa...

DUA BULAN YANG LALU, tepatnya ketika hujan turun dengan deras di rumah megah itu, Aksa yang tadinya sedang bersantai sambil membaca sebuah buku, Aksa membaca buku itu dengan senyuman yang lebar.

Brak!

Tiba-tiba pintu kamarnya di dobrak kencang, orang seseorang, belum sempat Aksa menoleh, orang itu dengan gelap mata memukul kepala Aksa keras, hingga kepalanya berdarah, tubuh laki-laki itu pun terjatuh ke lantai

Aksa memegang kepalanya yang terasa begitu sakit, Di sekelilingnya sudah penuh dengan pecahan botol kaca yang berserakan, dari sini bisa di simpulkan bahwa orang tadi memukul Aksa dengan menggunakan botol kaca itu.

Dengan sekuat tenaga, Aksa memandang ke arah orang bertubuh jangkung di belakangnya.

Satu kata yang lolos dari kulit laki-laki itu...

"Ayah.." Lirihnya "sial," Lanjutnya dalam hati.

Peria paru baya di hadapan ya, menatap Aksa dengan tersenyum menyeringai. Lantas tanpa rasa bersalah, pria itu kembali melontarkan pukulan kerap pada rahang Aksa, yang membuat laki-laki itu lagi-lagi tersungkur tak berdaya.

Bukannya sadar, paria paru baya itu bertepuk tangan sebari tertawa girang.. "Lihat istriku.. Lihat, HHH," Peria itu tertawa sambil menunjuk ke arah Aksa yang terkapar tak berdaya. "Anak kita terlihat sangat kesakitan,, bagaimana apa kamu merasakan kesakitan yang sama di alam baka? HHHHH," Pria itu makin tertawa kencang, seakan sedang di rasuki oleh iblis, tidak ada sedikitpun rasa bersalah di hatinya.

Aksa, hanya bisa menahan sakitnya, tanpa sadar, air matanya turun tanpa ia sadari.

JDER....

Gemuruh petir menambah ketegangan dan kengerian kondisi saat itu, seakan sementara pun ikut serta dalam peristiwa bengis perlakuan seorang ayah kandung pada anaknya.

BAYANGAN ITU, terbesit di benaknya, bayangan ketika Ia hampir mati di tangan ayah kandungnya, Aksa mengepalkan kedua tangannya erat

Jeder!

Gemuruh petir datang tanpa aba-aba, Aksa tersentak kaget Laki-laki itu terjongkok sambil menutup kedua telinganya, trauma yang mendalam ketika kehadiran hujan membuat tubuhnya seakan tidak bisa Ia gerakan.

"ARGH! TOLONG PERGI DARI INGATAN GUE!" Batin Aksa berteriak.

Di tengah rasa takutnya, suara seseorang membuat Aksa keluar dari bayangan kelam itu..

"Jangan takut, ada aku,".....



.....

Maaf bila ada typo, akan di revisi nanti..

Kalo suka jangan lupa vote

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 01 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

RUANG LUKA Where stories live. Discover now