1. Selamat Tinggal di Toko Buku Nagare

233 19 69
                                    

Tema: Terjebak di pulau terpencil
Tokoh Utama: Fuyu

Di ruang kelas yang kosong dan lantainya sedikit berdebu, ada keheningan yang menyenangkan yang aku dambakan di musim panas terakhir masa seragam sekolahku.

Di rumah juga hangat, tapi untuk seseorang yang terkadang membutuhkan interaksi dan terkadang kesendirian, aku memilih berepot-repot berpanas-panasan dan mendorong kursi dekat jendela itu, memandangi lapangan dari ketinggian lantai tiga.

"Tidak akan ada yang ke sini, kan?" Aku bertanya pada sisi warasku, bersiap menekan tombol play pada lagu yang sudah sangat sering masuk ke telinga dan kepalaku.

Dua menit lagu terputar dan mataku terpejam di bawah semprotan cahaya senja, kehadiran sepasang sepatu lain sontak membuatku merasa telah melakukan tindak kejahatan ketertiban masyarakat.

"Aku kira siapa yang menyetel lagu sendirian di kelas."

Aku kira siapa yang nyaris membuatku mengira seperti penjahat. Rupanya cuma dia.

"Kau tidak ada kerjaan, ya?"

"Iya."

"Cari dong."

"Tolong carikan dong."

Aku bukan tipikal yang mudah mendapat musuh bebuyutan. Tapi tidak tahu saja bersama orang ini lebih menyenangkan bertengkar.

Elucia-san masih berdiri di dekat pintu, mungkin sambil melipat lengan. "Mau ke Toko Buku Nagare?"

Tidak, tidak mungkin segampang itu dia mengajakku walau sekadar ke meja guru pun. "Pas sekali. Tolong belikan aku bukunya Murakami-sensei."

Jika saat ini dia sedang memegang tali, pasti sudah diikatnya kedua tangan dan kakiku lalu dijadikan santapan buaya. Buaya yang sesungguhnya buaya, bukan pemuda penggoda perempuan.

"Dengar ya, Fuyuna," suaranya seperti komandan militer yang melatih tentara superjunior, "aku menyumpahimu semoga kau mendarat di suatu pulau terpencil yang dipenuhi kios makanan yang kau benci dan ditemani orang paling tidak jelas sedunia."

"Kau dong? Orang paling tidak jelas sedunia."

Lalu sepulang dari situ, aku mampir ke Toko Buku Nagare, bukan untuk memenuhi ajakan Elucia-san meskipun dia kutemukan juga berada di sana, punggungnya terhampar beberapa jauhnya dari pintu.

"Selamat datang," kata si penjaga yang bernama Lee Ya saat aku mendekat dan tidak sengaja melihat nametag-nya.

"Ada bukunya Kawakami-sensei?"

"Sebaiknya kau mencarinya dulu sebelum bertanya padaku." Mulutnya tersenyum sembari mengatakan hal tidak sopan kepada pelanggan itu.

Maka aku mencarinya dengan malas-malasan, berupaya tidak masuk dalam jarak pandang Elucia-san. Toko buku itu tua lebih terasa seperti perpustakaan, rak-raknya terbuat dari kayu mahoni serta dindingnya bercat gelap. Seakan telah ratusan tahun saja bangunan itu berdiri di ujung jalan setelah tanjakan ini.

Saat aku iseng mengambil punggung buku monoton yang tidak menarik perhatianku, secarik kertas kucel terjatuh ke lantai yang terlapis kertas vinyl. Aku memungutnya iseng.

'Tolong Rara, Senpai'.

Aku tidak punya adik kelas bernama Rara yang memanggilku Senpai. Paling satu orang yang namanya Rarami. Tapi mereka pasti orang yang berbeda.

Aku pergi ke si-penjaga-tidak-sopan. "Bukunya tidak ada."

"Sayang sekali kau kurang beruntung." Dia masih mempertahankan ucapan tidak sopannya. "Dan tidak ada lain waktu untuk pelanggan baru. Mau aku ramal saja?" Lee Ya mengeluarkan kartu tarot dari suatu tempat.

FLC MultiverseWhere stories live. Discover now