19. Mencoba Akrab

375 79 6
                                    

Ada banyak hal yang terjadi hari ini.

Pertama, Magnus senang karena bisa pulang pembasmian lebih cepat. Namun, dirinya justru merasa kecewa karena sosok yang paling ingin ia temui justru tidak terlihat batang hidungnya.

Kedua, surat dari County of Zeatys. Walau ini bukan yang pertama kali, tetap saja ia harus membahas hal ini bersama Leon dan Joseph.

Seharusnya ada banyak hal yang harus Magnus pikirkan setelah diskusi mereka berakhir. Terutama terkait persiapan perang. Namun, hal yang menggema di kepalanya justru hanya dialog singkat antara Leon dan Joseph terkait Sophia saja.

"Tapi sepertinya Nona Sophia tidak keberatan dengan isi surat dari County of Zeatys. Mungkin karena ia percaya pada kekuatan pasukan Winterfall."

"Bisa jadi percaya, bisa jadi juga tidak peduli."

Sekarang sudah hampir tengah malam. Dan, semakin malam waktu berlalu, semakin terlarut Magnus dalam penggalan dialog itu, dengan perasaan tidak nyaman.

"Aku ingin menemuinya ... dan bertanya langsung kepadanya."

Karena Magnus ingin percaya bahwa Sophia bukannya tidak peduli.

Sophia memang tidak suka mengekspresikan diri. Dia memang orang yang seperti itu. Itulah yang ingin Magnus percaya.

Tapi tetap saja kegelisahannya tidak bisa hilang.

"Aku ingin menemuinya ... tapi, dengan alasan apa?"

Magnus tidak bisa sembarangan datang ke kamar seorang gadis di tengah malam seperti ini. Itu tergolong tindakan tidak sopan. Terlebih, dirinya adalah seorang pemimpin wilayah, panutan bagi rakyatnya. Tidak mungkin ia melakukan hal yang tidak beretika ketika dirinya masih menjadi contoh masyarakat.

Tapi, ia tidak bisa mengenyahkan perasaan gelisahnya yang semakin menggebu-gebu, bercampur dan larut menjadi satu bersama rasa rindu.

"Ah, sial! Ada apa denganku?"

Magnus yang frustrasi menyisir rambutnya menggunakan jemari seraya menengadahkan wajah. Dengan kepala bersandar pada sofa, ia kemudian menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan menerawang.

Magnus segera menyadarkan dirinya. Ia tidak boleh bertindak sesuka hati dan egois. Jika ia memaksakan diri untuk menemui Sophia tanpa peduli pada bagaimana pendapat gadis itu, pada akhirnya ia hanya akan menyulitkan Sophia.

Magnus tidak menginginkan itu.

Selama tinggal di Winterfall, Sophia menjalani hidup dengan penuh ketekunan. Ada banyak hal yang ia kerjakan dengan anggapan bahwa semua itu merupakan tanggung jawabnya.

Magnus pikir, ia tidak bisa mengganggu waktu istirahat Sophia karena keegoisannya. Sophia pasti lelah karena telah banyak bekerja keras.

Bahkan menurut pernyataan Jamie tadi, Sophia makan malam lebih awal dari yang lain karena ingin cepat-cepat beristirahat sebab dirinya merasa lelah.

Sophia jarang mengeluh. Ia selalu bekerja tanpa peduli seberapa banyak tenaganya telah terkuras.

Jadi, jika dirinya sampai mengaku kelelahan dan ingin beristirahat lebih awal, itu berarti tubuhnya sudah benar-benar tidak mampu lagi menahannya, dan telah melampaui batas.

"Apa jangan-jangan dia sakit?"

Magnus segera mengubah postur duduknya menjadi tegak.

"Sepertinya begitu," imbuhnya lagi, yakin.

Jika Sophia sakit, maka Magnus jadi memiliki alasan untuk mendatangi Sophia sekarang—sekalipun kini sudah tengah malam. Magnus jadi bisa datang dengan dalih ingin melihat dan mengecek kondisi gadis itu.

Limited TimeWhere stories live. Discover now