14. Hilang

529 25 2
                                    

Tak lama Damian langsung meleraikan pelukan Laura dan menjauhkan diri darinya. Ia merasa sangat muak dan mual berada di dekatnya terlalu intens seperti ini. Ditambah lagi dengan aroma semerbak dari parfum yang dikenakan oleh Laura membuat kepalanya pusing.

"Lebih baik sekarang kau pergi."

"Jaga diri kamu baik-baik ya, Dam. Kalau ada butuh sesuatu kamu bisa hubungi aku."

Laura tak mengelak karena memang ia sudah terlanjur berjanji jika akan pergi setelah pria itu menerima makanan pemberiannya. Meski terpaksa dan belum puas, perempuan itu melenggang meninggalkan apartement Damian.

Sedangkan Damian tak menolak ataupun menganggukkan ucapan dari Laura barusan. Bahkan baru saja Laura berbalik badan ia sudah menutup pintu dari dalam. Kantong plastik yang berisikan makanan pemberian dari Laura langsung ia letak dengan asal karena harus terburu-buru menuju kamar mandi saat perutnya kembali merasa mual dan ingin memuntahkan sesuatu dari dalam sana.

Dan lagi lagi untuk yang kesekian kalinya Damian memuntahkan isi makanan yang belum lama masuk ke dalam perutnya itu saat mencium aroma yang menyengat langsung di sekitarnya. Tak ada penyakit yang mengkhawatirkan, namun Damian begitu sangat tersiksa dengan kondisi ini dalam beberapa waktu terakhir.

Melihat ke sisi yang lain saat ini Ester tengah mempercepat langkah kakinya keluar meninggalkan area apartement Damian. Ia sudah memutuskan untuk mengubur semua niat yang ditujukan pada pria itu tentang kehamilannya saat ini. Tak akan ada pengakuan ataupun permintaan tanggung jawab apapun karena Ester memilih untuk menggugurkan apa yang tidak ia kehendaki kondisinya. Karena hanya itu, hanya itu yang menjadi jalan keluar atau solusi terbaiknya sekarang. Perihal siapa ayah dari bayi yang dikandungnya sekarang tak akan pernah ia ungkap pada siapapun.

[One Night Sleep]

Clarissa menjadi uring-uringan terhadap hilangnya Ester saat ini, setelah ia yang mendapat telepon dari Elang untuk menanyakan keberadaan Ester padanya. Padahal ialah yang berniat untuk menelepon ke rumah Fanderick tadi lantaran mencari perempuan itu yang sudah absen dari pekerjaan tanpa kabar dan berita sama sekali. Belum lagi ditambah dengan ponselnya yang tidak aktif sejak tadi pagi membuatnya bingung dan kehilangan kontak sang puan.

"Aku gak tau harus cari Ester kemana lagi, Sam."

Tentu saja Clarissa butuh masukan dari keputus asaannya sekarang ini.

"Sabar, kita cari bareng-bareng. Siapa tau dia emang lagi pergi ke suatu tempat karena ada urusan penting," jawab Samuel santai.

"Urusan penting apanya. Mau sehectic apapun Ester gak pernah loss contact sama aku, bahkan ninggalin pekerjaan tanpa kabar aja udah bikin aku heran. Karena itu bukan tipe dia sama sekali."

Clarissa memang paling tahu betul bagaimana pribadi Ester. Maka dari itulah ia yang paling panik sekarang dibandingkan Samuel sendiri. Keduanya berkeliling mencari ke semua tempat yang Clarissa tahu sebagai tujuan yang selalu didatangi oleh Ester setiap kali perempuan itu butuh pelarian. Namun hasilnya selalu nihil. Sudah berjam-jam keduanya berkeliling mencari tetap tak membuahkan hasil, sampai akhirnya ponsel Clarissa kembali berdering karena mendapat panggilan dari Elang.

"Apaa?"

Perempuan itu terkejut bukan main setelah tak lama mendengarkan penjelasan dari Elang barusan. Bahkan Samuel yang semula fokus ke depan pun akhirnya menoleh ke arah samping sebelum memutuskan untuk menepikan mobilnya sejenak.

"Kenapa?" tanyanya pria itu pelan.

Namun Clarissa tak langsung menjawab, ia masih fokus untuk mendengarkan semua kalimat Elang lebih dahulu sebelum menimpalinya.

"Kenapa Cester gak pernah bilang sama aku soal ini?"

"Aku juga gak tahu, mangkanya aku telepon kamu karena kupikir tadi tau soal cece, Kak,"

Clarissa refleks menghela napas besar dan menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi penumpang.

"Ya udah, aku bakal cari Cester sampai ketemu. Siapa tau kamu yang nemu duluan kabarin ya."

"Oke, Kak. Thank you bantuannya."

Setelah beberapa waktu kemudian saluran telepon mereka terputus. Samuel yang sudah penasaran pun memberondongi kekasihnya banyak pertanyaan yang belum terjawab.

"Dari siapa, Yang? Ada apa?"

"Sam, Ester hamil. Dan aku gak tau soal ini sama sekali," ujarnya dengan raut wajah frustasi.

Bukannya menjawab, kini ganti Samuel yang terdiam, padahal sebenarnya ia juga kaget mendengarnya. Pikirannya mulai terhubung dengan ingatan beberapa waktu lalu saat itu juga.

"Kenapa ekspresi kamu begitu? Kamu tau soal ini?" tanya Clarissa pada Samuel saat melihat raut wajah pria itu tak begitu shock.

"Enggak. Aku juga baru tau barusan, Sayang."

"Serius? Kamu gak pernah pinter boong loh sama aku?" Tatapannya penuh selidik karena gelagatnya yang tampak jelas.

Clarissa memberikan tatapan mengintimidasi pada kekasihnya yang kembali sibuk menghadap depan untuk melanjutkan perjalanan mereka. Ia sudah mulai curiga dan menaruh tanda tanya besar terhadapnya saat ini.

"Aku nggak bohong. Aku beneran baru tau kalau Ester hamil sekarang," akunya.

"Tapi kenapa ekspresi kamu seolah tau sesuatu? Jangan-jangan kamu sembunyiin sesuatu dari aku ya?" desak Clarissa yang tak mudah untuk percaya padanya.

"SAMUEL!"

Samuel terperanjat karena suara Clarissa yang memekakkan telinganya.

"Bilang dan jujur sama aku atau turunin aku sekarang," lanjut Clarissa memberikan ancaman padanya.

Dengan helaan napas berat akhirnya Samuel mengurungkan niat untuk menyalakan mobil. Ia menelan salivanya getir dengan mencengkram erat setir kemudi tanpa berani menatap ke arah mata kekasihnya sekarang. Ia hanya takut jika gadis itu marah lantaran sudah menyembunyikan sebuah fakta mengenai Damian dan juga Ester beberapa bulan terakhir.

"Aku bakal cerita semua, tapi janji kamu jangan marah sama aku."

"Aku gak marah kalau kamu gak bohong."

"Cepetan, Samuel!"

Jika Clarissa terus memanggil namanya seperti itu tandanya memang situasinya sudah tidak beres.

"Kamu inget waktu Ester nginep di apartemen Damian karena mabok itu?"

"Inget, terus apa hubungannya sama—berengsek. Jangan bilang—"

"Dengerin aku dulu, Sayang."

Tanpa lama Clarissa sudah mulai paham akan kemana Samuel berbicara setelah membahas sepenggal ingatan soal Ester malam itu.

"Sebenernya aku juga gak tau soal ini, tapi Damian sendiri yang bilang. Malam itu mereka emang tidur bareng alias one night stand, bukan karena paksaan tapi atas dasar mau sama mau."

Clarissa sudah mulai naik darah. Mendengar penjelasan itu mampu membuat emosinya mendidih.

"Bajingan, Damian sengaja manfaatin Ester waktu dia mabok kan? Mentang-mentang dia gak sadar, Damian jadi seenaknya ngelakuin itu!"

"Gak tau, Yang. Aku cuman sekedar tau mereka tidur dan sama sama mau aja. Selebihnya cuman mereka yang tau, buktinya Ester sama sekali gak ada protesan atau apapun itu. Tandanya kalau dia emang sama mau—"

"Stop! Kita pergi ke tempat Damian sekarang."

"Tapi—"

"Aku bilang sekarang! Aku mau ketemu sama bajingan itu."

Seperti sudah tak terbendungkan, Clarissa tak ingin lagi mendengar penjelasan Samuel. Ia hanya ingin segera menemui Damian sekarang juga, pria yang sudah membuat sahabatnya dalam kondisi sulit saat ini. Dan tentu saja ia tak akan tinggal diam.

Pantas saja Ester tiba-tiba menghilang tanpa kabar bagai ditelan bumi, ternyata nasib sial tengah menimpanya saat ini.

One Night Sleep Where stories live. Discover now