02: Dia yang Membenciku Sepenuh Hati

127 32 15
                                    

Nara memang tampan. Setidaknya versiku. Masalahnya, buat apa tampan kalau sikapnya masih dingin setelah sebulan?

Aku berusaha menahan diri agar tidak agresif dan terlihat seperti cewek predator lelaki brondong. Serius. Hanya saja, kebekuan Nara tak kunjung leleh kecuali sedikit. Yang ada, justru hubungan kami kian meruncing. Mimpiku tidak mungkin salah, jadi apakah ini fase yang harus kulalui sebelum akhirnya dia jadi jodohku?

Omong-omong, tadi aku bilang lelaki brondong, ya? Walaupun ketika disandingkan dia terlihat jauh lebih dewasa dariku, sesungguhnya umur kami terpaut tiga tahun. Nara lebih muda. Bisa dibilang, anak itu baru lulus kuliah dan langsung diterima di Masatoki. Keren banget, sumpah. Dari obrolan-semi-cekcok kami, aku mengetahui bahwa anak ini lulus dengan predikat cumlaude dan termasuk manusia superior di masa perkuliahan.

Pantas batunya luar biasa.

Bayangkan. Perpaduan batu dan es. Di luar kerjaan, lagaknya sedingin salju, tapi begitu masuk proyek yang kami kerjakan bertiga dengan Runa, ia jadi berapi-api dan keras kepala. Contohnya sekarang, ketika kami berdiskusi tentang gambaran citra yang akan dibuat untuk proyek konten kolaborasi ini.

Oh, ya. Aku sudah cerita belum, sih? Aku bekerja di kantor media massa. Bagian desain grafis, lebih spesifiknya. Masatoki ini termasuk yang lumayan tenar, dan Bos ingin kami bisa mempertahankan hal itu. Makanya aku harus perfeksionis dalam hal ini.

Dari hari pertama, aku sadar seleraku dan Nara dalam mendesain macam bumi dan langit. Hal itu tampak jelas dari perbedaan suasana pitch deck—salindia penjelasan—kami. Runa, satu-satunya yang bukan anak desain di sini, hanya mengangguk-angguk menyaksikan pemaparan bonus adu argumen yang sengit dengan berondong jagung di tangan.

"Kak Azlin, ini moodboard-nya kelewat unyu buat proyek yang mau kita buat." Nara bersedekap. Ekspresinya datar, tapi omongannya nyelekit. "Bukannya Kakak sendiri yang bilang kalau branding umum Masatoki lebih ke arah clean dan futuristik?"

Moodboard yang kususun arahnya memang lebih ke retro aesthetic. Bagaimana caraku mendeskripsikannya, ya .... Kalian tahu tipe-tipe desain yang populer dicari di Pintest? Padu padan unsur vintage, fancy fonts, dan bentuk-bentuk tiga dimensi abstrak yang memberi kesan futuristik. Bukan tipe desain yang seramai itu sampai tidak bisa dibilang clean. Sama sekali tidak melenceng dari citra awal Masatoki, kok.

Sementara itu, penggambaran ide visual milik Nara memancarkan kesan cool. Persis pembuatnya si cowok cold. Kombinasi bentuk-bentuk geometri minimalis, garis-garis, dan font tanpa ekor tebal-tipis. Rancangan yang Nara bawa memancarkan aura formal yang kuat. Masih cocok-cocok saja sebenarnya, tapi terlalu kaku di mataku. Dan aku sedang bosan dengan tampilan media yang itu-itu saja.

"Moodboard kamu lebih kayak rancangan profil perusahaan." Itu komentarku. "Cocok-cocok aja sih untuk visual konten kita nanti, tapi kurang menarik."

"Bukannya Kak Azlin yang ngajarin kalau konsepnya harus menyesuaikan brand identity-nya Masatoki?" Nara membalas.

Yang sedang magang siapa, sih, sebenarnya? Bibirku mengerucut. "Kita tuh mau bikin konten tentang politik. Banyak orang enggak suka politik, jadi desain konten beginian juga butuh gebrakan. Kalau berdasar survei minat warganet, yang begini-begini nih eye catching. Kalian enggak ngikutin akun burhan yang lagi ramai itu?"

"Burhan?" Dahi Runa mengerut.

"Burung hantu."

Jemari ramping Runa langsung mendarat di kepalaku. Bukan pendaratan yang halus, sayangnya. "Lo kalau ngomong jangan bikin singkatan seenak jidat, napa?"

Sentilan Runa selalu sakit dan penuh tenaga. Sambil meringis, aku mengusap jejak kekerasan gadis itu. "Akun burhan itu ramai karena banyak faktor, sih. Tapi, kalau dari analisisku, salah satunya karena mereka mengemas informasi calon pemimpin yang mereka usung dengan desain-desain lucu dan estetik. Orang yang awalnya enggak tertarik pun jadi ikutan mampir. Kayaknya menambah sedikit kelucuan di feeds Masatoki enggak ada salahnya, deh."

[END] The Boy I Met in DreamWhere stories live. Discover now